Minggu, 24 Maret 2013

YANGSUKSES-ARIFIN PANIGORO


Simbol Kebangkitan Politik Pengusaha
 Orde Baru tumbang tahun 1998, nama Arifin Panigoro hanya dikenal kalangan terbatas sebagai pengusaha di bidang perminyakan. Lingkaran pergaulannya lebih banyak dengan Pertamina dan pengusaha perminyakan internasional. Namun, ketika reformasi tengan “hamil tua” yang ditandai dengan maraknya aksi demonstrasi mahasiswa, kesadaran politik Arifin bangkit. Ia telah menjadi simbol kebangkitan politik pengusaha.
Tidak hanya itu, ia turut serta secara aktif membantu pergerakan mahasiswa, termasuk menyiapkan nasi bungkus untuk dikirim kepada mahasiswa yang tengah menggelar aksi di Gedung DPR Senayan, Jakarta.
Alumni Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1973 ini memulai usahanya tidak langsung menjadi bos di Meta Epsi Drilling Company (Medco). Sebelum tahun 1980-an, awalnya ia cuma sebagai kontraktor instalasi listrik door to door. Selanjutnya memulai proyek pemasangan pipa secara kecil-kecilan. Begitu ada proyek yang berdiameter besar, hal itu bukan porsi pengusaha lokal, melainkan pengusaha asing. Jadi, setiap Pertamina melakukan tender untuk pemasangan pipa besar, maka perusahaan asing yang menang karena untuk pipeline butuh peralatan berat. Peralatan itu umumnya hanya dimiliki oleh perusahaan asing.
Kondisi itu membuatnya berpikir, sebaiknya pengusaha lokal pun diberi kesempatan atau dibantu untuk bisa menangani pemasangan pipa besar dan tidak hanya diberi pekerjaan yang kecil-kecil. Tahun 1981 ia memberanikan diri untuk mulai masuk proyek pipanisasi yang berdiameter besar. Untuk pekerjaan itu, ia bekerja sama dengan perusahaan asing. Deal-nya, bila satu proyek selesai, bagi hasilnya adalah peralatan itu. Mitra setuju, proyek pun selesai. Sejak itu dengan alat tersebut ia mencari proyek ke mana-mana.
Selain menggandeng mitra asing, dukungan dan proteksi dari pemerintah amat diperlukan. Tidak mungkin pengusaha lokal yang baru berdiri dan tidak memiliki pengalaman dapat tiba-tiba bersaing dengan perusahaan asing yang berpengalaman di bidang perminyakan sela puluhan tahun. Menggandeng mitra luar dan dukungan pemerintah itu merupakan cara pengusaha lokal bisa membuka pintu ke bidang bisnis yang lebih luas. Dengan begitu, persaingan dengan perusahaan asing bisa dilakukan.
Semuanya dimulai dari tahapan membiasakan pengusaha lokal mengerjakan proyek besar. Contoh yang dialaminya dengan bendera usaha Medco tejadi pada tahun 1979-1980 ketika terjadi oil boom, Sekretariat Negara mengambil inisiatif untuk membangun kilang minyak karena ada tambahan anggaran. Pada saat itu, pemerintah berkeinginan untuk menyelipkan unsur pembinaan bagi pengusaha lokal, termasuk Medco. Saat itu, dalam pembangunan Kilang Cilacap, Medco dikawinkan dengan satu perusahaan asal Amerika Serikat. Akhirnya, Medco yang tidak tahu apa-apa tentang pemasangan pipa, menjadi mengerti.
Demikian juga saat memulai usaha pengeboran minyak tahun 1981, juga tak lepas dari bantuan pemerintah. Menurut Arifin, tahun itulah titik awal Medco menjadi besar. Pada waktu itu, ia memiliki kedekatan dengan Dirjen Migas Wiharso yang menginginkan ada pengusaha lokal dalam proyek jasa pengeboran. Kebetulan ada penyertaan modal pemerintah ke Pertamina, yang mau melakukan pengeboran gas di Sumatera Selatan.
Pemerintah mendorongnya untuk ikut tender, meskipun tidak punya peralatan ngebor. Pemerintah memanggil perusahaan asing yang berpeluang menang diminta untuk menyewakan alat, atau memakai orang-orang Medco sebagai mitra. Tujuan pemerintah waktu itu adalah untuk membesarkan pengusaha lokal. Namun, tanggapan dari perusahaan asing itu membuat Pak Wiharso tersingung dan batal. Lalu Pak Wiharso memintanya menggarap proyek itu sendirian. Arifin sama sekali tidak percaya dengan keputusan itu karena ia tidak memiliki pengalaman melakukan pengeboran.
Hasilnya, ia kelabakan karena proyek yang ditenderkan tahun 1979 sudah harus mulai dikerjakan pada tahun 1980. Dengan perasaan yakin, ia pun terima tantangan itu. Tahap awal ia instruksikan staf yang memiliki kemampuan bahasa Inggris untuk menjajaki pusat penjualan peralatan pengeboran di AS. Baru setelah ada kepastian dan diketahui harganya, ia terbang dari Jakarta ke Houston, AS. Perjalanan itu merupakan pengalaman pertamanya ke AS. Bermodal "bahasa Inggris Tarzan" dan uang 300.000 dollar AS, ia melakukan deal dengan pemilik barang. Hasilnya, deal berangsung buruk.
Penjual barang meminta dalam waktu dua minggu barang seharga 4 juta dollar AS sudah dibayar, kalau tidak maka uang muka 300.000 dollar AS hangus. Ia terpaksa menerima syarat itu karena posisi tawarnya yang jelek. Setelah itu ia langsung terbang ke Indonesia. Saking panjangnya perjalanan dengan tiket ekonomi, tiba di Indonesia langsung sakit. Namun, dengan kondisi yang berat ia berusaha menemui Gubernur Bank Indonesia Rachmat Saleh, lalu ke Pertamina.
Cara itu merupakan langkah terakhir yang harus dilakukan karena ia masih merupakan pengusaha "bayi". Beruntung, Pak Piet Haryono dan Pak Wiharso memberikan rekomendasi, Medco patut dibantu. Dana pun cair di ambang batas perjanjian. Proyek pun bisa berjalan sesuai waktu yang ditentukan pemerintah.
Terhadap bantuan yang diberikan pemerintah itu, Arifin menilai sangat positif agar pengusaha lokal mampu bersaing. Namun, tetap harus dilakukan secara betul karena kalau tidak bisa, jadi salah arah. Di sinilah sulitnya, kadang proteksi itu memberikan hasil yang sebaliknya. Mumpung dikasih proteksi, pengusaha malah menjadi manja.
Setelah merintis usaha tahun 80-an, Medco memulai kejayaannya pada tahun 1990. Sebelum tahun 1990 Medco selalu bekerja sama dengan pihak ketiga dan untuk masuk ke sana bukan hanya masalah konsistensi ketekunan dan normatif, tetapi juga urusan garis tangan sebagai penentu. Sebab, untuk memburu satu sumur minyak bukan urusan ribuan dollar AS, tetapi jutaan dollar AS dan itu pun belum tentu ketemu minyaknya.
Namun, keinginan untuk bisa mandiri tetap ada, maka tahun 1990 untuk pertama kali Arifin membeli sumur minyak di Tarakan, Kalimantan Timur, seharga 13 juta dollar AS. Ladang itu mampu berproduksi 4.000 barrel per hari (bph). Tahun 1995, beli lagi sumur minyak tertua PT Stanvac Indonesia milik ExxonMobil, yang sampai saat ini total produksi yang dimiliki Medco mencapai 80.000 bph.
Barangkali inilah prestasi paling gemilang dari Arifin dan perusahaannya, Meta Epsi Drilling Company (Medco). Pembelian Stanvac dimenangkan melalui tender yang kemudian namanya diubah menjadi Expan. Dengan pembelian itu, PT Stanvac tidak lagi dikuasai orang asing sebab perusahaan minyak tertua di Indonesia itu sudah dimiliki sepenuhnya oleh Medco.
Keberhasilan itu konon karena ada unsur tekanan dari pemerintah. Atas isu tersebut, Arifin membeberkan bahwa ia membeli perusahaan minyak itu melalui tender intemasional. Untuk bertemu langsung dengan orangnya saja tidak bisa. Baru setelah selesai pembelian, mereka bisa benar-benar bertemu. Ia membelinya secara langsung. Waktu itu cadangannya cuma 20 juta. Kemudian tahun 1996 produksi digenjot. Hasilnya, satu lapangan saja bisa mendapatkan 320 juta barel minyak.
Sukses di bidang perminyakan ternyata membuat Arifin berpikir lain masih dalam sektor tambang. Kenapa orang lokal tidak bisa berjaya di gas, seperti halnya di minyak. Padahal Indonesia kan salah satu produsen gas terbesar di dunia dan banyak industri yang berteriak kekurangan gas? Pernyaan inilah yang kerap membuatnya gundah. Jika kita lihat pada satu sisi, Indonesia menempati posisi nomor satu di dunia dalam ekspor LNG karena cadangan gas jauh lebih banyak dari minyak. Kini, cadangan sudah mencapai 170 triliun kaki kubik (TCF). Jika cadangan itu diproduksi, sampai 50 tahun pun tidak akan habis.
Gas itu ada di luar Pulau Jawa, tetapi tetap harus harus dibawa ke Pulau Jawa karena berapa pun harganya tetap menarik. Misalnya PLN, jika membeli gas harganya hanya 3 dollar per million metric british thermal unit (MMBTU) sudah sangat mewah. Namun, kalau disetarakan dengan BBM sama dengan 18 dollar AS per barrel. Harga itu sangat murah dibandingkan harga BBM yang harus dibayar PLN sebesar 30 dollar AS per barrel.
Namun, kembali lagi, kenapa gas tidak ada di Pulau Jawa, ini masalah kebijakan pemerintah. Jadi, mestinya Bappenas atau Menteri bidang Ekuin sama memikirkan, apakah terus bergantung minyak yang harganya 30 dollar AS per barrel. Medco menjual ke Pusri 1,8 dollar AS ditambah ongkos pipa 0,5 sen dollar, sudah bisa untung.
Inilah yang ia anggap kebijakan itu keliru. Demikian juga proyek yang dibangun oleh PT Perusahaan Gas Negara, yang berhasil menyambung pipa gas ke Singapura, setelah itu membangun pipa ke Pulau Jawa adalah kebijakan yang salah. Gas di Sumsel sebenarnya tak banyak lagi, jadi seharusnya dibawa ke Jawa saja. Tetapi, barangkali pemeritah memiliki pertimbangan harga di Singapura yang barangkali lebih baik.
Sukses di dunia bisnis membuatnya ikut berpetualang ke dunia politik. Awalnya ia melakukan pertemuan di Hotel Radisson Yogyakarta tahun 1997. Sebenarnya itu adalah pertemuan atau diskusi biasa. Namun, efeknya luar biasa, khususnya buat Arifin. Ia dituduh berupaya menggagalkan Sidang Umum MPR yang akan mengesahkan Soeharto menjadi Presiden ketujuh kalinya.
Ketika aksi mahasiswa semakin memanas, Arifin memberi bantuan konsumsi kepada para demonstran yang melakukan aksi di Gedung DPR. Ribuan kotak makanan dikirim. Tak heran jika kemudian muncul opini bahwa Arifin adalah tokoh di belakang aksi atau cukong para mahasiswa. Namun, Arifin tahu bahwa ia tidak sendiri. Gerakan reformasi merupakan suratan untuk memperbaiki keadaan.
Cobaan terhadap langkahnya di dunia politik masih berlanjut. Di era Presiden BJ Habibie, Arifin Panigoro kembali dijerat dengan tuduhan pidana korupsi penyalahgunaan commercial paper senilai lebih dari Rp 1,8 triliun. Pada waktu itu, sejumlah kalangan percaya dijeratnya Arifin karena kedekatannya dengan gerakan mahasiswa. Bahkan pada masa pemerintahan Megawati, Arifin kembali dicoba untuk dijerat lewat perkara di kejaksaan. Sejak awal, dirinya yakin hanya dikerjain karena masih banyak pihak yang tidak senang dengan aktivitas politik yang digeluti.
Pengalamannya sebagai pengusaha membuat dia tidak kaget dengan praktik politik karena di dalamnya ada aktivitas melobi atau menggarap, juga money politics. Baginya, hari-hari uang adalah urusannya. Dari permulaan bekerja sebagai pengusaha, ia tidak pernah buat kesepakatan dengan fasilitas yang diperolehnya.
Demikian juga dengan urusan politik yang juga bagian dari kompromi lintas fraksi, kesepakatan semua kekuatan. Hal-hal begitu tidak selalu pakai uang, cukup pengertian bahwa kita punya sesuatu yang lebih besar, mari kita jalani sama-sama. Namun, perjalanan tidak selalu mulus, godaan banyak. Apalagi kekuatan politik sekarang sesudah zaman Soeharto, relatif pemainnya baru semua.
Meskipun terbiasa bermain dengan uang, namun Arifin mengaku memiliki batasan dalam memainkan uangnya. Sayangnya, proses politik atau proses pengambilan keputusan politik, ternyata uang yang berbicara. Padahal, meskipun ia seorang pebisnis, tetapi ia mau bisnis tanpa uang. Meskipun ia mengaku, cara bisnisnya memang tidak sebersih di AS. Di negara itu, mentraktir makan di atas 100 dollar AS sudah termasuk kategori sogokan. Ia tidak begitu amat, tetapi mendambakan good government and corporate governance, supaya bisa membuat bangsa ini ke depan lebih baik.
Ia berhitung, hari ini, uang dihabiskan untuk apa saja. Ia mau menghitung berapa total uang yang dikeluarkan dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia, yang akan membebani APBD setiap daerah. Jangan lupa, itu uang rakyat dari pajak. Kalau pemimpinnya main, tentu menggelembungkan dana proyek, tentu bawahan juga ikut ambil bagian. Dengan demikian korupsi akibat kedudukan bisa menimbulkan efek berantai, jika dana diselewengkan Rp 1 triliun, uang rakyat yang bakal hilang sekitar Rp 10 triliun untuk pemilihan kepala daerah.
Perkenalannya lebih mendalam dengan dunia politik adalah ketika partai-partai baru bermunculan tahun 1998-1999 setelah lengsernya Soeharto dari kursi presiden. Pada awalnya, Arifin menjalin hubungan dengan berbagai tokoh politik, baik tokoh masyarakat yan sudah lama dikenal maupun tokoh yang baru muncul. Saat deklarasi partai baru dilangsungkan, Arifin kerap menghadirinya. Namun, akhirnya pilihannya jatuh ke PDI Perjuangan yang dipimpin Megawati Soekarnoputri. Bersama PDIP, Arifin pun melenggang menuju Senayan sebagai anggota DPR/MPR.
Untuk kategori pemain baru di dunia politik, sebenarnya karir politik Arifin terbailang bagus. Ia bisa duduk di jajaran DPP partai peraih suara terbanyak dalam pemilu. Ia pernah memimpin lintas fraksi, juga menjadi Ketua Fraksi PDIP MPR. Namun, dunia politik memang seperti cuaca yang cepat berubah. Arifin yang kerap dikenal sebagai anak “indekos” di partai berlambang banteng merah gemuk itu dianggap sudah kurang loyal kepada partainya dan mulai memihak lawan partai politiknya bernaung.
Arifin Panigoro yang dulu dianggap sebagai inspirator pembangunan jalan mulus Presiden Megawati menuju kursi kepresidenan, kini dianggap sebagai anak yang nakal. Isu pun merebak bahwa Arifin bakal dipecat. Namun, hingga saat ini, isu tersebut tidak berbuah menjadi kenyataan.
Terhadap isu tersebut, ia berpendapat kalau dirinya dikeluarkan, sepertinya ia harus membuat acara perpisahan dengan teman-teman. Tetapi, sebetulnya ia sudah memikirkan untuk keluar. Menurutnya, kalau dikeluarkan dirinya akan lebih senang. Seperti orang kerja, kalau berhenti tidak dapat pesangon, kalau diberhentikan malah dapat pesangon.
Meskipun siap untuk keluar, namun mengenai masa depan politiknya masih belum jelas, dan ia sendiri masih belum bisa mengira-ngira ke mana akan berlabuh. Hal itu terjadi karena dari tahun 1998 ia termasuk non-partisan, meskipun belakangan bergabung ke partai. Awalnya, ia datang pada setiap acara peresmian partai baru, sampai akhirnya bergabung dengan PDIP.
Arifin menganggap dirinya sebagai seorang oportunis yang iseng-iseng. Atau ia hanya ingin ada lima tahun periode yang lain, tidak hanya menjadi seorang pengusaha.Tetapi yang pasti, hematnya, konyol jika berhenti lalu serta-merta melawan PDIP, apalagi mau menggulingkan Megawati.
Jika benar-benar mundur dari dunia politik, kemungkinan ia akan relaksasi dan bermain golf di Paris atau mencari sekolah khusus untuk mereka yang sudah berumur di kota yang mempunyai makanan yang enak-enak. Mungkin enam bulan istirahat dulu.
Ia juga termasuk orang yang respek terhadap cendekiawan muslim Noercholish Madjid (Cak Nur). Menurutnya, Cak Nur itu bukan politikus, tetapi berminat jadi presiden. Ketika pertama kali mengemukakan minatnya jadi presiden Arifin termasuk orang yang awal-awal mendatangi dan bertanya, ternyata jawabannya memang mau. Pikirnya, siapa pun ini, dia dari unsur yang berbeda dibandingkan politikus yang lain. Dengan demikian bisa menjadi ukuran moral, sebab moral juga harus terukur. Paling tidak, politikus ada malu-malu sedikit. Jadi, pencalonan Cak Nur, sebenarnya dapat meningkatkan kualitas pertandingan.
Mengenai kehidupan keluarganya, suami dari Raisis A Panigoro cukup bahagia. Anak-anaknya sudah besar, bahkan yang tertua Maera Hanafiah sudah menikah dan sebentar lagi dikarunia anak kedua. Adapun yang bungsu Yaser Mairi sedang menambah pendidikan di Singapura pada bidang IT. Sekarang, meskipun agak telat, ia sadar, kalau dirinya kurang memberikan perhatian kepada anak-anak, karena jam kerja yang ngawur. Sekarang, sejak sekolah di luar negeri, anak-anaknya seakan-akan lupa dengan orang tua.
Meskipun anak-anak itu bersekolah di luar negeri, namun tidak ada yang secara khusus disiapkan menggantikannya. Anak pertamanya seorang ibu rumah tangga, anak kedua tidak dipersiapkan untuk itu. Prinsipnya, Medco bukan perusahaan keluarga, jadi sebaiknya dijalankan oleh profesional. Kebetulan, adiknya orang minyak. Jadi, Hilmi Panigoro duduk Medco.
Ia juga tidak akan memaksakan anak-anak untuk meneruskan usaha orang tuanya. Jika kapasitasnya sudah dipenuhi, silakan saja kalau mau meneruskan. Ia mengaku tidak takut jika perusahaannya dipegang oleh orang lain, toh semua aset, cadangan tidak ke mana-mana.
Meskipun kini sudah menjadi "raja minyak", suami dari Raisis A Panigoro ini mengaku, kaya itu relatif. Dia mengaku tak pernah menghitung, apakah dirinya kaya atau tidak, sebab semua hidup yang dijalani terus menggelinding. Baginya, disebut kaya itu relatif, kalau di Indonesia, seperti dirinya memang sudah menonjol. Sebagai orang yang beberapa kali dicekal untuk bepergian ke luar negeri, ia pun bertanya untuk apa kekayaan itu.
Sebagai orang yang romantis, ia mengaku merasa benar-benar kaya, kalau berada dalam satu konser musik yang benar-benar disukai. Seperti saat ini, setelah bisa menikmati alunan gamelan Jawa, maka setiap mendengar musik Jawa itu sebelum tidur, dia merasa kaya. Jadi, baginya kaya cukup sederhana, bukan harta melimpah atau kekuasaan.
Arifin juga sadar, suatu saat akan pendiun sebagai orang perminyakan. Namun, tidak berarti ia akan berdiam diri. Ia merencanakan untuk memfokuskan ke Medco yang lain yaitu di bidang agrobisnis. Sekarang ini orang sedang banyak bicara tentang pertanian. Masalah minyak goreng yang masih kurang kelapa sawitnya. Mungkin itu adalah salah satu pelabuhan yang akan ditujunya kemudian.
Bersama Nurdin Halid (dalam kasus dugaan korupsi Dana Bulog), Pande Lubis (skandal Bank Bali), Muchtar Pakpahan (korupsi dana Jamsostek), Ricardo Gelael (kasus tukar guling tanah Bulog dengan Goro), Arifin yang sempat didakwa kasus penyimpangan Dana PT Jasindo, adalah termasuk deretan perkara korupsi kelas kakap yang telah divonis bebas, lepas, atau bahkan dihentikan oleh PN Jaksel.
Nama :
Arifin Panigoro
Lahir:
Bandung, 14 Maret 1945
Agama:
Islam
Isteri:
Raisis A Panigoro
Anak:
Maera Hanafiah
Yaser Mairi
Pendidikan:
Lulusan Jurusan Elektro, Institut Teknologi Bandung, 1973
Mengikuti Senior Executive Programme Institute of Business Administration di Fountainebleau, Prancis yang dikoordinir oleh Kadin, 1979
Pengalaman Kerja :
:: PT Meta Epsi Duta Corporation (Komisaris Utama), sejak 1989
:: PT Inti Persada Multi Graha (Presiden Direktur), sejak 1994
:: PT Meta energi Petrasanga (Komisaris), sejak 1994
:: PT Energi Patranagari (Komisaris), sejak 1994
:: PT Apexindo Pratama Duta (Komisaris) sejak 1987
:: PT Citra Panji Manunggal (Komisaris Utama) sejak 1987
:: PT Meta Epsi Engineering (Komisaris Utama) sejak 1983
:: PT Meta Epsi Antareja Drilling Co.(Komisaris Utama) sejak 1983
:: PT Bina Karya Pariwisindo (Komisaris) sejak 1981
:: PT Meta Epsi Sarana Graha (Presiden Komisaris) sejak 1994
:: PT Meta Epsi Agro (Komisaris) sejak 1994
Jabatan Politik:
Ketua Fraksi PDI-P MPR RI 2002-2003
Organisasi :
:: Yayasan Padamu Negeri (Ketua Umum) 1991-sekarang,
:: Ikatan Alumni Elektro ITB (Ketua I ) 1989-sekarang,
:: Persatuan Insinyur Indonesia (Ketua Umum) 1994
:: Ketua DPP PDI-Perjuangan 1999

