Minggu, 24 Maret 2013

prolog

Bangsa Cina pernah berada pada titik garis kemiskinan, kemudian dengan diam-diam tanpa basa-basi mempersiapkan SDM berkualitas sekaligus penguasaan teknologi plus kerja keras akhirnya kini menjelma jadi bangsa Boss, bangsa kaum borjuis. Lihat saja di berbagai supermarket & plaza penuh sesak oleh barang made in China. Bahkan negara adidaya sekelas AS sekalipun ketar - ketir menyaksikan ekspansi China dibidang ekonomi dan teknologi.
Ajaran agama manapun mengajarkan untuk kaya dan posisi kaya bisa diraih dengan posisi puncak setidaknya jadi Boss dan musuh terbesar kita adalah kemiskinan dan kebodohan. Maka menjadi miskin memang bukan cita-cita, tidak ada orang yang bercita-cita jadi miskin, semua orang ingin kaya-tapi bagaimana memperolehnya tentu banyak jalan menuju kaya.
Setiap orang bisa mencapai pencerahan, jika ia melakukan kerja keras. Bangsa-bangsa timur pun bisa mencapainya, jika melakukan kerja keras. Karena setiap manusia memiliki potensi yang sama untuk maju. Pada titik inilah, Swami Vivekananda menyemangati bangsa-bangsa Timur dengan mengatakan, bangkit, bangun, bergeraklah sampai tujuanmu tercapai.
Kita sudah diberi segalanya, tergantung kita mampu apa tidak memanfaatkan potensi yang ada. Akankah kita berpangku tangan dengan kendisi yang ada ? Tentu tidak, usaha- usaha untuk tidak miskin adalah kerja keras. Kerja keras belumlah cukup diperlukan kerja cerdas, kerja cerdas tidak cukup diperlukan sifat perjuangan dan kesabaran, jika kita menerapkan falsafah ini maka kemungkinan besar posisi apapun yang lebih baik akan bisa segera diraih.
Menjadi boss memang impian setiap orang, tidak pandang bulu, anak-anak yang masih duduk di TK atau SD pun bila kita tanya sekarang cita-citanya kepingin jadi dokter, insinyur, artis, pengusaha yang berkonotasi pada limpahan materi, ketenaran seperti yang mereka saksikan di tayangan sinetron yang sering menampilkan kemewahan. Memang jadi bos tidak gampang, tapi menjadi bos kecil agaknya bukan hal yang mustahil. Seorang petani di desa sebenarnya bisa jadi bos karena dia memiliki lahan pertanian yang sebenarnya kalau dikelola dengan ‘otak’ akan menghasilkan banyak pendapatan.
Bayangkan kalau di luar negeri punya lahan satu hektar saja sudah bisa jadi sumber penghasilan utama, sementara para petani kita yang punya lahan satu hektar malah jadi kuli di kota besar, sungguh ironis. Belum lagi yang jadi kuli di pabrik-pabrik dan industri besar. Dengan bangga berseragam masuk pagi pulang petang begitu juga seorang mandor bangunan.
Dalam hidup ini ada tipologi orang yang mudah mendapat kekayaan, ada yang sulit sekali. Bagi yang mudah biasanya tentu mudah juga keluar uangnya alias boros. Tapi bagi yang sulit tentu biasanya juga akan sulit keluarnya. Jadi sebenarnya dalam hidup ini besar kecil pendapatan sebenarnya perlu dinikmati sembari terus berusaha, dan berusaha.
Sesungguhnya dalam siklus kehidupan secara umum kebanyakan dari kita terlahir dari keluarga miskin, kalau pun ada yang terlahir dari keluarga kaya itu bisa disebabkan karena keturunan atau karena memang trah dari nenek moyang, tapi sejak manusia dilahirkan ke muka bumi, Tuhan tidak memberikan apa-apa hanya nyawa yang dibalut dengan jasmani. 

prolog-bekerja cerdas


Hidup akan bermakna andai kita isi dengan kerja keras. Tanpa kerja keras tak mungkin kita sukses dan mampu mengemban amanat yang Tuhan bebankan kepada kita. Tidak ada kesuksesan dan kemuliaan bagi pemalas. Jangankan manusia, binatang pun harus bekerja keras untuk bisa eksis. Apa jadinya bila seekor singa malas berlari untuk memburu mangsanya, pasti ia akan mati kelaparan. Apa jadinya pula bila seekor rusa malas berlari, tentu ia akan dimangsa singa. Bahkan seekor nyamuk pun harus bertaruh nyawa untuk mendapatkan setetes darah.
Cukupkah hanya dengan kerja keras? Ternyata tidak. Manusia tidak bisa mengandalkan otot belaka. Ia harus memanfaatkan pula potensi pikirannya. Semakin cerdas dalam bekerja, maka akan maksimal pula hasil yang diraih. Rasulullah mengatakan bahwa orang yang paling cerdas adalah orang yang selalu mengingat mati dan bekerja keras mempersiapkan bekal guna menghadapi saat akhir tersebut.
Seorang yang ikhlas orientasinya tidak hanya sekadar duniawi, tapi juga menyentuh akhirat. Bila kita bekerja keras dengan otak cerdas dan dilandasi niat ikhlas, akan banyak hal bisa kita raih. Tidak hanya materi tapi juga amal kebaikan, ilmu, nama baik dan saudara baru.
Kerja yang hanya berorientasi materi sangat rendah nilainya. Imam Ali mengatakan bahwa siapa yang bekerja karena perutnya belaka, maka derajatnya tidak jauh dari apa yang keluar dari perutnya tersebut. Setiap orang bisa mencapai pencerahan, jika ia melakukan kerja keras. Jadi, tidak hanya bangsa barat yang bisa mencapai puncak peradaban. Bangsa-bangsa timur pun bisa mencapainya, jika mau melakukan kerja cerdas.
Peluang bekerja cerdas itu ada dimana-mana. Cobalah buka mata, telinga dan intuisi anda dengan baik. Anda akan menemukan banyak sekali ide usaha. Bila anda hobi memasak, merancang sepatu, mengumpulkan barang bekas, mengumpulkan komik, bisa jadi ide bisnis untuk anda. Asalkan kita kreatif dan membuat sesuatu yang disukai pasar maka peluang untuk berhasil lebih terbuka. Anda bisa mengikuti jejak Nila Sari yang sukses dalam bisnis membuat kue, atau pendisain sepatu ekslusif seperti Linda Chandra atau bisa juga ide kreatif anak muda yang dituangkan lewat tulisan seperti pada Kaos Dagadu Yogya.
Andapun bisa menciptakan peluang itu. Misalnya saja peluang untuk membuat tempat penitipan anak, atau bisnis barang bekas lewat internet. Menciptakan peluang yang sama sekali baru juga dicetuskan oleh Jeff Bezos yang berinovasi menjual buku lewat internet dengan amazon.com-nya yang akhirnya sukses luar biasa dan menjadikannya milyuner di usia muda.
Tak salah juga jika anda mengekor bisnis yang sudah dibuka oleh orang lain. Misalnya bisnis ayam goreng yang sudah menyebar di kota besar ternyata menimbulkan ide menjual ayam goreng ala Mc Donald yang harganya lebih terjangkau masyarakat. Atau juga bisnis busana muslimah yang mulai menjamur.
Awalnya mimpi
Bermimpilah besar dan terus bermimpi besar, kata pepatah. Karena semua yang kita nikmati sekarang berasal dari mimpi yang dianggap tidak mungkin. Dulu Sosrodjojo ditertawakan orang karena dinilai bermimpi menjual teh dalam kemasan botol. Atau juga Tirto Utomo yang ditertawakan karena idenya menjual air minum kemasan. Ide itu kini terwujud sebab siapa yang tak kenal Teh Botol Sosro dan Aqua. Kini merek itu telah jadi trendsetter dari produk teh dan minuman mineral sejenis.
Di Amerika ada Bill Gates yang meninggalkan bangku kuliah bisnisnya di Harvard, sebuah sekolah elit di Amerika, dan serius menekuni microsoftnya. Dia bermimpi kelak di seluruh dunia akan ada komputer pribadi (PC) di setiap rumah. Impian itu menjadi slogan yang dikenal luas dengan “computer on every desk and in every home”. Mimpinya jadi kenyataan. Jika kita telah berani bermimpi, sebenarnya mimpi itu bisa kita wujudkan dengan kerja keras dan kesungguhan. Jangan takut bermimpi, walaupun anda membuka usaha skala kecil saja di rumah.
Jika anda sudah memiliki mimpi dan ide yang baik, kenapa tidak mulai sekarang? Beranikan diri untuk mencoba. Berani adalah modal seorang enterpreuner. Mencoba ide atau gagasan secara langsung adalah tantangan yang menyenangkan. Banyak ilmu didapat dibanding sekedar membaca teorinya saja.
Andaikan modal adalah alasan terbesar anda maka ketahuilah banyak pengusaha sukses yang memulai usaha dari nol. Ada yang berjualan batik titipan orang, keuntungannya dijadikan modal usaha seperti Dyah Suminar, pengusaha wanita asal Yogya. Ada pula Purdi Chandra, pemilik Bimbingan Belajar Primagama, yang memulai usaha hanya dengan 300 ribu hasil melego sepeda motornya. Lihat pula Abdullah Gymnastiar yang merintis divisi usaha pesantren Daarut Tauhid dengan menggelar dagangan yang modalnya berasal dari seorang janda. Jadi modal bukanlah permasalahan paling besar yang dihadapi oleh pebisnis pemula.
Jika kita sudah berani mencoba maka kita harus berani gagal atau berani sukses. Intinya, seberapa keras kita berusaha itulah harga yang akan kita dapatkan.