YANGSUKSES-BAGIR MANAN


Rasa Keadilan Jangan Ternodai
 melalui proses panjang dan ketat, Guru Besar FH Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung kelahiran Lampung, 6 Oktober 1941, ini diangkat menjabat Ketua Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia. Kariernya di bidang hukum tergolong panjang. Ia pernah menjabat sebagai Dirjen Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman.

Sebelumnya, ia menjabat Direktur Perundang-undangan Ditjen Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman (1990-1995), serta dosen luar biasa di UI, UGM dan sejumlah perguruan tinggi lain.

Ayah dari tiga anak dan suami dari Dra Hj Komariah ini juga menjabat sebagai Rektor Universitas Islam (Unisba) Bandung. Ia alumnus FH Unpad (1967), Master of Comparative Law Southern Methodist di University Law School Dallas Texas AS (1981), dan doktor ilmu hukum tata negara lulusan Unpad tahun 1990.
Sebelum dipilih menjabat Ketua MA, ia menjabat Wakil Ketua Komisi Ombudsman Nasional dan mempunyai tujuh lokal tanah yang terletak di Jawa Barat dan Lampung. Tiga lokal yang berada di Jabar masing-masing seluas 400 meter persegi (di Cibeunying Kecamatan Cicadas, Bandung), 690 meter persegi (di Cipadung Kecamatan Cibiru, Bandung), dan 400 meter persegi di kompleks Perumahan Unpad, Jatinangor.
Selain itu ia mempunyai tiga mobil, yaitu sedan merek Toyota Corolla 1.600 cc tahun 1995, sedan merek Mitsubishi Lancer 1.500 cc tahun 1992, dan jeep merek Toyota Land Cruiser Hardtop tahun 1980. Bagir juga pemilik tabungan dan deposito di BNI kantor cabang Unpad senilai Rp 55 juta, serta di Bank HSBC cabang Bandung sebesar Rp 30 juta.

Perkara Korupsi
Bukan berarti apriori menginginkan orang dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Pelakunya harus dibui. Itu tergantung pembuktiannya. Tapi, rasa keadilan masyarakat jangan ternodai.
Bisakah kita berharap hukum akan segera ditegakkan di negeri ini? Sayang, masih banyak yang menyangsikan. Betapa tidak? Mahkamah Agung (MA) saja, sebagai benteng terakhir keadilan yang kini sudah diisi hakim-hakim agung nonkarier, dinilai belum mampu memberikan putusan yang pasti dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Untuk mengetahui kinerja MA itu Barly Haliem Noe mewawancarai Ketua MA Bagir Manan di kantornya belum lama ini. Berikut petikannya:
Beberapa waktu lalu Anda membentuk tim klarifikasi untuk meninjau beberapa putusan majelis hakim agung. Bisa diungkapkan hasilnya?
Ada dua tim. Tim pertama menyangkut klarifikasi perkara Tommy Soeharto dengan anggota Pak Bustanul Arifin, Pak Purwoto, dan Pak Djoko Sugianto. Tim kedua beranggotakan Pak Adnan Buyung, Pak Suhadibroto, dan Pak Johansyah baru kita bentuk untuk perkara Joko Tjandra. Untuk yang Tommy Soeharto, laporannya sekarang sedang disusun tim kecil di sini untuk disatukan dan sedang dibuat kesimpulan-kesimpulan. Untuk perkara Joko Tjandra kan baru timnya yang dibentuk. Yang jelas, saya tidak akan menunda-nunda sanksi untuk hakim-hakim suap.
Anda sekarang menyebut itu tim klarifikasi, tapi kok sebelumnya disebut sebagai tim eksaminasi?
Yang omong tim eksaminasi pasti bukan Ketua MA. Itu yang omong surat kabar, ha, ha, ha…. Kami tidak membentuk tim eksaminasi, dan itu berarti kita tidak sedang melakukan eksaminasi. Ini jelas beda.
Eksaminasi itu sempit, karena hanya untuk menguji apakah putusan itu secara teknis benar atau tidak. Sedangkan klarifikasi itu bukan hanya melihat teknis putusan, melainkan juga melihat aspek lain. Misal, apakah putusan itu diambil berdasarkan kolusi apa enggak. Ada korupsi apa enggak.
Untuk sampai ke situ, tidak bisa hanya dengan eksaminasi, karena eksaminasi hanya memeriksa teknis putusannya. Kemudian, andai hasil eksaminasi itu mengatakan salah, apa tindak lanjutnya? Kan enggak ada apa-apa. Upaya hukum untuk mengoreksi itu sudah tidak ada lagi. Makanya, yang penting kita bisa menemukan latar belakang keputusan itu; membuktikan ada apa-apa tidak dengan kesalahan putusan itu.
Berarti, hasil kerja tim klarifikasi itu mestinya lebih tegas dan keras ketimbang tim eksaminasi, ya?
Ya, mestinya. Kita kan ingin mengungkap bila ada laporan keganjilan atau kejanggalan dalam suatu putusan. Ini juga menyangkut apakah putusan ini diperoleh secara jujur, ada kolusi, ada main mata, atau bagaimana. Saya beri tahukan saja, salah satu bagian klarifikasi untuk perkara Tommy Soeharto dalam ruislag Bulog itu ada hakim agung yang dituduh menerima uang suap Rp 5 miliar. Karena itu, saya bilang, ”Kalau cukup alasan saja ada penyimpangan, enggak perlu indikasi, teruskan saja pada penyidikan.” Saya sudah menelepon Kapolri untuk itu, dan beliau menanggapi positif. Itu salah satu bagian klarifikasi. Kalau sampai terbukti putusan itu dibuat berdasarkan tindak kriminal, baru kita menetapkan sanksi yang sangat tegas.
Kalau sudah melibatkan polisi, paling tidak ada indikasi awal, dong?
Ha, ha, ha…. Jangan terlalu cepat meminta hasilnya. Berilah kami waktu. Sebab, untuk memeriksa berkas setebal ini (seraya mengembangkan tangannya) saja perlu berapa lama untuk membaca satu per satu? Polisi perlu waktu juga, dong. Kalau semua ingin yang cepat-cepat, itu omong kosong. Sebab, targetnya bukan lagi menemukan bahwa putusan itu secara teknis salah. Targetnya kan sampai pada putusan itu dibuat berdasarkan tindakan kriminal atau tidak. Kalau hanya putusan, sudah tidak ada lagi yang bisa dikerjakan atau digali.

Kalau sanksinya lebih tegas, jangan-jangan nanti hakim agung di MA makin habis?
Ha, ha, ha…. Saya punya satu kesimpulan: klarifikasi itu jelas lebih tegas. Yang perlu Anda catat, ini tidak hanya cukup berhenti sampai kesimpulan. Yang ada di otak saya bukan itu. No! Kalau hanya eksaminasi seperti itu, kan hanya pekerjaan ilmiah. Paling-paling nanti hakimnya hanya dinilai secara unprofessional conduct dalam pengambilan putusannya.
Kita harus sudah bicara kenapa ada unsur-unsur itu. Serahkan saja sama tim yang sekarang sedang membuat laporan-laporannya. Kalaupun hasilnya sedemikian buruk seperti yang Anda katakan, enggak masalah. Lebih baik hakim agungnya sedikit dengan integritas moral tinggi daripada banyak tapi merugikan.
Untuk kasus Tommy, Anda kan pernah memberikan pendapat hukum bahwa dia harus menjalani utang penjara 18 bulan sesuai putusan kasasi. Tapi, nyatanya jaksa tidak segera menjalankannya. Bagaimana ini?
Wah, itu saya tidak tahu kenapa. Kalau hakim tidak segera melaksanakan putusan, tentu akan segera saya tegur. Tapi, kalau jaksa, itu bukan wewenang saya. Siapa? Harusnya tahu. Yang jelas, kita sudah memberikan jalan atas kebuntuan proses hukum saat itu.
Jaksa Agung meminta pendapat hukum kepada saya, dan saya sudah memberikan pendapat seperti yang dia minta. Kalau ternyata tidak dilaksanakan, itu hak Jaksa Agung. Kewenangan itu bukan tanggung jawab kami.
Pemeriksaan tim klarifikasi kan terkait dengan orang-orang dalam. Apa tidak menimbulkan gejolak internal MA. Maklum, orang kan tahunya hakim-hakim itu jarang bersih dari suap, sementara pemeriksanya orang dari luar?
Oh, tidak. Sebab, di sini, khususnya antarpimpinan kan sudah ada kesepakatan bahwa tim klarifikasi harus dibentuk; apa pun hasilnya. Kita juga sudah sepakat, sekalipun kita mengambil dari luar, jangan sampai menghambat penegakan wibawa MA.
Memang, sempat ada yang menanyakan komposisi tim ini karena —seperti yang sudah menjadi kelaziman selama ini— tim pemeriksanya orang-orang dalam sendiri. Apa pun timnya, kalau dari dalam, orang akan selalu meragukan integritasnya. Maka, untuk merespon suara dari luar itu kita ambillah orang dari luar.
Apakah hasil klarifikasi ini bakal disandingkan dengan perkara-perkara terkait? Sebab, beberapa kasus tindak korupsi kan dilakukan bersama-sama, tapi vonisnya berlainan. Sebutlah Gubernur BI Sjahril Sabirin diputus bersalah, sementara Joko Tjandra dan Pande Lubis bebas?
Oh, kita enggak pernah berorientasi pada putusan-putusan lain. Kita betul-betul fokus pada materi yang bersangkutan saja. Kecuali satu putusan sudah menjadi doktrin umum, yurisprudensi, itu bisa saja seorang hakim mempertimbangkan putusan-putusan lalu dengan kasus-kasus yang berjalan. Okelah, dikatakan satu perbuatan dilakukan bersama-sama tapi vonisnya beda. Tapi ingat, klarifikasi ini terkait dengan latar belakang putusan; bukan untuk melakukan klarifikasi terhadap perkara yang diputuskan.
Tentunya pembuktian keterkaitan antarterpidana atau antarterdakwa atau antarcalon terdakwa dilakukan jaksa; bukan hakim. Hakim memutus berdasarkan dakwaan.