prolog-miskin



Miskin & Kaya, Soal Cara Pandang 
Masalah kemiskinan memang sudah banyak diseminarkan oleh berbagai kalangan mulai akademisi, praktisi, agamawan dsb yang berasal dari beragam lembaga. Namun anehnya seminar atau diskusi yang membahas kemiskinan justru banyak diselenggarakan di hotel mewah. Seharusnya persoalan pengentasan kemiskinan diperdebatkan di gang- gang kumuh, lapak - lapak PKL, kampung - kampung yang banyak dihuni penderita busung lapar, sehingga lebih mengena dan lebih menyentuh persoalan.
Akibat salah kaprahnya definisi tentang kemiskinan serta upaya penanggulangannya. Kemiskinan juga dapat diukur dengan jumlah kalori yang dikonsumsi setiap orang- setiap hari. BPS menggunakan kalori sebagai tolok ukur kemiskinan sebesar 2.100/kapita/hari. Sedang Bank Dunia menggunakan kalori sebagai tolok ukur kemiskinan sebesar 2.200/orang/hari. 
Kelemahan kalori sebagai tolok ukur kemiskinan adalah jumlah kalori yang sama dapat dihasilkan dari makanan yang berharga mahal dan dapat pula dihasilkan dari bahan yang sangat murah. Padahal kebutuhan hidup bukan hanya kebutuhan kalori, tetapi juga termasuk perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi dan lain-lain. 
Lalu apa enaknya jadi orang kaya ? Jadi orang kaya sebenarnya fungsinya ada empat yakni: sebagai perintis, penyelaras, pemberdaya dan panutan. 
Sebagai perintis, orang kaya harus membuka jalan dengan mengembangkan visi, misi dan strategi yang sejalan dengan para stakeholder-nya. Sebagai penyelaras, ia harus piawai menyeimbangkan seluruh sistem dalam organisasi agar mampu bekerja sama dan saling bersinergi. Sebagai pemberdaya ia selalu menumbuhkan lingkungan agar setiap orang dalam organisasi mampu dan bersedia memberi yang terbaik. Sebagai panutan, ia bertanggungjawab atas tutur kata, sikap, perilaku dan keputusan yang diambilnya.
Perbedaan pandangan mengenai cara mengelola uang seringkali menjadi pemicu sebuah keributan di dalam rumah tangga. Kadang kala sang suami pelit dan sang istri yang boros terlihat seperti sebuah jurang perbedaan yang cukup sulit untuk dijembatani. Padahal masalah tersebut bisa diselesaikan jika Anda dan pasangan mengerti cara yang tepat untuk membelanjakan uang. Pertengkaran akibat perbedaan tersebut bisa dihindari sepanjang Anda dan pasangan bisa mengelola uang dengan baik. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan masalah keuangan dalam rumah tangga.
Pertama, bagaimana jadinya jika si kikir dan si boros bersatu dalam sebuah rumah. Hal seperti ini biasanya tidak pernah sepi dari pertengkaran. Hal tersebut terjadi karena dua orang ini bertahan pada kebiasaan yang sudah mendarah daging sejak kecil.
Prinsip mereka sangat berbeda dalam membelanjakan uang. Si boros hidup untuk saat ini, sedangkan si hemat memfokuskan diri untuk masa depan. Cara mengelola uang juga mengungkapkan banyak hal tentang siapa diri kita yang sebenarnya. Mereka yang cenderung pelit biasanya terkesan dingin atau kurang mampu mengekspresikan kasih sayangnya pada orang yang dicintai. 
Kedua, uang sebagai sumber rasa aman. Setiap pasangan pasti mempunyai masalah dalam rumah tangganya, termasuk soal uang. Banyak orang yang merasa nyaman jika mempunyai uang berlimpah. Mereka merasa bahwa hidupnya akan terjamin jika ada harta tak terhitung jumlahnya. Padahal kita ditantang untuk bisa memahami masalah kemerdekaan secara finansial. 
Ketiga, perbedaan peran dalam rumah tangga. Pada era modern ini banyak wanita yang ikut bekerja. Akan tetapi prialah yang tetap dominan berperan menanggung kebutuhan keluarga. Mengenai masalah penghasilan yang tidak sepadan, kerap menjadi bahan pertengkaran. Proses pengambilan keputusanpun mengalami perubahan, tidak lagi ada hak istimewa pada pria belaka. 
Pernahkah kita bercita-cita menjadi direktur di perusahaan kita sendiri? Lalu mengapa kita terjebak dalam rutinitas pegawai kantoran, kuliah atau rumah tangga tanpa sedikitpun terpikir akan membuka usaha yang menguntungkan. Padahal kesempatan anda untuk memulai bisnis terbuka lebar setiap saat.

Uang bikin serakah




Tidak ada satu pun orangtua yang ingin anaknya miskin. Semua ingin anaknya jadi orang kaya, tujuh turunan kalau bisa. Kaya raya, banyak uang, sukses secara finansial. Anehnya, tidak banyak orangtua yang secara terang-terangan mendidik dan mengarahkan anaknya untuk menjadi orang kaya.
Kebanyakan orangtua lebih mengarahkan dan mendidik anaknya untuk jadi orang pandai. Pintar dalam pendidikan skolastik (membaca, menulis, berhitung) dan pintar dalam pendidikan profesional (kedokteran, insinyur, kepengacaraan, kemiliteran, dsb). Dan untuk itu, mereka mewajibkan anak-anaknya bersekolah, kalau perlu sampai ke negeri seberang. 
Ada kelompok masyarakat tertentu yang memandang bekerja mencari keuntungan finansial (berdagang, berusaha) tidak semulia bekerja mencari ilmu, membela negara, atau mengabdi sesama. Ada juga faktor prejudice. Sebagian orang berprasangka, orang kaya identik dengan sifat sombong, kikir dan eksklusif. Lalu ada lagi faktor pertimbangan praktis. Menjadi orang kaya itu, menurut sebagian orang, repot. Padahal di sisi lain, menjadi kaya – selain merupakan hak asasi sepanjang caranya tidak merugikan orang lain - sebenarnya membawa banyak manfaat pula. Bisa memenuhi kebutuhan diri sendiri dengan lebih layak tanpa harus tergantung pemberian orang juga bisa memberi nafkah dan mata pencaharian bagi orang lain. Selain tentunya bisa menyantuni kerabat serta menyumbang orang maupun badan sosial lebih banyak. Bahkan bisa menjamin kesejahteraan diri sampai masa tua kelak. 
Terlepas dari itu semua, di masa sekarang – apalagi di masa depan – kita tampaknya memang tidak bisa lagi mengharapkan kemakmuran dan keterjaminan finansial seumur hidup dari siapa pun. Tanda-tandanya cukup banyak. Misalnya, tidak banyak lagi perusahaan atau majikan yang menyediakan tunjangan pensiun. Tanda lainnya? Semakin banyak penerima pensiun yang hidup susah karena uang pensiunnya begitu kecil. Dan semakin banyak sarjana menganggur atau tidak digaji layak. 
Melihat gelagat semacam ini, tak ada jalan lain, orangtua perlu lebih memastikan anaknya akan mampu menjadi orang kaya atau setidaknya mampu menghasilkan dan mengelola uang untuk menjamin kebutuhan finansialnya sepanjang hidup. 
Pemahaman terhadap konsep uang-lah yang mempengaruhi sikap anak terhadap uang. Dan sikap terhadap uang mencakup banyak aspek: penghargaan terhadap nilai nominal uang (arti lima ribu rupiah untuk anak yang berbeda konsep uangnya, tak akan sama); sikap terhadap keabsahan asal-usul uang (didapat secara legal atau ilegal?); sikap terhadap cara memperoleh uang (dengan bekerja dan berusaha sendiri atau sekadar meminta?), hingga cara menggunakan uang (memboroskan atau mengeluarkan secara cerdas dan cermat). 
Bekerja meneteskan keringat, misalnya, adalah cara paling tua untuk memperoleh bayaran (upah/gaji). Bahkan istilah gaji atau salary (berasal dari bahasa Romawi, salarium, yang berarti garam) sebenarnya secara tidak langsung mengabadikan hubungan antara bekerja dan bayaran (tentara Romawi kala itu dibayar dengan bungkahan garam). 
Belakangan, muncul konsep – sebut saja ‘kontemporer’. Robert T. Kiyosaki bisa dibilang orang pertama yang menepis konsep klasik ‘bekerjalah untuk mendapat uang’, dengan menawarkan konsep ‘uanglah yang harus bekerja untuk kita’. Pengertian ‘uang bekerja untuk kita’ kurang lebih adalah menginvestasikan atau memutar sejumlah uang dalam bidang apa saja, sehingga bisa mengalirkan uang ke saku kita tanpa perlu kehadiran kita 7-8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Sederhananya, dalam soal uang, Kiyosaki menganjurkan orang untuk memiliki menjadi – paling tidak memiliki mentalitas – pengusaha atau investor. 
Untuk mendidik anak agar mampu menjadi orang kaya (atau minimal mampu menghasilkan dan mengelola uang), Anda tidak harus memakai konsep uang Kiyosaki atau siapa pun. Yang penting, konsep itu bisa membantu mengembangkan ketrampilan finansial anak. Apakah ketrampilan finansial itu? Menurut Safir Senduk, konsultan perencanaan keuangan, keterampilan finansial setidaknya ada lima: (1) mampu berbelanja secara bijak (2) mampu menyimpan dan mengembangbiakkan uang yang dimiliki (3) mandiri (4) berani mengambil risiko, dan (5) bisa menjual diri. Maka uang pun bikin orang serakah. Keadaan itu melukiskan keadaan yang tidak wajar. Namun apapun yang dilakukan, bila berlebihan, dan menimbulkan ketidakwajaran, kita beri nama khusus, antara lain nama-nama di atas tadi. 
Ada kecenderungan manusia menyediakan waktu dan tempat yang utama bagi hal-hal yang berkaitan tugasnya. Hal ini terlihat jelas dalam hidup sehari-hari. Waktu dan pikiran seorang pendidik lebih dipenuhi hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan begitu juga pemilik bengkel motor, pikirannya dipenuhi hal yang berkaitan dengan reparasi motor. Kuasa yang kita beri pengutamaan akan memberi warna tabiat kita. 
Kedua kuasa itu hadir sebagai perwujudan dari pemenuhan bahan dasar penciptaan manusia, bahan fana dari bumi dan nafas kehidupan (berasal dari Allah). Peringatan dalam ayat acuan di atas, agama maksudkan supaya kita tidak mengutamakan tuntutan pemenuhan keinginan bahan fana karena bukan itu yang utama.

YANGSUKSES


YANG SUKSES …
YANG IRONIS …

RODA kehidupan berputar seakan bertarung dengan waktu. Suatu ketika di bawah, di saat yang lain di atas, untuk kemudian kembali ke arus putaran bawah lagi. Semakin kita menyadari fungsi waktu seakan dunia seisinya sudah bisa kita raih “sepuas-sepuasnya”. Namun ternyata perputaran roda itu tak semulus dan sematang yang diharapkan.
Siklus hidup manusia miskin, yang kemudian dengan kerja kerasnya - entah lewat jalan yang lurus atau berliku sikut kiri sikut kanan - akhirnya mendudukkan posisi seseorang pada kedudukan yang happy atau bad ending.
Tak ada yang kekal dengan kedudukan, pangkat dan jabatan. Tak ada pula yang kekal dengan kesehatan dengan fasilitas duniawi yang mempesona. Yang kekal hanyalah “akibat akhir” perilaku kehidupan itu sendiri,
tentu saja dengan segala resiko perputarannya.
Referensi :
1. tokoh indonesia.com
2. tempo interaktif.com
3. hukum online.com
4. republika.co.id
5. kompas.co.id
6. dephan.go.id
7. metrotvnews.com