Pembuktiannya bukan wewenang hakim. Dari mana ceritanya untuk memutuskan satu perkara berdasarkan inisiatif hakim?
Berbahaya sekali. Pekerjaan kita itu satu-satu enggak ada pengaruh-pengaruhnya. Dan, putusan itu kan independen. Bahwa hakim memperhatikan ini, ya silakan. Tapi, bukan berarti harus ada satu garis kebijakan memperhatikan perkara lain. Itu sudah mencampuri.
Sekarang ini pengadilan menjadi sorotan karena kasus-kasus besar mulai disidangkan. Bahkan, beberapa majelisnya ada yang merangkap-rangkap segala. Persidangan Akbar Tanjung juga terlambat gara-gara ribut pindah tempat. Apa Anda tidak khawatir kinerja hakim akan makin tidak optimal?
Ya, kalau soal perkaranya, putusannya, sekali lagi saya katakan itu independen masing-masing hakim. Hanya, untuk jadwal sidang, bagaimana ini bisa terlambat? Makanya kemudian melalui Ketua Muda Pengawasan (Mariana Sutadi) kita tegur. Kalau nanti ditemukan unsur kesengajaan, jalurnya kita koordinasi dengan Departemen Kehakiman untuk mengambil tindakan atas kesengajaan itu.
Contohnya perkara praperadilan Ginandjar. Kemarin ada surat kabar yang salah besar menulis bahwa MA sengaja menyimpan perkara itu. Lo, gimana, sih. Wong malah Ketua MA-nya yang marah-marah karena tujuh bulan enggak sampai di sini; kok malah MA yang dimaki-maki dibilang menyimpan perkara Ginandjar. Yang begini ini saya tidak bisa terima.
Artinya, keterlambatan itu pun harusnya juga diperiksa. Mengapa sampai terlambat? Saya tidak bisa terima kalau alasannya komputer rusak. Itu enggak profesional. Itu enggak masuk akal.
Begitu saya menerima laporan ada pemalsuan putusan MA yang terjadi di pengadilan Jakarta Timur, saya langsung lapor sama Kapolri agar itu ditindak.
Pada kasus-kasus BLBI, Anda pernah menyatakan: jangan beleid pemerintah yang diadili, tapi soal penyelewengannya. Untuk itu, mestinya jaksa juga memperbaiki dakwaannya. Tapi, kelihatannya itu tidak juga dilakukan. Apa sebaiknya perlu ada tangan besi agar penegakan hukum tidak kebobolan lagi?
Ya, sekali lagi, saya juga tidak habis pikir. Mestinya, perkara korupsi yang jelas-jelas menyangkut kepentingan umum yang lebih luas harus diperhatikan betul. Kalau misalnya perlu waktu lama, tapi hasilnya optimal, enggak masalah. Daripada terburu-buru tapi hasilnya nol.
Misalnya, yang terbaru untuk perkara korupsi Rp 1,29 triliun dari Bank Servitia yang ada di Jakarta Barat. Itu kan hanya dihukum satu tahun, ya. Saya tadi baru saja ditelepon Jaksa Agung. Beliau bilang, ”Kenapa kok bisa begini?” Saya langsung bilang, ”Jaksa Anda suruh saja segera banding.” Harusnya jaksa itu memperbaiki dakwaannya. Jangan disuruh dulu. Kan kewenangan banding ada di mereka. Kalau tidak puas dengan hukumannya, segera saja banding.
Apalagi, sekarang dalam beberapa pasal KUH Pidana ada pidana maksimal, tidak ada minimal. Kita kan melaksanakan UU. Kalau memang sudah ketahuan korupsi, ya jangan jatuhkan minimalnya. Sudah ketahuan minimalnya lima tahun, jaksanya cuma menuntut lima tahun. Hanya, tentunya dakwaan jaksa juga harus bisa membuktikan itu, dong. Jangan perangkatnya sudah siap, tapi dakwaan penuh bolong. Bukan berarti saya menginginkan orang dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Tapi, rasa keadilan masyarakat kan ternodai. Itu korupsi Rp 1,29 triliun kan sudah terbukti.
Bagaimana dengan ulah terdakwa yang mengembalikan harta yang dikorupsinya untuk meringankan hukuman?
Semua orang juga bisa berjanji mau mengembalikan. Itu omong kosong saja. Semua orang bisa saja berjanji mau membayar, tapi setelah itu dilupakan. Beberapa kali ada kasus begitu, bukan hanya yang terakhir-terakhir ini diputus. Ada yang sudah berjanji di perdamaian, tapi akhirnya digugat lagi karena enggak dibayar juga. Itu di bidang hukum bisnis, ya. Apalagi ini kepada negara. Jadi, pengembalian hasil korupsi itu tidak menutup proses hukumnya.
Nah, dalam kasus dana nonbujeter Bulog, terdakwa Winfried Simatupang kan sudah mengembalikan duit Rp 40 miliar?
Ha, ha, ha… Jangan ngomongin perkara yang masih disidangkan. Makanya, antara polisi, jaksa, dan hakim harus ada komunikasi. Kalau dari sudut saya, selain surat resmi, tak henti-hentinya saya juga omong agar perkara-perkara korupsi itu betul-betul ditangani secara sungguh-sungguh. Dalam petunjuk kami, untuk perkara-perkara yang menjadi perhatian umum hendaklah jangan terlalu terikat pada formalitasnya selama tidak mengancam hak-hak orang. Jadi, masuk saja ke dalam pokok perkara agar kebenarannya ditemukan dalam pokok perkara itu. Kalau memang tidak terbukti, ya bebaskan. Termasuk juga soal BLBI.
Kita enggak bisa apriori, pelakunya harus dibui, tergantung nanti di pembuktiannya. Cuma, mencari bukti juga yang benar-benar, dong. Apalagi dalam perkara korupsi, mencari bukti itu kan sulitnya bukan main. Sebab, enggak mungkin korupsi pakai tanda tangan kwitansi. Itu bodoh bener koruptornya. Justru itu, karena enggak ada kwitansi itu, harus dibuktikan. Kalau sudah ada kwitansi, ada transfer bank, wah, kenapa harus ragu-ragu? Itu, sih, perkara mudah dan sederhana.
Hanya, misalnya dalam kasus Bulog ini, kan ada beberapa bukti yang ditolak jaksa karena wujudnya fotokopian. Padahal, sebagai bukti awal, harusnya bisa ditelusuri lebih lanjut, kan?
Nah, itulah. Harus responsif, dong. Apalagi perkara korupsi itu selalu saja melibatkan orang banyak. Dalam perkara Bulog ini kan terkait juga pembagian uang itu ke parpol. Menurut UU No. 2/1999 tentang Partai Politik, di Pasal 15, setiap tahun, 15 hari sebelum pemilu dan 30 hari setelah pemilu, semua parpol wajib melaporkan keuangannya atau sumbernya. Berdasarkan laporan itu, MA dapat meminta laporan itu diaudit. Kalau laporannya saja tidak diterima, dari mana bisa dilakukan audit?
Kita lihat beberapa kasus sangat cepat diajukan ke pengadilan. Ini kan menimbulkan dugaan adanya unsur politis atau setidaknya ada prioritas?
Dalam UU, istilahnya bukan prioritas. Menurut UU No. 31, perkara korupsi harus didahulukan. Dalam bahasa teknis kita, itu diartikan sebagai prioritas. Misalnya, kami tidak melihat kasus Ginandjar sebagai yang harus dilebih-lebihkan. Itu karena orangnya. Dia sama saja kedudukannya. Hanya, perkaranya kan ada dugaan korupsi. Karena UU mengatakan bahwa mengenai korupsi harus didahulukan, ya secara teknis harus diprioritaskan. Tapi, dalam peradilan, kedudukannya sama saja.
Nah, sekarang ini juga lagi hangat dipersoalkan mengenai putusan kasasi untuk praperadilan perkara Ginandjar. Putusan ini dianggap kontroversial dan menambah ruwetnya sistem hukum kita?
Mari kita baca KUHAP. Lihat di Pasal 77, 78, 79, 80, dan 81. Terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding. Jadi, tidak ada dalam KUHAP yang menyatakan tidak boleh kasasi. Tidak ada satu pun kata soal kasasi. Yang ada hanya soal boleh dan tidak boleh banding.
Ya, memang ini tafsir dan menimbulkan debat. Tafsir pertama, karena tidak boleh banding apalagi kasasi. Tapi, ada yang mengatakan, kalau yang dinyatakan boleh dan tidak boleh itu bandingnya saja, kasasi tidak disebut, berarti dibolehkan. Ini disebutkan dalam hukum acara. Padahal, hukum acara harus diikuti betul sesuai dengan bunyinya, tidak bisa ditafsir-tafsirkan begitu saja. Karena tidak dinyatakan kasasi dilarang, berarti kasasi boleh. Itu kesimpulan kita.
Jadi, tidak benar kalau orang mengatakan ini kekacauan. Sebab, ketentuannya sendiri yang menimbulkan beda pendapat. Pendapat mana pun boleh selama tidak keluar dari substansi KUHAP. Selain itu, kasasi untuk praperadilan bukan hanya terjadi pada Ginandjar. Sudah banyak sebelumnya. Kenapa kok Ginandjar yang diributkan dan diomongkan?
Proses untuk praperadilan ini saja kan sudah menyita banyak waktu. Bagaimana pendapat Anda?
Justru saya katakan, seperti kasusnya Ginandjar, kalau kita bisa segera masuk ke dalam pokok perkara, itu tidak hanya menguntungkan negara sebagai penuntut. Itu juga menguntungkan si terdakwa. Saya bukannya membantu terdakwa-terdakwa itu lolos, ya. Bukan. Kalau tidak masuk proses hukum, pendapat umumlah yang akan mengadili dia sebagai orang yang korup tapi tidak diadili. Tapi, kalau masuk ke pengadilan, dan dapat membuktikan dia tidak bersalah, artinya putusan pengadilanlah yang menyatakan tidak bersalah.
Jadi, saya berpikir, mengapa orang-orang ini takut sekali masuk ke pokok perkara? Kalau tidak bersalah, ya jangan takut masuk ke pokok perkara.
Selama ini yang diributkan soal pengadilannya, apakah peradilan biasa atau peradilan militer, karena Ginandjar itu latar belakangnya militer, sekarang sudah jelas?
ni cukup peradilan biasa. Sebab, sekarang ini ketentuan-ketentuan UU Korupsi dan ketentuan-ketentuan dalam perubahan UUD menyebutkan kalau militer melakukan tindak pidana umum atau korupsi, ya diadili di peradilan umum dan bukan peradilan militer.
Risiko Memimpin Orang Tua
Penumpukan perkara di Mahkamah Agung menjadi masalah klasik yang tidak terselesaikan hingga kini. Pertengahan tahun lalu ada 11.000 perkara kasasi dan peninjauan kembali yang menumpuk. Setengah tahun kemudian jumlahnya malah melesat menjadi 16.000 berkas. Hakim agung malas-malas? Ternyata, banyak hakim agung yang mulai pensiun, sementara DPR tak juga menentukan nama-nama calon pengganti mereka. ”Hari ini saya baru saja meneken 12 surat pensiun hakim agung,” kata Bagir, kelu.
Hingga akhir 2002, menurut Bagir, jumlah hakim agung tinggal 31 orang. Padahal, idealnya harus ada 52 hakim agung di MA. Akibatnya, beban kerja menjadi makin berat. Bila wajarnya seorang hakim agung memeriksa 50 perkara per bulan, sekarang menjadi 70-80 perkara per bulan. Ujung-ujungnya, Bagir pun kena semprot koleganya. ”Inilah risiko memimpin orang-orang tua. Tenaganya sudah melemah,” seloroh ayah tiga anak yang kelahiran Lampung, 6 Oktober 1941. Makanya ia mengusulkan agar persyaratan calon hakim agung itu diubah, sehingga ketika seorang hakim masuk ke MA tidak dekat dengan masa pensiunnya.

Nama:
Prof Dr Bagir Manan SH MCL
Lahir:
Lampung, 6 Oktober 1941
Agama:
Islam
Jabatan:
Ketua Mahkamah Agung RI
Isteri:
Dra Hj Komariah
Anak:
Tiga orang
Pendidikan:
- 1967, Sarjana Hukum Universitas Padjadjaran
- 1981, Master of Comparative Law, Southern Methodist University Law School Dallas, Texas, AS
- 1990, Doktor Hukum Tata Negara, Unpad, Bandung
- 1993, Program Belajar tentang Sistem Pemerintahan, The Academy for Educational Development, Washington, AS
- 1997-1998, Program Belajar Hukum Indonesia, Universitas Leiden, Belanda
Pekerjaan:
- 1968-1971, Anggota DPRD Kodya Bandung
- 1974-1976, Staf Ahli Menteri Kehakiman
- 1990-1995, Direktur Perundang-undangan Departemen Kehakiman
- 1995-1998, Dirjen Hukum dan Perundang-Undangan Departemen Kehakiman
- 2000-kini, Rektor Unisba, Bandung
- 2001-kini, Ketua MA

YANGSUKSES-BOB HASAN


Bob Hasan:
Motivator para Napi untuk Berkarya
 mujur masih berpihak pada Bob ‘Raja Kayu’ Hasan. Masa pengucilannya di penjara yang terkenal seram, LP Batu Nusakambangan, dipersingkat dari enam tahun menjadi tiga tahun. Karena berkelakuan baik, Bob diberi pembebasan bersyarat oleh Dirjen Pemasyarakatan Suyatno. Di balik terali besi pun, Bob menjadi motor penggerak para narapidana berkarya kerajinan batu mulia
Bob divonis enam tahun penjara oleh pengadilan karena tersangkut perkara korupsi. Semestinya Bob bebas bersyarat 11 Desember 2003. Namun keterlambatan proses administratif memperpanjang keberadaan Bob di LP Nusakambangan, penjara buat penjahat kelas kakap yang diwariskan pemerintah kolonial Belanda.
Bob, di era orde baru merajai bisnis perkayuan berkat kedekatannya dengan mantan Presiden Soeharto. Di antara puluhan konglomerat hitam di era Pak Harto, hanya Bob yang terkena jeratan hukum.
Kediaman Bob di Jalan Senjaya I Nomor 9 Kebayoran Baru, Jakarta, tampak lebih ramai di hari kebebasan Bob. Mobil-mobil mewah keluar-masuk dari rumah besar yang di dalamnya ada lapangan tenis dan kolam renang. Hari kebebasan Bob bersamaan dengan pengajian Jum’atan anggota Yayasan Iqra Qurani, dan puluhan anak asuh keluarga Bob.
Selain pengusaha, Bob dikenal sebagai tokoh olahraga. Meskipun baru lepas dari penjara, Bob masih dipercaya memimpin Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) sampai tahun 2008. Bob memegang jabatan itu selama tujuh periode berturut-turut sejak tahun 1976.
Memang jatuh bangunnya dunia atletik tidak bisa dipisahkan dari sosok Bob, anak angkat mendiang Jenderal Gatot Subroto. Gatot Subrotolah yang memperkenalkan Bob pada Pak Harto. Bob, meskipun hanya tiga bulan, pernah duduk di kursi Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Pengrajin Batu Mulia
Di balik terali besi pun, Bob masih mampu menjadi motor yang menggerakkan motivasi para narapidana. Kerajinan batu mulia di LP Batu Nusakambangan maju pesat berkat keteladanan dan kepiawaian Bob. Ia menggunakan uangnya untuk memajukan kerajinan yang memberi ketrampilan dan pekerjaan bagi para Napi. Di dalam penjara pun, Bob masih memimpin puluhan perusahaannya.
Kerajinan batu mulia sebenarnya sudah lama dirintis di penjara tersebut, tetapi dikerjakan sambil lalu. Batu mulia yang diproses para napi diambil dari kerikil sungai di kawasan Pulau Nusakambangan. Dengan peralatan seadanya, para napi memproses kerikil tersebut menjadi batu cincin dengan bentuk ala kadarnya.
Kehadiran Bob selama tiga tahun di Nusakambangan langsung membawa angin segar bagi para Napi dan petugas LP. Sebagai seorang tokoh berpengaruh, naluri positif Bob Hasan langsung bekerja.
Bob membiayai keberangkatan dua staf LP ke Bandung. Mereka membeli seperangkat mesin batu mulia, dari yang tradisional sampai yang menggunakan tenaga listrik. Sesampai di penjara peralatan tersebut ditiru dan diperbanyak. Sebanyak 40 Napi direkrut di antara 160 Napi, dilatih ketrampilan membuat batu mulia. Mereka menjadi pekerja bengkel batu mulia.
Mereka diberi imbalan jasa Rp 4.500 setiap hari, di mana Rp. 500 harus ditabung, Rp 500 untuk beli susu penambah gizi, Rp 500 untuk mencicil sepatu dan sisanya diserahkan ke koperasi LP. Bahan mentah yang diproses adalah obsidian warna-warni.
Dengan desain yang sangat sederhana, produk LP Batu Nusakambangan yang diberi merek dagang Island Jewels dan embel-embel, exotic crystals from the heart of volcano atau eksotik kristal dari jantung gunung api, langsung menembus pasar domestik dan internasional.
Bob menyadari bahwa batu mulia yang diolah bukanlah batu mulia asli, tetapi batu mulia tiruan yang dihasilkan pabrik kaca. Yang jadi masalah, produk Island Jewels sudah terlanjur merebut hati para penggemarnya. Hampir saja Bob menutup bengkelnya. Tetapi tidak ia sampai kehilangan akal. Bob mendatangkan bahan baku batu mulia asli dari India.
Bengkelnya bergairah kembali, para karyawannya tidak kehilangan pekerjaan. Bengkel Bob malah menambah karyawan dari 40 menjadi 60 Napi.
Tetapi bagaimana nasib bengkel itu setelah kebebasan Bob? Mungkin Bob tetap membina mereka dari luar penjara. Cabang-cabang produksi batu mulia merebak di Cilacap dan Pacitan, memberi sumber penghidupan bagi banyak orang. Bob tetap diharapkan oleh para pengrajin tidak melupakan kerajinan batu mulia. Yang disayangkan, Indonesia mengalami kelangkaan bahan baku karena batu mulia mentah mengalir deras ke luar negeri.
Tetap Dihormati
Naluri Bob tidak berubah, baik ketika berada di luar maupun di balik tembok penjara. Ia pandai membuka peluang, kemudian mengembangkannya menjadi bermanfaat bagi banyak orang.
Bob (73) juga pernah menjadi Ketua Umum PB PABBSI (angkat besi), PB Percasi (catur), PB Persani (senam) dan Presiden Asosiasi Atletik Amateur Asia (AAAA). Kini ia masih tercatat sebagai anggota kehormatan IOC dan salah satu Wakil Presiden OCA (Komite Olimpiade Asia). Sementara di KONI Pusat, Bob Hasan empat periode menjadi pengurus teras. Terakhir di era kepengurusan Wismoyo Arismunandar, ia duduk sebagai wakil ketua umum.
Keberhasilan ini menjadikan Bob tokoh yang tetap dicintai, disegani, dan dihormati, di manapun ia berada. Kunjungan 50 atletik, pelatih, dan ofisial, 18 Desember 2003, ke LP Batu Nusakambangan, usai mengukir prestasi di arena SEA Games XXII, Vietnam, menggambarkan kecintaan mereka pada Bob.
Bob dua kali mendapat predikat Pembina Olah Raga Terbaik dari SIWO/PWI Jaya, 1980 & 1984. Juni 1984, Bob menerima penghargaan Goldene Ehren Packeten dari Persatuan Atletik Jerman Barat (DLV) untuk jasa-jasanya meningkatkan hubungan atletik Indonesia-Jerman Barat. Dan, September 1985 Bob bersama Amran Zamzami dan Tahir Djide menerima tanda penghargaan pemerintah RI untuk Pembina Olah Raga Terbaik.
Keterlibatan The Kian Seng, nama asli Bob, dalam atletik bermula dari rasa sakit pada bagian belakang lehernya kalau tangannya digerakkan keluar. Atas anjuran seorang teman, ia melakukan olah raga lari dan senam. Ternyata, manjur, Bob belakangan berlari paling sedikit 5 km sehari. Kalau tidak lari, badannya merasa sakit. Lewat dukungan dana dari belasan perusahaan, Bob menghabiskan milyaran rupiah untuk pembinaan olah raga, khususnya atletik. Ia juga gemar bermain golf, yang dilakukannya dua kali seminggu. Bob turut duduk dalam kepengurusan Persatuan Golf Indonesia (PGI).
Bob sendiri ‘maniak’ olah raga lari. Belasan tahun ia setiap hari berlari mengitari Stadion Utama Senayan, Jakarta, atau naik turun bukit kecil di depan stadion. Ketika berlari, Bob tidak memilih waktu, hari hujan atau di siang bolong. Kalau sedang di luar negeri, dan menginap di hotel bertingkat, ia pantang naik lift, tetapi lebih suka mendaki dari satu anak tangga ke anak tangga berikutnya.