YANGSUKSES-ABDUL GANI


Abdulgani :
Komitmen Selamatkan Garuda
 kelahiran Buktittinggi 14 Maret 1943 ini kembali dipercaya masuk Garuda menjadi Komisaris Utama bersama Emirsyah Satar sebagai Dirut, Maret 2005. Bankir senior lulusan FE-UI 1969 yang dikenal bersih dan berintegritas tinggi, ini saat menjabat Dirut Garuda 1998-2002 berhasil menyelamatkan maskapai penerbangan terkemuka Indonesia itu dari ancaman keterpurukan.
Abdulgani mempunyai prinsip hidup berada di atas rata-rata agar sanggup bersaing dengan ratusan juta rakyat Indonesia lainnya. Kehadirannya di Garuda Indonesia tahun 1998 sesungguhnya bak mengulang saja peritiwa awal terjun sebagai bankir di Bank Dharma Ekonomi, yang kemudian berubah nama menjadi Bank Duta Ekonomi dan terakhir Bank Duta.
Abdulgani yang menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di kota kelahiran Bukittinggi tahun 1956, lalu SMP di Jakarta tahun 1959, serta SMEA tahun 1962 juga di Jakarta, memasuki pendidikan tinggi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI) dan lulus tahun 1969. Lalu tahun 1970 pria ini menikah dengan Irama Sofia, adik kelasnya di FE-UI serta dikaruniai sepasang anak.
Abdulgani tercatat sebagai pegawai Bank Ekspor dan Impor antara tahun 1970 hingga 1972. Ia terpaksa harus meninggalkan Bank Eksim di tahun 1972 sebab sejak akhir tahun 1971 berstatus sebagai pegawai pinjaman dari Bank Eksim yang ‘dipinjamkan’ melakukan penelitian pada bank swasta nasional Bank Dharma Ekonomi yang sedang dalam kesulitan kondisinya menurun.
Usai melakukan survey dan penelitian bank yang kemudian berganti nama menjadi Bank Duta Ekonomi (BDE) itu kembali kesulitan menemukan pemimpin yang cocok. Abdulgani yang semasa kuliah pernah melakukan tugas magang di People National Bank of Washington, Seattle, AS (1966) kembali ‘dipinjam’ sebagai pemimpin untuk melakukan konsolidasi awal. Hingga ia selesai melakukan konsolidasi siapa bankir yang tepat didudukkan di Bank Duta Ekonomi masih saja belum ketemu. Maka tak pelak Abdulgani penyuka ukiran dan keramik ini pulalah yang diminta mengisi lowongan dimaksud. Akibatnya ia dibuat bingung memilih antara berkarir di Bank Eksim ataukah BDE yang masa depannya masih tak menentu.
Untuk mengakhiri kebimbangan bungsu dari delapan bersaudara ini menemui sahabat yang sudah dikenal baik Omar Abdalla, yang sedang menjabat Dirut Bank Dagang Negara. Ia dianjurkan menerima tawaran memimpin BDE dengan catatan, bankir muda berusia 28 tahun itu dalam dua tahun pertama sudah harus dapat menyimpulkan berhasil atau gagal bertugas.
Jadilah Abdulgani memimpin BDE sejak tahun 1972, sekaligus meninggalkan Bank Eksim dengan hanya mempertahankan delapan pegawai lama sebab tak punya dana membayar gaji. Sedangkan tenaga-tenaga muda yang pernah direkrut ada yang datang namun hanya bertahan satu dua hari lalu menghilang karena belum menemukan masa depan yang baik di BDE.
Namun keadaan semakin membaik saja. Pada 31 Desember 1984, dengan passiva Rp 392.173.052.000, BDE meraih laba sebelum dipotong pajak Rp 11.527.285.000.
Di Garuda Indonesia kisah sukses menyelamatkan Bank Duta berhasil diulang kembali oleh putra dari Haji Sainan seorang pengusaha kecil asal Bukittinggi. Abdulgani secara bijak menawarkan dua cara penyelamatan dari lilitan utang sebesar 1,8 miliar dolar AS. Yakni pilihan pertama meneruskan kegiatan operasional Garuda Indonesia, atau kedua mempailitkan perusahaan dengan konsekuensi Pemerintah segera mengeluarkan dana segar 800 juta dolar AS untuk membayar utang-utang Garuda.
Berdasarkan business plan yang disusun Pemerintah memilih pilihan pertama yakni melanjutkan operasional Garuda Indonesia. Untuk menyelesaikan utang senilai total 1,8 miliar dolar AS Presiden Habibie memutuskan mengambil alih pembayaran utang PT Garuda Indonesia kepada Bank Exim Amerika Serikat terkait penyewaan 11 pesawat tipe Boeing 737. Untuk pengambil-alihan utang tersebut pemerintahan mengeluarkan dana setiap tahun sebesar 62 juta dolar AS selama delapan tahun. Pengambil-alihan utang oleh Pemerintah bisa dianggap sebagai penyertaan modal pemerintah (PMP) yang baru ke dalam perusahaan.
Nah, karena urusan sewa pesawat diambil alih pemerintah Abdulgani tinggal konsentrasi menggunanakan dana-dana Garuda untuk membayar utang-utang lain yang sudah tertuang dalam Business Plan Garuda Indonesia. Seperti utang senilai 300 juta dollar AS hasil pembelian commercial paper beberapa tahun sebelumnya, yang pernah digunakan untuk menutupi cashflow perusahaan. Juga utang pada sejumlah bank milik pemerintah sebesar 170 juta dollar AS, serta utang lainnya kepada berbagai pemasok berjumlah 280 juta dollar.
Abdulgani berhasil membuktikan komitmennya sesuai business plan perusahaan. Pada satu semester pertama tahun 1999 flag carrier itu berhasil meraih laba kotor 507 miliar. Bahkan Garuda Indonesia pernah mendapatkan penghargaan sebagai maskapai penerbangan asing terbaik dari bandar udara internasional Schipol, Belanda.
Abdulgani mantan Ketua Senat FE-UI 1967-1969 yang turut aktif dalam perjuangan pendirian Orde Baru, bahkan bersama Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada Februari 1966 pernah menyelenggarakan Seminar Ekonomi dengan pembicara tokoh-tokoh ekonomi antara lain Frans Seda, Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Sri Sultan Hamengkubuwono, dan Emil Salim, di tahun 2005 kembali diminta masuk ke Garuda Indonesia.
Kepadanya diserahkan tugas penting baru sebagai Komisaris Utama bersama-sama dengan anggota komisaris lain Gunarni Soeworo (mantan Dirut Bank Niaga dan juga Ketua Perbanas sebagai komisaris independen), M Soeparno (mantan Dirut Garuda Indonesia), Bambang Wahyudi (peneliti LPEM-UI), Slamet Riyanto, dan Aries Mufti (direktur PT Permodalan Nasional Madani).
Kembalinya pria penggemar olah raga golf bertubuh sedang dengan tinggi 165 cm dan berat 59 kg ini bersamaan dengan pergantian sususunan direksi Garuda Indonesia dari Indra Setiawan kepada Emirsyah Sattar (mantan direktur keuangan Garuda Indonesia, terakhir menjabat Wakil Direktur Utama Bank Danamon).
Abdulgani adalah penganut prinsip ‘ahli di satu bidang’ agar bisa berada sedikit di atas manusia rata-rata. Sebab jika tidak demikian pemilik suara bariton ini menyebutkan dirinya akan sama saja dengan ratusan juta rakyat Indonesia lainnya. Prinsip berada di atas rata-rata sudah berkali-kali dibuktikan Abdulgani di berbagai ruang dan waktu pengabdian.
Putus kontrak Keluarga Cendana
Adalah Presiden BJ Habibie yang, begitu menggantikan posisi Pak Harto sejak 21 Mei 1998, sebulan kemudian menempatkan Robby Djohan bersama Abdulgani di posisi puncak PT Garuda Indonesia. Tugas keduanya menyelamatkan flag carrier kebanggaan itu dari ancaman keterpurukan akibat lilitan utang 1,8 miliar dolar AS. Robby bankir berpengalaman dan bereputasi agresif menjadi direktur utama ‘dicabut’ dari Bank Niaga, sedangkan Abdulgani yang selalu hati-hati berbicara sebagai anggota direksi berasal dari Bank Duta.
Tak lama hanya enam bulan Robby Djohan kembali ke habitat asli sebagai bankir memimpin Bank Mandiri. Lalu Abdulgani yang kelahiran Bukittinggi 14 Maret 1943 sejak November 1998 diangkat menempati posisi puncak Direktur Utama.
Misi masih sama menyelamatkan Garuda Indonesia dari ancaman keterpurukan yang, ketika itu kata Sofyan Djalil seorang staf ahli senior Kementerian Pembinaan BUMN, yang kemudian dipercaya menjadi Menteri Komunikasi dan Informasi Kabinet Indonesia Bersatu, menyebutkan Garuda sudah nyaris kolaps. Tahun 1998 saja kerugian Garuda akibat perbedaan kurs mencapai 46,4 jut adolar AS. Kerugian terbesar Garuda terjadi akibat nilai rupiah terhadap dolar AS jatuh sebab pendapatan Garuda dalam mata uang rupiah sedangkan pengeluaran dalam dolar AS.
Penempatan Abdulgani di posisi puncak, kata Ketua Komisi IV DPR RI ketika itu Burhanuddin Napitupulu terkait karena persoalan Garuda Indonesia adalah persoalan keuangan yang sangat kompleks sehingga jabatan dirut perlu diberikan kepada seorang bankir. Dan Abdulgani yang pernah menyelamatkan Bank Duta dari keterpurukan, Napitupulu memastikan integritas Abdulgani sebagai bankir senior dikenal bersih, terpercaya, dan mumpuni.
Salah satu langkah berani Abdulgani menyehatkan Garuda adalah memutus kontrak-kontrak bisnis dengan perusahaan-perusahaan yang terkait dengan keluarga Cendana. Abdulgani segera mereorganisasi secara sempurna rute-rute penerbangan domestik dan internasional. Ia juga memberdayakan sekaligus memberlakukan skema insentif terhadap karyawan. Skema langkah-langkah restrukturisasi sesuai business plan mulai diimplementasikan.
Salah satunya menunjuk Deutchebank sebagai penasehat keuangan untuk merestrukturisasi utang senilai 1 miliar dolar AS ke para kreditor asing, dan menunjuk Lufthansa sebagai penasehat mengembangkan manajemen dan meningkatkan pelayanan penerbangan. “Kita sedang mere-enjineering diri,” kata Abdulgani singkat menjelaskan bentuk langkah-langkah pembenahannya.
Integritas dan bersihnya Abdulgani benar saja terbukti. Pada tanggal 23 Februari 2002 Abdulgani menghadap kuasa pemerintah selaku pemegang pemegang saham Garuda yakni Menteri Pembinaan BUMN Laksamana Sukardi. Jebolan (Master Degree-nya) dari University of Colorado, Boulder, AS (1998) serta Diploma Program dari The Economics Institute, Boulder, tahun yang sama, ini menyampaikan kepada Laksamana tugasnya menyelamatkan Garuda Indonesia sudah selesai. Komitmen awal mengantar Garuda menjadi lebih baik sudah selesai. Karena itu Abdulgani siap untuk mundur dan digantikan.
Abdulgani yang teguh pada komitmen pengunduran dirinya baru tiga bulan kemudian bersamaan pelantikan Dirut baru Indra Setiawan, pada 6 Mei 2002.