Nama :
Mohammad Bob Hasan
Lahir :
Semarang, 1931
Agama :
Islam
Karir :
-Direktur Utama: PT Kalimanis Plywood
-PT Wasesa Lines
-PT Pasopati Holding Company
-PT Karana Shipping Lines
-PT Hutan Nusantara
-PT Lifetime Assembly of Watch and Electrical Equipment
-Preskom PT McDermott Indonesia, dan lain-lain
Kegiatan Lain :
- Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI)
- Ketua Umum PB PABBSI (angkat besi)
- PB Percasi (catur)
- PB Persani (senam)
- Presiden Asosiasi Atletik Amateur Asia (AAAA)
- Anggota Kehormatan IOC
- Wakil Presiden OCA (Komite Olimpiade Asia).
- Ketua Umum Apkindo (Asosiasi Pengusaha Kayu Lapis Indonesia)

YANGSUKSES-FADEL MUHAMMAD

Fadel Muhammad
Berbekal Haqqul Yakin
Modal Fadel dalam berusaha adalah haqqul yakin, keyakinan kuat. Tantangan itu bukan hambatan, kalau dihadapi dengan ulet dan tekun, serta kerja keras, tidak ada masalah. Selalu ada problem solving. Salah satu yang paling tidak disukai Fadel adalah, bila ada temannya yang tidak mau berusaha mencari jalan keluar dari persoalan yang dihadapinya sendiri atau problem yang dihadapi bersama. “Allah tidak akan mengubah nasib seseorang jika orang itu sendiri tidak berusaha merubahnya,” (Fadel Muhammad).
Fadel selalu berfikir, kalau orang lain bisa kenapa kita tidak. Ia memang punya watak selalu ingin maju. Sebagai contoh, ketika Bukaka membuat mesin asphalt sprayer (aspal semprot). Percobaan-percobaan di bengkel Bukaka itu selalu gagal. Hasil yang keluar dari mesin adalah bubur, bukan aspal. Fadel penasaran. Mesin yang dikerjakan berhari-hari itu dibongkar. Lalu ketahuan bahwa komponen magnet dan motornya nggak jalan. Begitu komponennya diganti, bagus hasilnya. Bagi Fadel dkk, selama masih bisa dicoba nggak ada kata menyerah.
Fadel berprinsip “Man jadda wa jadda” siapa yang berusaha akan berhasil juga akhirnya. Tetapi semua itu ada batasnya. Kalau semua cara sudah dicoba, masih mentok juga, apa boleh buat, tidak perlu kecewa, Tawakal kepada Allah SWT, ujar Fadel yang menunaikan hajinya tahun 1989.
Keberhasilan seseorang menurut Fadel, disamping kerja keras dan terus menerus, sangat tergantung pada, pertama, kemampuan diri sendiri. Kedua, kesempatan untuk mengembangkan diri. Ketika, strategi untuk mencapai keberhasilan.
Menurut Fadel, setiap orang memiliki potensi untuk menjadi pengusaha. Yang penting, asal mau berusaha mengasah potensi itu. Tetapi tidak setiap orang berpotensi, mendapatkan kesempatan mengembangkan potensinya. Untuk mendapatkan kesempatan ini, jelas dibutuhkan strategi yang tepat. Strategi inilah yang akan menentukan, apakah seseorang akan menjadi ‘risk taker’ (pengambil risiko), atau ‘risk orderer’ (pengatur risiko).
Perbedaan yang tajam antara kedua tipe pengusaha ini adalah: Seorang risk – taker cenderung untuk berspekulasi. Tanpa memperhitungkan secara cermat, ia mencoba setiap kemungkingan. Seorang risk-orderer akan memperhitungkan risiko terkecil sekalipun, terhadap rencana-rencananya. Sesuai dengan prinsip dasar ekonomi.
Menurut Fadel kesuksesan seseorang tergantung pada kemauannya yang kuat, rasa percaya diri yang tinggi, dan kemampuannya menghitung risiko. Kemauan akan mendorong kegigihan untuk berusaha. Hal ini mempengaruhi dan dipengaruhi oleh empat hal yaitu, Pertama, Orang tua, terutama ibu sebagai pendidik masa awal. Kedua, pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan agama. Ketiga, lingkungan, dan keberuntungan atas kemampuan membaca kesempatan, Keempat, rasa percaya diri.
Rasa percaya diri menurut Fadel, dipengaruhi oleh diberikannya kesempatan untuk maju, sehingga menyadari potensi diri yang sebenarnya. Sedangkan kemampuan menghitung risiko dipengaruhi oleh:
a. Tingkat kesabaran usaha yang tinggi
b. Perenungan yang mendalam, sehingga ide itu dapat mengkristal dalam pikiran. Jangan cepat bosanlah.
Syarat-syarat di atas merupakan persiapan mental seorang pengusaha pemula untuk mencapai kematangan. Untuk itu harus ada tiga fase yang dilalui yaitu:
1. Fase New Venture (awal) – tingkatan penemuan ide dan pelaksanaan ide itu sendiri.
2. Fase Puberty – Masa pencarian identitas usaha yang mampan
3. Fase Mature (propesional) – Sudah matang dan mampu mendatangkan keuntungan.
Tingkatan-tingkatan tersebut harus dilalui secara berurutan. Tidak boleh melompat-lompat. Falsafah utamanya adalah: “Jangan dulu memperbesar usaha, sebelum dasar usaha – yang menjadi tulang punggung perusahaan – diperkuat. Maka jangan heran kalau pabrik Bukaka sampai sekarang tidak nampak mentereng. Sebab yang dipentingkan adalah kekuatan pabrik itu sendiri, baik peralatannya yang lengkap maupun sumber daya manusianya,” tutur Fadel.
Kini, Fadel telah mencapai sukses. Ia mampu menafkahi ibu dan saudara-saudaranya, setelah ayahnya meninggal tahun 1988. ia pun sudah memiliki keluarga yang sejahtera. Apalagi yang ia cita-citakan? “Saya ingin mempekerjakan lebih banyak orang. Ingin membagi keberhasilan ini kepada orang lain. Disamping itu, saya ingin agar “Today is better than yesterday” hari ini lebih baik dari hari kemarin,” ujarnya.
Fadel memang punya nilai di mata bangsa kita. Dengan modal rasa percaya diri yang kuat plus semangat yanga keras, Fadel menjadi salah seorang Putra Indonesia yang mampu menjadi kebanggaan bangsanya.