Nama :
Abadulgani
Lahir :
Bukittinggi, Sumatera Barat, 14 Maret 1943
Jabatan:
Komisaris Utama PT Garuda Indonesia, 2005
Agama :
Islam
Istri:
Irama Sofia (Menikah 1970)
Anak:
Satu Lelaki satu Perempuan
Ayah:
Haji Sainan
Pendidikan :
-SD Bukittinggi (1956)
-SMP Jakarta (1959)
-SMEA di Jakarta (1962)
-Fakultas Ekonomi UI, Jakarta (lulus, 1969)
-The Stonier Graduate School of Banking, New Jersey, USA
-Job Training pada People National Bank of Washington, Seattle, AS (1966)
Karir :
-Pegawai Bank Ekspor dan Impor (1970-1972)
-Anggota Board of Directors Asean Finance Corporation di Singapura, Komisaris Utama Duta PCI Leasing di Jakarta
-Komisaris Utama Amro Duta Leasing di Jakarta
-Chairman Duta International Finance di Hong Kong
-Direktur Utama Bank Duta Ekonomi, sekarang Bank Duta, (1972- sekarang). Ketua Bidang Luar Negeri Perbanas di Jakarta
-Anggota Committee on Education Asean Banking Council
-Vice Chairman Indonesian Executive Circle
-Sekretaris Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
-Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi UI
-Anggota Ceramic Society
-Wakil pemred majalah Forum Ekonomi
-Pembina majalah Info Bank
-Direktur Utama PT Garuda Indonesia

YANGSUKSES-ABDULLAH PUTEH


Konflik Aceh dan Pengadaan Helikopter MI-2
 yang paling menentukan untuk penyelesaian konflik Acah boleh jadi adalah Abdullah Puteh. Selaku Gubernur Nangroe Aceh Darussalam, ia adalah orang yang paling berkuasa di daerah itu. Termasuk dalam sosialisasi sembilan pasal kesepakatan penghentian permusuhan (The Cessation of Hostilities Agreement), pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang telah didatangani 9 Desember 2002.
Kekerasan dan pembunuhan masih berkecamuk di Aceh. Tidak hanya anggota TNI dan GAM yang sering kali menjadi koban, melainkan juga penduduk sipil. Rasa takut masih saja menyelimuti masyarakat di daerah itu. Kketakutan itu bukannya tanpa alasan. Jangankan rumah penduduk dan gedung sekolah yang dibakar, beberapa waktu lalu, rumah dinas Abdullah Puteh pun pernah dilempari bahan peledak oleh orang tidak dikenal. Praktis, ledakan di pintu pagar rumah itu membuat panik orang-orang.
Kini berkembang wacana, untuk dapat segera mengakhiri konflik di daerah itu, sudah saatnya diberlakukan darurat militer. Namun banyak kalangan yang tidak sependapat dengan pemberlakuan darurat militer tersebut. Namun apapu yang diperbincangkan orang, yang paling menentukan dalam hal ini adalah Abdullah Puteh selaku penguasa di daerah itu. Ia kini ditantang untuk mencari solusi yang paling baik dalam menyelesaikan konflik di daerah kelahirannya itu.
Lahir di Meunasah Arun, Idi, Aceh Timur, 4 Juli 1948, Abdullah menghabiskan masa kecil di Idi. Di sana pula ia menamatkan sekolah rakyat dan sekolah menengah pertamanya. Sementara masa remajanya dilalui di Langsa, Aceh Timur, sambil menamatkan sekolah menengah atas. Walau dimanja, bungsu dari lima bersaudara ini sejak kecil belajar hidup prihatin. Untuk menambah biaya sekolah, ia berjualan telur di pasar atau menjajakan nasi bungkus di stasiun kereta api. Di rumah indekos, ''Saya rajin membantu induk semang,'' katanya. Sehingga ia tidak dikutip bayaran.
Insinyur Teknik Planologi Kota ini adalah putra Tengku Haji Imam Puteh (almarhum), seorang petani yang merangkap menjadi guru agama. Ketika di SMA Langsa, ia aktif dalam Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Sempat pula ia bercita-cita masuk Akabri, sebelum akhirnya memutuskan mencoba mendaftar di ITB. Berbekal beasiswa dari Gubernur Aceh waktu itu, ia berangkat ke Bandung. Sayang, ketika itu ia gagal masuk ke perguruan tinggi yang, menurut Puteh, banyak melahirkan tokoh pergerakan itu. Akhirnya, ia memilih kuliah di Akademi Teknik Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (ATPUT).
Setelah menjadi sarjana muda, ia kembali ke Aceh dan diangkat menjadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum Aceh Timur. Di kabupaten itu, ia sempat menjadi Ketua KNPI. Pada 1979, ia berangkat ke Senayan menjadi anggota DPR Pergantian Antar Waktu. Begitu tinggal di Jakarta, peluangnya untuk melanjutkan ke ITB kembali terbuka lebar. Dan ia tidak mensia-siakan kesempatan tersebut. Tak peduli ia mesti bolak-balik Bandung-Jakarta. Karena, sebagai mahasiwa ITB, ia mesti kuliah di Bandung. Sementara sebagai wakil rakyat, ia mesti berkantor di Senayan. Itu, selain aktivitasnya sebagai pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) yang berkantor pusat di Jakarta.
Dan hal itu tidak sia-sia. Pada Oktober 1984, ia meraih gelar sarjana teknik. Sebulan kemudian, ia terpilih sebagai Ketua Umum DPP KNPI. ''Semua itu merupakan rahmat Allah,'' katanya mensyukuri. Di samping itu, karirnya sebagai anggota Dewan juga berlanjut. Setelah periode pergantian antar waktu dilalui, suami Linda Purnomo -- mantan penyiar TVRI -- ini terpilih kembali sampai dua periode berikutnya, dan sempat menjadi Wakil Ketua Komisi V dan Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan.
Setelah tidak lagi berkantor di Senayan, ia mencurahkan waktunya sebagai pengusaha. Ia juga tercatat sebagai Ketua Umum Apjati (Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia). Selain itu, ia masih aktif sebagai Wakil Sekjen DPP Partai Golkar. Terakhir, pada 4 November lalu, ia terpilih sebagai Gubernur Aceh dengan mengantongi 33 suara dari 54 anggota DPRD Aceh. Ini adalah "perjuangannya" yang kedua kali untuk mencapai tampuk pimpinan di daerah itu. Pada suksesi Gubernur Aceh sebelumnya, ayah dua anak ini sempat dikalahkan oleh kandidat lain, Syamsuddin Mahmud.
Periode kepemimpinannya ini tentu sangat sulit, mengingat suhu konflik di tanah rencong itu makin meninggi. Puteh sendiri mengaku akan berupaya menyelesaikan konflik Aceh secara damai, adil dan bermartabat. Dan penyelesaian konflik itu, menurut pengagum Jenderal Sudirman dan John F. Kennedy ini, harus didahului dengan penyejukan. "Kalau tegang seperti sekarang, semua orang pada mengkristal ke kekerasan. Orang tidak mungkin melakukan perundingan," katanya dalam sebuah wawancara dengan Suara Karya.
"Saya meminta dukungan semua lapisan masyarakat agar berupaya menuju Aceh baru yang lebih sejahtera," harapnya di lain kesempatan. Akankah niat luhur Abdullah itu berhasil? Yang jelas, tantangan makin hebat
Namun perjalanan karier Abdullah Puteh tak semulus yang diperkirakan. Ia tersandung masalah pengadaan helicopter MI-2. Bulan April 2005, majelis hakim Pengadilan ad hoc Korupsi memvonis 10 tahun penjara bagi Puteh dalam perkara korupsi pengadaan helikopter MI-2 untuk Pemerintah Provinsi Aceh. Ketika vonis dibacakan, Puteh tidak hadir ke ruang sidang dengan alasan sakit. Ia disebutkan dirawat di Rumah Sakit Thamrin, Jakarta. Para pengacara Puteh pun meninggalkan ruang sidang ketika majelis hakim memutuskan hal itu.
Juan Felix Tampubolon, pengacara Abdullah Puteh, menyatakan protes atas vonis untuk kliennya. Menurut dia, majelis hakim Pengadilan ad hoc Korupsi dan jaksa penuntut umum tidak bisa membedakan ruang lingkup administrasi negara dan pidana. "Jadi, majelis hakim telah keliru menerapkan hukum," kata Felix Tampubolon.
Menurut Felix, pembelian helikopter dilakukan Puteh untuk menjalankan kebijakan pemerintah. Keputusan itu, kata dia, telah dipertanggungjawabkan kepada DPRD sebagai "atasan". Para bupati yang "menyumbangkan" sejumlah anggaran pun sudah mempertanggungjawabkannya ke parlemen daerah masing-masing. "Semua itu diterima, jadi sebenarnya tidak ada masalah pidana," tuturnya.
Ia pun mempersoalkan pembacaan vonis tanpa kehadiran Puteh. Padahal, menurut dia, baik Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi maupun Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengatur bahwa kehadiran terdakwa adalah mutlak. Kecuali, ia menambahkan, terdakwa tidak hadir dengan sengaja atau melarikan diri.
Ketika ditanyakan bahwa pembacaan vonis untuk Hutomo Mandala Putra, terpidana pembunuhan Hakim Agung Syafiudin Kartasasmita, pun tidak dihadiri oleh putra mantan Presiden Soeharto itu, Felix menjawab, "Itu juga sedang kami persoalkan di Mahkamah Agung."
Tentang kondisi Puteh, Felix mengungkapkan, bahwa mantan Ketua Umum KNPI itu menderita darah rendah. Puteh, ia menambahkan, juga mengalami demam. "Jangankan datang," kata dia, "untuk berkomunikasi dengan kami, pengacara, pun susah." Menurut Felix, Puteh ditemani istri dan anaknya di rumah sakit.

Nama:
Abdullah Puteh
Lahir:
Meunasah Arun, Aceh Timur, 4 Juli 1948
Pendidikan:
• Sekolah Rakyat, Idi, Aceh
• SMP, Idi, Aceh
• SMA, Langsa, Aceh, (1967)
• Akademi Teknik Pekerjaan Umum (ATPUT), Bandung (1974)
• Fakultas Teknik Planologi ITB, Bandung (1984)
Karir:
• Komandan Resimen Mahawarman Batalyon VI Detasemen ATPUT Bandung (1969-1971)
• Ketua Umum HMI Cabang Bandung (1970-1971)
• Ketua Biro Kaderisasi PB HMI (1971-1973)
• Anggota Majelis Pekerja Kongres PB HMI (1973-1975)
• Kepala Dinas PU Aceh Timur (1974-1979)
• Ketua KNPI Aceh Timur (1974-1978)
• Ketua Departemen Wisata Pemuda DPP KAPPI
• Ketua Departemen Koperasi dan Wiraswasta DPP AMPI (1979)
• Ketua Gema MKGR DKI Jaya (1979)
• Anggota MPR/DPR RI (1979 --.. ) Ketua Umum DPP KNPI (1984-1987)
• Ketua Umum Apjati (Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) - 1996-1999
• Wakil Sekjen Golkar
- Gubernur Provinsi Nangroe Aceh Darussalam 2000-2005