YANGSUKSES-KRISTIONO


Kristiono :
Murni Biru Telkom
 Utama PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (PT Telkom) ini meniti karir dari Telkom ke Telkom. Dia Murni Biru Telkom! Pertama kali menjabat Dirut pada Juni 2002. Sempat diisukan akan diganti akibat masalah laporan keuangan tahun 2002 yang ditolak oleh Badan Pengawas Pasar Modal Amerika Serikat (US SEC), serta adanya gejala ketidakkompakan di lingkungan sesama direksi. Namun RUPS-LB PT Telkom di Jakarta, 10 Maret 2004 menetapkan kembali lulusan ITS Surabaya (1978) kelahiran Solo 12 Februari 1954 ini sebagai direktur utama.
Padahal sebelumnya santer terdengar nama orang nomor satu di PT Indosat Tbk Widya Purnama akan diplot ke Telkom. Isu lain berbunyi Menneg BUMN Laksamana Sukardi yang juga Bendahara DPP PDI Perjuangan sebagai wakil pemerintah yang pemegang saham terbesar telah mengantongi lima nama kandidat baru tanpa menyelipkan nama Kristiono. Kesimpulam kelima nama Laksamana peroleh setelah mengadakan uji kepatutan dan kelayakan (fit and propher test) terhadap 30 nama calon baik yang berasal dari dalam maupun luar Telkom. Kelima nama itu adalah Adeng Achmad, Bambang Riadi Umar, Sudiro Usno, Bajoe Narbito, dan Woeryanto Soeradji.
Nama Kristiono Ketua Ikatan Keluarga Alumni Institut Teknologi Sepuluh November (IKA-ITS) Surabaya periode tahun 2004-2007 hanya selintas saja terdengar masih memperoleh kepercayaan dari pemegang saham. Suara kecil sayup-sayup ini pun dianggap berbagai kalangan sebagai formalitas dan penghargaan belaka saja terhadap dirinya sebagai orang lama yang bakal “digusur”. Pasalnya pergantian direksi dan komisaris PT Telkom secara prematur diintroduksi adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban bersama atas masalah laporan keuangan tahun buku 2002 yang ditolak oleh Badan Pengawas Pasar Modal Amerika Serikat (US SEC), serta adanya gejala ketidakkompakan di lingkungan sesama direksi.
Nama Suryatin Setiawan juga tetap dipercaya sebagai direksi hanya saja mengalami rotasi menjadi Direktur Bisnis Jasa menempati posisi yang sebelumnya diisi Garuda Sugardo. Anggota direksi baru adalah Abdul haris sebagai Direktur Bisnis Jaringan menempati posisi yang ditinggalkan Suryatin Setiawan, Rinaldi Firmansyah Direktur Keuangan mengantikan Guntur Siregar, serta Woeryanto Soeradji Direktur SDM dan Bisnis Pendukung menggantikan Agus Utoyo. Di jajaran komisaris “si Manajer Satu Miliar” Tanri Abeng dipilih menjadi Komisaris Utama menggantikan Bacelius Ruru. Anggota komisaris lain adalah P Sartono, Arif Arryman, Anggito Abimanyu, dan Gatot Trihargo.
Masa jabatan direksi baru berlaku sejak 10 Maret 2004 hingga RUPST tahun 2005 sedangkan komisaris berlaku hingga tiga tahun sampai RUPST ketiga mendatang. Padahal masa jabatan komisaris lama yang baru diganti sesungguhnya masih berlaku hingga pelaksanaan RUPST 2004 yang direncanakan Mei 2004, dan direksi lama seharusnya baru akan berakhir pada RUPST tahun 2005. Walau demikian masyarakat sudah banyak mafhum bahwa di lingkungan PT Telkom pergantian direksi selalu dilakukan sebelum masa bakti berakhir lima tahun.
Berkarir dari bawah
Ayah tiga orang anak alumni ITS Surabaya jurusan Teknik Elektro tahun 1978 ini pertamakali memasuki Telkom persis begitu lulus kuliah sebagai maintenance engineer. Kemudian selama enam tahun dia dipercaya sebagai kepala urusan teknik sentral telepon antara tahun 1982-1988. Dari situ dia dikirim selama dua tahun ke Denpasar sebagai Deputi Kawitel VII Denpasar antara tahun 1989-1990. Kemudian dia diangkat selama tiga tahun menjadi kepala subdit bina program perlengkapan, setelah itu sebagai Kepala Proyek Telkom IV antara tahun 1992-1994.
Dia kemudian “dikembalikan” ke Surabaya untuk memangku jabatan Kepala Divisi Regionel V Jawa Timur selama enam tahun, antara tahun 1995-2000. Dari Surabaya itulah dia langsung dipromosikan ke jajaran direksi sebagai direktur perencanaan dan teknologi antara tahun 2000 hingga Juni 2002 di bawah kepemimpinan Mohammad Nazif. Bulan Juni 2002 adalah masa terpenting bagi dia saat terpilih sebagai direktur utama menggantikan bosnya sendiri, Mohamad Nazif.
Kristiono peminat hobi membaca dan olahraga khususnya sepakbola, bulu tangkis dan golf itu adalah Ketua IKA-ITS dengan mengalahkan dua nama besar Ir Muchayat seorang pengusaha dan mantan ketua KADIN Jatim alumni teknik kimia, serta Ir Sutjipto Sekjen DPP PDI Perjuangan yang alumni teknik sipil. Kedua saingan itu pada akhirnya memang mengundurkan diri secara elegan dengan alasan masing-masing sehingga ketiganya tidak sempat berbenturan kepentingan. Sutjipto misalnya, beralasan mempunyai kesibukan sebagai pengurus partai.
Kesediaan Kritiono mengikuti bursa pemilihan IKA-ITS di awal Januari 2004 itu sesungguhnya cukup mengagetkan banyak kalangan. Sebab sebelumnya tidak banyak alumni yang peduli atau ingin merebut kursi itu sebelum mendengar nama besar Kristiono Dirut Telkom ikut meramaikan bursa kandidat. Para alumni tiba-tiba merasa peduli tentang calon ketua sambil mulai menduga-duga sekaligus memunculkan beragam kecurigaan, misalnya keikutsertaan Kristiono dikaitkan dengan pelaksanaan Pemilu 2004. Isu yang lebih ramai terdengar adalah terdapat garansi dari sebuah kekuatan politik besar siapapun ketua IKA-ITS terpilih akan berpeluang besar duduk di kursi kabinet hasil Pemilu 2004.
Kristiono sendiri usai terpilih secara terbuka mengaku di hadapan wartawan bahwa dia diisukan membawa kepentingan politik. “Maklum, saat ini banyak ketua IKA PTN-PTN besar yang berada di bawah Pak Laks,” ujar dia merujuk nama Laksamana Sukardi pemegang kuasa pemerintah di semua BUMN.
Dalam pandangan sesama alumni lain Cahyana Ahmadjayadi yang mantan direktur utama PT Pos Indonesia dan kini menjabat Deputi Menkominfo, menyebutkan, niat Kristiono menjadi ketua bukan karena ambisi melainkan sebagai salah satu bentuk keterpanggilan sebagai seorang putra ITS. Semasa kuliah, menurut Cahyana Kristiono tidak begitu aktif di organisasi mengikuti mahasiswa seusianya yang banyak berorganisasi di luar kampus termasuk turun ke jalan bersamaan dengan peristiwa Malari tahun 1974. Usman, teman lain seangkatan Kristiono menyebutkan mantan Kepala Divre V Jawa Timur itu benar-benar biru murni orang ITS padahal mahasiswa sedang gencar-gencarnya menentang Malari.
Kristiono sendiri menyebutkan kesediaan dirinya memimpin IKA-ITS lebih dikarenakan keprihatinan melihat eksistensi alumni ITS. Disebutkannya, sebagai PTN terbesar berbasis teknologi di wilayah timur Indonesia peran alumni masih jauh dari harapan bahkan belum sehebat alumni ITB, UI, maupun UGM yang dikenal solid dan penuh percaya diri. “Alumni kita itu low profile bahkan cenderung merasa tidak percaya diri di ruang gerak lokal maupun regional,” kritik Kristiono penerima penghargaan Satya Lencana Pembangunan dari Presiden RI di tahun 1999.
Di lingkungan Telkom sendiri Kristiono tercatat pernah menerima “Penghargaan Masa Bakti 15 Tahun” pada 1 September 1993, dan lima tahun kemudian berubah menjadi “Penghargaan Masa Bakti 20 Tahun” pada 1 September 1998. Yang terbaru di tahun 2003 dia menerima penghargaan sebagai “Best CEO in Indonesia for the 2003 in Investor Relation Category” dari Institutional Investor Relation Group (IIRG) di New York, dan Kantor Berita Reuters Agustus 2003.
Selain penerima penghargaan satya lencana dan masa bakti serta posisi Ketua IKA-ITS beberapa pelatihan serta kursus-kursus yang diikuti telah membentuk Kristiono menjadi semakin matang dan siap secara manajerial profesional maupun secara leadership untuk memimpin sebuah perusahaan telekomunikasi berkelas dunia yang sukses mencatatkan penjualan saham di bursa New York Stock Exchange.
Masa pelatihan kaderisasi manajerial Telkom itu sudah dia ikuti semenjak tahun 1979 saat pertamakali mengikuti pelatihan Electronic Data Processing Concepts di NCR Corporation, tahun 1979.
Kemudian dia mengikuti pelatihan Telephone Switching Engineering di Kokusai Dheshin Denwa Co, LTD tahun 1982, Project Planner di Siemens tahun 1983, Pemeriksaan Operational PPA STAN tahun 1985, Cellular Radio di ITU tahun 1988, Kursus Staf dan Pimpinan III Telkom tahun 1990, Kursus Staf dan Pimpinan Gabungan BUMN, Lemhannas tahun 1992, Kursus Manajemen TOP 50 1996, serta Kursus Reguler Lemhannas KRA XXXII 1999.
Berbagai catatan emas itulah yang antara lain turut membuat resistensi dia praktis tidak ada saat diangkat mengantikan Muhammad Nazif sebagai orang tertinggi Telkom. Selain karena merupakan orang dalam dia sudah pernah menduduki berbagai jabatan strategis di lingkungan PT Telkom. Dengan penuh rasa percaya diri berpenampilan tenang sekaligus berwibawa di usia 48 tahun pada Juni 2002 itu dia memulai tugas dengan melakukan sejumlah pembenahan baru di lingkungan perusahaan yang sudah mencatat jumlah pelanggan telepon tetap sebanyak delapan juta pelanggan.
Jabatan sebagai orang tertinggi di sebuah perusahaan berkelas dunia yang ingin mendominasi permainan bisnis jasa telekomunikasi di lingkungan regional Asia Pasifik sesungguhnya adalah sebuah tugas yang berat bagi dia. Terlebih jika mengingat persaingan bisnis telekomunikasi yang sudah semakin ketat. Tetapi dengan latar belakang segudang pengalaman di dunia telekomunikasi dia menerima amanah itu dengan tetap tenang. “Pijakan saya dalam menjalankan tugas hanya satu yakni melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya apa pun bidangnya,” kata Kristiono.
Kehilangan kesempatan
PT Telkom awalnya mempunyai hak eksklusif sebagai penyelenggara jasa telepon lokal hingga tahun 2010 dan monopoli sambungan langsung jarak jauh (SLJJ) hingga tahun 2005. Namun semua hak itu harus berakhir sejak 1 Agustus 2002 hanya dua bulan setelah terpilih sebagai dirut mengikuti arahan dan semangat kebebasan berusaha yang dikandung Undang-undang Telekomunikasi baru. Bersamaan itu kepada Telkom mulai pula dibuka pintu sebagai penyelenggara jasa sambungan langsung internasional (SLI) yang sebelumnya diduopoli oleh PT Indosat Tbk dan PT Satelindo.
Kendati rasanya berimbang tapi dalam pengakuannya, “Telkom mengalami opportunity lost karena hak eksklusif yang semula diberikan hingga tahun 2010 untuk fixed line dan 2005 untuk jasa SLJJ diterminasi menjadi 2002 dan 2003,” terang Kristiono. Kebijakan baru UU Telekomuniasi mengarahkan operator menjadi penyedia jasa dan jaringan secara penuh atau full network and service provider.
Karena itu tanpa mau kehilangan akal atas penghapusan hak eklusifitas dia justru merasa tercambuk untuk segera melakukan perubahan di lingkungan Telkom. Dia mengajak seluruh karyawan siap menghadapi perubahan di bisnis jasa telekomunikasi. Ke depan, sebut dia, masyarakat pada akhirnya akan memilih perusahaan jasa telekomunikasi yang mampu memberikan pelayanan terbaik.
Untuk antisipasi penghapusan hak monopoli dan menjelang era globalisasi Kristiono mulai menggerakkan Telkom yang semula cenderung bergelut di jasa fixed line saja diperluas untuk mulai mendefinisikan bisnis informasi dan komunikasi (infokom). Dia merumuskannya sebagai PMVIS atau phone, mobile, view, internet, and service.
“Ke depan kami ingin menjadi perusahaan Infokom berpengaruh di kawasan Asia Tenggara, Asia, bahkan Asia Pasifik,” ujar dia sambil memulai kampanye visi dan misi baru Telkom yang berhasil ditelurkan oleh RUPS Luar Biasa Juni 2002 dari yang lama “To Become a Leading InfoCom Company in the Region” menjadi baru “To Become a dominant InfoCom player in the Region”. Istilah Infokom berarti layanan telekomunikasi yang mencakup jasa-jasa yang terkait dengan teknologi tinggi mulai dari telepon tetap, telepon seluler, TV Kabel, komunikasi data, sampai jasa-jasa berbasis internet protokol.
Jasa TelkomFlexi yang dibidani oleh Garuda Sugardo seorang “dewa” selular Indonesia saat menjabat direktur jasa bisnis adalah cikal bakal yang diproyeksikan akan menjadi sebuah megaproyek baru menuju era generasi ketiga telepon seluler. Menurut Kristiono TelkomFlexi sudah akan mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pendapatan Telkom mulai tahun buku 2004.
Dia mentargetkan TelkomFlexi akan memperoleh satu juta pelanggan baru di tahun 2004. Hingga Januari 2004 saja TelkomFlexi sudah berhasil mengantongi 550 ribu nomor pelanggan dan di akhir tahun 2005 diprediksi sudah mencapai 1,6 juta pelanggan. ‘’Telkom Flexi akan menjadi sumber pendapatan Telkom. Selain karena pertumbuhannya pesat Telkom Flexi sudah menjadi telepon pertama dan bukan lagi menjadi telepon kedua,’’ ujar Kristiono.
Ke pundak Kristiono sejak Juni 2002 telah mulai dibebankan tekad agar Telkom mampu menjadi penyelenggara jasa Informasi dan Komunikasi atau Infokom baru. Dengan menyederhanakan bahasa Kristino menyebutkan bahwa setiap sambungan yang sampai ke pelanggan akan memberikan multi bundling service yang mampu menyalurkan jasa multimedia dengan kecepatan tinggi. Caranya adalah melakukan konsolidasi sinergi dengan perusahaan afiliasi Telkom yang tergabung dalam TELKOM-Group untuk mengemas paketisasi layanan.
Untuk itu Kristiono giat melakukan perubahan antara lain dengan menawarkan pelayanan bersifat one stop infocom berkualitas prima dengan harga kompetitif, mengelola usaha dengan cara yang terbaik dengan mengoptimalkan sumberdaya manusia (SDM) yang unggul dengan teknologi yang kompetitif, serta membangun business partner yang sinergis.
RUPSLB Juni 2002 menetapkan visi dan misi baru Telkom berdasar konsep value creation yang mencakup aspek pertumbuhan, profitability (aspek keuntungan) dan sustainability (kesinambungan).
Kristiono sadar untuk merealisasikan visi dan mendukung pelaksanaan misi korporasi tersebut dibutuhkan budaya korporasi yang kuat mencakup tiga hal. Pertama adalah asumsi dasar yakni anggapan atau pandangan dasar yang menentukan bagaimana insan Telkom mempersepsi, berpikir, dan merasakan sesuatu harus bisa diterima tanpa perlu mempertanyakan lagi kebenarannya sebab esensi budaya Telkom terletak pada asumsi dasar.
Kedua adalah nilai-nilai yakni apa yang dianggap penting, apa yang sebaiknya dilakukan, atau apa yang dianggap berharga. Ketiga adalah aspek perilaku yakni mencakup simbol, upacara, seremoni, dan tingkah laku. Kristiono melanjutkan asumsi dasar adalah komponen yang terdalam dari budaya, sedangkan nilai dan perilaku merupakan menifestasi yang lebih konkret dari asumsi dasar tersebut.
Menurut Kristiono keikhlasan dan kejujuran adalah inti dari pelayanan yang paling dinantikan oleh setiap pelanggan dan pengguna jasa infokom di setiap perusahaan jasa telekomunikasi. Karena itulah Telkom memunculkan motto baru “Telkom, committed to you”.
“Kini kami berada dalam paradigma baru di mana persahabatan yang erat dengan para konsumen dan masyarakat pada umumnya adalah suatu keharusan. Perusahaan ini menjadi lebih berarti karena adanya konsumen. Oleh sebab itu sudah menjadi kewajiban kami untuk memberikan layanan yang lebih baik ,” kata Kristiono.
Perubahan komposisi jaringan
Walau Telkom mulai meninggalkan paradigma lama unggul berdasarkan teknologi namun Kristiono justru melakukan banyak lompatan baru secara teknologis. Misalnya melakukan perubahan komposisi jaringan telekomunikasi. Telkom telah meningkatkan jumlah jaringan serat optik, jaringan berbasis internet protocol (IP), dan jaringan fixed wireless. Dia berharap dalam waktu singkat jaringan serat optik sudah dapat menjangkau 20 persen pelanggan korporasi bisnis sedangkan jaringan fixed wireless mampu mewakili 40 persen saluran last mile.
Peran teknologi wireless akan ditingkatkan. Jaringan last mile yang sebelumnya 10 persen berupa kabel (wireline) ke depan akan diubah menjadi hanya 60 persen wireline. Perubahan komposisi jaringan itu dimaksudkan untuk mengikuti perkembangan teknologi dan kebutuhan pelanggan.
“Sebanyak 40 persen last mile nantinya akan berupa jaringan wireless dengan memakai teknologi CDMA (code division multiple access) 2000-1X yang bisa dikatakan sebagai generasi dua setengah atau 2,5G,” terang Kristiono siap menyongsong teknologi terbaru. Sepanjang tahun 2004 Kristiono menyebutkan Telkom akan menganggarkan dana belanja investasi (capital expenditure/Capex) sebesar Rp 8 triliun separuhnya adalah untuk restrukturisasi anak perusahaan.

Nama:
Kristiono
Lahir:
Solo, 12 Februari 1954
Status Perkawinan:
Menikah dengan 3 (tiga) orang anak
Hobby:
Membaca - Olahraga ( Sepak Bola, Bulu Tangkis, dan Golf )
Pengalaman Kerja:
1. Direktur Utama, PT Telkom sejak 10 Maret 2004– Sekarang
2. Direktur Perencanaan dan Teknologi, PT Telkom April 2000 – Juni 2002
3. Kepala Divisi Regional V Jawa Timur , PT Telkom 1995 – April 2000
4. Kepala Proyek Telekomuniksi IV, PT Telkom 1993 – 1994
5. Kepala Subdit Bina Program Perlengkapan, PERUMTEL 1990 – 1992
6. Wakil Kepala Wilayah Usaha Tekomunikasai VIII Denpasar, PERUMTEL 1989
7. Kepala Urusan Teknik Sentral Telepon, PERUMTEL 1982 - 1988
Pendidikan:
Sarjana Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya lulus tahun 1978
Pelatihan:
1. Electronic Data Processing Concepts, NCR Corporation, tahun 1979
2. Telephone Switching Engineering, Kokusai Dheshin Denwa Co, LTD, tahun 1982
3. Project Planner, SIEMENS, tahun 1983
4. Pemeriksaan Operational, PPA STAN, tahun 1985
5. Cellular Radio, ITU, tahun 1988
6. Kursus Staf dan Pimpinan III, PT Telkom, tahun 1990
7. Kursus Staf dan Pimpinan Gabungan BUMN, Lemhannas, tahun 1992
8. Kursus Manajemen TOP 50, tahun 1996
9. Kursus Reguler, Lemhannas KRA XXXII, tahun 1999
Penghargaan dan Tanda Jasa:
1. Satya Lencana Pembangunan dari Presiden RI, 13 September 1999
2. Best CEO in Indonesia for the 2003 in Investor Relation Category dari IIRG (institutional Investor Relation Group) di New York & Kantor Berita Reuters, Agustus 2003
3. Penghargaan masa Bakti 20 tahun, dari PT Telkom, pada 1 September 1998
4. Penghargaan Masa bakti 15 Tahun, dari PT Telkom, pada 1 September 1993

YANGSUKSES-MARIMUTU


Marimutu Sinivasan
dan intellectual capital 
 Sinivasan lahir di Medan, Sumatra Utara, 17 Desember 1937. Di kota itulah pria keturunan Tamil India ini menempuh pendidikan dasar hingga universitas. Tetapi, ia tidak lama duduk di bangku kuliah Universitas Islam Sumatra Utara, karena keburu bekerja di sebuah perusahaan perkebunan. Tidak lama di sana, kemudian ia terjun ke dunia bisnis. “Saya merasa tidak cocok jadi pegawai,” katanya.
Kakek enam cucu ini mulai berbisnis tekstil pada 1958. Dua tahun kemudian ia pindah ke Jakarta. Pada 1962 ia membuka pabrik pembuatan polekat—bahan sarung—yang pertama di Jakarta. Kemudian pada 1967 ia bisa mendirikan perusahaan batik dan selanjutnya membuka pabrik penyelupan. Pada 1972, Sinivasan membeli pabrik batik di Batu, Jawa Timur.
Pada 1977 ia membangun pabrik poliester di Semarang, selanjutnya pada 1985-1986 ia membangun pabrik polimer lagi. Setahun berikutnya, ia membangun pabrik garmen di Ungaran— sekarang dikelola adiknya, Marimutu Manimaren. Kawasan pabrik Texmaco seluas 1.000 hektare di Subang, Jawa Barat, lengkap dengan sekolah politeknik mesin, diresmikan oleh menteri perindustrian waktu itu, Ir. Hartarto.
Di Serang pulalah pabrik alat berat dan mesin Texmaco dipusatkan. Salah satu produknya, truk Perkasa, dipesan 800 unit oleh TNI. Di Karawang, sebelah timur Jakarta, Texmaco juga membangun kompleks pabrik tekstil seluas 250-an hektare. Produk tekstilnya, merek Simfoni dan Texana, dikenal luas, selain untuk kebutuhan dalam negeri juga banyak dipesan beberapa perusahaan terkenal, seperti Mark & Spencer dari Inggris atau Tomy Helfinger dari Amerika Serikat.
Sinivasan memang termasuk salah seorang pengusaha nasional yang sangat sukses. Penggemar membaca ini masih menempati rumah kontrakan di Jalan Pasuruan 4 Menteng, Jakarta Pusat. Rumah bertingkat dua itu ditinggalinya bersama istrinya. Sementara itu, rumahnya sendiri di Jalan Tulungagung, tak jauh dari rumah kontrakannya, tidak ditempati. Tidak jelas apa alasannya. Di garasi rumah yang lumayan besar itu, terparkir tiga Mercedez Benz tipe 300 E dan satu BWM seri 740 iL. Sinivasan lebih suka mengendarai Volvo 960 hitam nomor B1142NO ketimbang empat mobil lainnya itu.
Ada kebiasaan menarik dari keseharian Sinivasan: ia harus tidur minimal enam jam sehari. “Kalau kurang tidur, konsentrasi saya menurun,” katanya. Rupanya, kebiasaan itu sudah “bawaan” sejak remaja. Bahkan, dulu lebih dahsyat lagi. Lelaki yang kini memimpin 30-an perusahaan ini biasa tidur sampai delapan jam sehari. Toh, ia tidak pernah kekurangan waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya. “Kuncinya adalah memanfaatkan jam kerja sebaik mungkin,” katanya. Pukul 7.30, ia sudah asyik di ruang kerja dan baru pulang setelah larut malam.
Berbagai predikat negatif sudah diberikan kepadanya. Sebut saja pengusaha hitam, pengusaha edan, tukang suap, kriminal, pendiri pabrik rongsokan, dan sebagainya. Tapi, Marimutu Sinivasan, CEO Texmaco Group tampak tetap tegar. Dia tidak terlalu ambil pusing atas berbagai penilaian itu. Karena dia merasa apa yang dia buat adalah untuk kepentingan bangsa dan negara. Sinivasan berobsesi membangun industri enjiniring demi kemajuan bangsa dan negara. Pengusaha yang tak sempat main golf dan tenis ini yakin, suatu saat, bisnis enjiniring yang dibangunnya akan menjadi andalan.
Industri enjiniring, khususnya otomotif di tanah iir adalah killing field. Manakala Indonesia ingin membangun industri otomotif nasional selalu dibantai. Seperti halnya sedan Timor yang sempat menurunkan harga mobil, tapi dibantai kiri-kanan. Meski ladang pembantaian, Sinivasan tak surut. Jika Jepang dan Korsel mampu mandiri dalam bidang industri barang modal dan otomotif, Indonesia juga bisa. Indonesia tak perlu inferior.
“Bung Karno bilang, kita bukan bangsa tempe, dan saya ingin mewujudkan kebenaran pandangan itu,” ujar ayah enam anak yang merintis usaha dari nol sejak 39 tahun silam.Tanpa tedeng aling-aling, pengusaha yang tetap tampak energik itu menanggapi berbagai penilaian buruk kepadanya.
Utang Texmaco yang berjumlah Rp 16,5 triliun itu, awalnya sekitar Rp 7 triliun. Karena pinjaman diperoleh dalam dolar pada kurs Rp 2.400 per dolar AS. Waktu itu, bunga pinjaman dolar sekitar 11 persen, sedang rupiah sekitar 22 persen.
Ketika terjadi krisis ekonomi, sebagian pinjaman dolar ditukar pada kurs Rp 10.000 dan Rp 12.000 oleh bank kreditor. Dengan melemahnya nilai rupiah, maka utang Texmaco membengkak menjadi Rp 16,5 triliun. Kredit itu berjangka waktu 7-8 tahun. Tapi, konsultan, yang ditunjuk oleh BPPN, menilai bahwa kredit ini dapat dibayar kembali dalam waktu 11 tahun. Acuan restruksturisasi adalah cash flow perusahaan. Semua aset Texmaco sudah diserahkan ke BPPN.
Marimutu merasa heran kenapa ada yang mengaku pengamat ekonomi terlalu memandang negatif terhadap Texmaco. Namun dia mengagumi ekonom senior seperti Sumitro Djojohadikusum, Mohammad Sadli, Frans Seda, dan Emil Salim. Karena komentar mereka tentang suatu masalah ekonomi bersih dari unsur kepentingan.
Kedekatan dengan Pak Harto dan BJ Habibie. Bahkan bisa merebut simpati Gus Dur dan Megawati. Marimutu tidak merasa ada perlakuan khusus dari para pemimpin itu. “Kalau saya diberi hak monopoli, kemudahan mendapat dana, pembebasan dari proses hukum, dan sebagainya, itu baru namanya perlakuan khusus,” katanya. Tapi, silakan teliti,mana ada bisnis tekstil yang monopoli? Begitu memasuki bisnis enjiniring, apakah Texmaco meminta hak monopoli? “Kami memasuki bisnis dengan kesadaran penuh untuk menghadapi persaingan dan pasar bebas,” ujarnya. Mengenai kedekatan dengan Soeharto? Apakah Texmaco mendapat hak monopoli selama 32 tahun seperti sejumlah perusahaan milik konglomerat tertentu?
“Saya mendapatkan kredit lewat prosedur biasa. Tidak ada unsur KKN dalam proses mendapatkan kredit. Toh, selain dari Bank domestik, Texmaco mendapat pinjaman sekitar 1,3 miliar dollar AS dari lembaga keuangan asing. Pinjaman dari lembaga keuangan asing itu tak bisa diperoleh dengan KKN, tapi berdasarkan pertimbangan bisnis murni,” tegasnya.
Sebelum krisis, 1997, Texmaco sudah menjadi nasabah BNI selama lebih dari 30 tahun. Selama kurun waktu itu, tidak pernah terjadi default pembayaran bunga maupun angsuran. Bahkan Texmaco membayar kembali 500 juta dollar AS kreditnya kepada BNI dan BRI. Setelah pengembalian uang tersebut, Texmaco memasuki bidang enjiniring dengan mengajukan 1 miliar dolar AS kredit untuk enjiniring dari BNI, BRI dan beberapa bank lainnya dalam suatu konsorsium. Permohonan itu disetujui karena track-record Texmaco dinilai patut dan layak menerima kredit tersebut.
Texmaco hanya mendapatkan penjadwalan ulang. Itu wajar, karena sesuai dengan skala usaha Texmaco dan hasil due diligence pihak ketiga . Lagi pula, sebelum krisis, Texmaco mendapat grace period sekitar dua tahun dan pembayaran kembali 5-6 tahun.
Selain itu, pemerintah kini menguasai 70 persen Texmaco (Newco). Pihak BPPN sudah menjelaskan, porsi kepemilikan 70 – 30 persen di Newco di maksudkan untuk memberikan voting rights kepada pemerintah dalam mengamankan aset-aset Texmaco. Dengan menguasai mayoritas, maka tak ada penjualan aset Texmaco yang diluar persetujuan BPPN.
Pola restrukturisasi utang Texmaco lebih tepat disebut rescheduling atau penjadwalan ulang. Bukan debt to equity swap. Dan itu sangat wajar, mengingat krisis ekonomi yang begitu dalam – yang antara lain disebabkan oleh kebijakan pemerintah – melipatgandakan jumlah utang. Dengan penjadwalan ulang, utang tetap utang, dan untuk melunasi utang itu diterbitkan exchangeable bonds.
Kwik Kian Gie saat menjabat Menko Ekuin pernah menudingnya dengan kata pengusaha hitam. Marimutu menanggapinya dingin. Menurutnya, kata pengusaha hitam itu lebih berkonotasi rasial. “Apa karena kulit saya ini hitam, maka dibilang pengusaha hitam? Mereka kerap menyebut saya pengusaha keturunan India. Padahal, saya sudah generasi ketiga di Indonesia dan sungguh-sungguh merasa sebagai orang Indonesia. tak mode lagi kita bicara soal SARA. Pengusaha hitam dalam arti moral, saya tak mengerti. Karena kita tak bisa dengan mudah menilai moral seorang, apalagi hanya berdasarkan isu,” katanya.
Texmaco dinilai piawai dalam melobi sehingga selalu survive dalam setiap rezim, mulai dari rezim Soeharto, Habibie, Gus Dur hingga Megawati.
“Kalau kami jago melobi, maka takkan ada pers yang ngerjain Texmaco. Saya akan melobi konglomerat pers, Jakob Oetama, dan para pimpinan media massa terkemuka di negeri ini,” kata Sinivasan. Dia pun mengingatkan kata-kata Goobels, menteri penerangan dan propaganda masa Hitler. Goobels bilang, kebohongan yang digulirkan terus menerus, suatu saat, akan dirasakan sebagai kebenaran. Begitu juga berita bohong tentang Texmaco.
Pabrik enjiniring Texmaco dibilang barang rongsokan. Stir dan rem truk Perkasa diisukan berkualitas jelek. Mereka tak paham atau pura-pura tak paham bahwa truk Perkasa menggunakan rem angin atau air brakes dan stirnya sudah menggunakan power steering, dan semua mengunakan lisensi dari jerman dan Inggris. Truk Perkasa sudah masuk kategori Euro I dilihat dari emisi gasnya, dan pada tahun depan menjadi Euro II. Banyak truk dan kendaraan di Indonesia saat ini masih belum masuk Euro I dalam hal polusinya.
“Mereka menyebut saya tukang suap. Ada juga berita yang menyebutkan, Rizal Ramli itu konsultan Texmaco dan Taufik Kiemas pernah menjadi komisaris Texmaco. Sejumlah media terus-menerus menghembus isu pengusaha hitam. Malah sebuah majalah berita mingguan dalam opininya menyatakan, Sinivasan adalah kriminal. Perlu ada poster ‘wanted’ lengkap dengan foto yang disebarkan ke seluruh pelosok negeri.
Opini media itu menyatakan saya tak kooperatif. Padahal, tak pernah satu kalipun saya menolak panggilan Kejakgung. Dan saya juga tak meminta pengampunan utang. Utang bukan dosa, dan kami bersedia membayar semua utang itu. Itu semua adalah trial by the press yang dilakukan dengan sistematis oleh pers yang berkolaborasi dengan kelompok kepentingan tertentu yang menghendaki Texmaco hancur.
Sejak muda, saya sangat terkesan dengan pemikiran para founding father kita. Bung Karno berupaya membangkitkan harga diri bangsa dengan menancapkan pandangan bahwa “ kita bukan bangsa tempe “. Bung Hatta menekankan pentingnya upaya meningkatkan kemampuan ekonomi rakyat, antara lain, lewat koperasi. Sedang Bung Sjahrir mengemukakan pentingnya industrialisasi, modernisasi, dan mekanisasi mulai dari desa-desa.
Saya berupaya melaksanakan gagasan para founding father dengan mengembangkan intellectual capital serta membangun industri engeneering terpadu. Saat ini, ada sekitar 3.000 sarjana yang bekerja di Texmaco. Para sarjana itu mampu mendesain, membuat mesin-mesin yang digerakkan oleh komputer yang seluruh produk elektroniknya dirancang dan dibangun di Indonesia.
Mereka bisa membuat 80 persen mesin industri otomotif, traktor, diesel, transmisi, industri tekstil, alat-alat industri baja dan sebagainya. Semua itu dikerjakan putra Indonesia. Mungkin hanya sekitar 20 persen komponen yang masih diimpor.
Berapa besar aset intelektual yang sudah diciptakan Texmaco? Mereka mampu membuat mesin tekstil, mesin perkakas berstandar dunia, dan rancang bangun. Kini mereka juga mulai membuat aneka mesin, komponen otomotif, motor, traktor, truk, hingga mobil penumpang. Inilah intangible assets atau aset maya yang tak ternilai harganya.

Nama :
Marimutu Sinivasan
Lahir :
Medan 17 Desember 1937
Pendidikan :
- SD-SMA, Medan
- Universitas Islam Sumatra Utara (UISU), tidak tamat
Jabatan :
Presiden Direktur Group Texmaco
Anak :
Rani, Dewi, Mega, Marina, Mirna, dan Gandhi Ben.

YANGSUKSES-MATORI


Politisi ‘Penurut’ yang Teguh Prinsip
 politisi yang ‘penurut’ tapi teguh dalam prinsip. Dia tergolong politisi yang licin, akomodatif dan tenang tapi kadang-kala meledak. Jiwa kebangsaannya telah terpatri sejak masa belia. Keteguhan prinsip dan jiwa kebangsaan telah mengantarkannya ke jenjang karir politik sebagai Menteri Pertahanan.
Pada saat tertentu, dia terkesan sangat penurut kepada ‘Sang Guru’ yang disimbolkan sujud dan cium tangan setiap kali ketemu. Tapi dalam hal yang dianggapnya sangat prinsipil dan konstitusional dia pun mampu melepaskan diri dari bayang-bayang ‘Sang Guru”.
Itulah yang dilakoni dalam perjalanan hidup dari sejak masa mudanya. Ia seorang politisi yang menapaki karir plotik dari bawah, dari anggota DPRD Tingkat II, DPRD Tingkat I, DPR dan Wakil Ketua MPR sampai menjadi Menteri Pertahanan. Pria yang lahir di sebuah desa di luar kota Salatiga, Jawa Tengah 11 Juli 1942, ini sejak kecil sudah suka terlibat dalam organisasi dan mempunyai kepedulian kepada kepentingan masyarakat. Mungkin sudah bawaan dari garis keturunan. Kakek dan kakek buyutnya adalah kepala desa yang dikenal sebagai orang yang senantiasa punya kepedulian terhadap rakyat dan kepentingan umum.
Semasa anak-anak bersama teman-temannya, Matori sudah belajar berorganisasi dalam bentuk mendasar. Seperti, mengatur pelaksaan pertandingan sepak bola. Mulai dari mempersiapkan peralatan, pendanaan dengan iuran bersama, pembuatan kostum sederhana dengan kaos oblong yang kemudian diwarnai. Ini tertutama ketika musim-musim hari kemerdekaan 17 Agustus. Kegemaran berkumpul dan berorganisasi itu terus belanjut dari sejak SD hingga di bangku kuliah.
Pada usia belia, ia juga sudah memperhatikan semangat para pemuda bangsa yang dalam pengabdian mempertaruhkan nyawa demi kepentingan kemerdekaan bangsa. Saat itu bangsa kita dalam kondisi puncak perjuangan mempertahankan kemerdekaan NKRI. Hal ini memberikan rangsangan dan inspirasi baginya untuk cinta tanah air dan memiliki sikap patriotik.
Maka awalnya ia bercita-cita menjadi tentara. Tetapi karena ia buta warna, ia tidak berani mendaftar jadi tentara. Akhirnya ia memilih terlibat dalam lembaga kemasiswaaan hingga partai politik, sebagai tempat pengabdian. Selain belajar dalam jenjang pendidikan formal, ia juga banyak belajar dan bertanya kepada orang yang lebih tua, terutama kepada eks tentara pelajar. Dari mereka Matori banyak belajar tentang bagaimana sebaiknya bangsa ini. Sehingga sejak remaja ia sudah memahami kemajemukan bangsanya, baik agama, suku, etnis dan golongan.
Ia menjadi paham mengapa pendiri bangsa ini memilih Pancasila sebagai dasar negara, bukan agama atau ideologi yang lain. Itu semata-mata karena sebuah kesadaran yang kuat betapa beragamnya bangsa ini. “Sebab kalau kita menganggap bangsa ini dalam ukuran suatu etnis, saya pikir kita tidak mungkin bersama dengan saudara-saudara kita dari Irian Jaya, yang memiliki perbedaan, warna kulit dan budaya,” kata Matori dalam percakapan dengan Tokoh Indonesia di Kantor Menhan, Jalan Merdeka Barat, Jakarta.
Juga kalau kita melihat bangsa ini dari ukuran sebuah agama, tidak mungkin misalnya masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu dapat bersatu dengan orang-orang yang ada di pulau Jawa. Terlebih jika dilihat satu pulau, contohnya di pulau Jawa, betapa beragamnya dari segi etnik dan agama. Kenyataan ini semakin meyakinkannya bahwa jikalau bangsa ini ingin eksis, harus melihat bentuk Negara Kesatuan berdasarkan Pancasila, sebagai bentuk dan dasar negara yang sudah final.
Tujuan bangsa ini yaitu ingin sederajat dengan bangsa lain dan mencerdaskan bangsa menuju cita-cita ke arah sebuah masyarakat yang “toto tentrem” dan “kerto raharjo” yaitu dengan cara setiap orang harus bersikap sebagai pejuang dalam bidangnya. Apakah ia di partai, pers, pegawai negeri, aktivis sosial. Hal-hal inilah yang senantiasa menjadi pemikirannya, ketika ia masuk berpolitik dari bawah hingga sekarang.
Dalam memandang bangsa ini dari sisi pertahanan dan keamanan, terlebih ia melihat dari kaca mata sebagai orang Jawa. Bukan menjadi primodial. Namun karena ia dibesarkan di Jawa, sehingga berbagai pengetahuan yang ia peroleh dari masyarakat adalah menjadi acuan pola berpikirnya, sebagai umumnya manusia.
Ia menganalogikannya dengan pergelaran wayang kulit. Pertama kali Ki Dalang menyanjung sebuah negara dengan istilah panjang, punjung, pasir, wukir gemah ripah loh jinawi. Ia melihat bangsa Indonesia seperti itu. Panjang dan punjung itu artinya panjang, luas lebar. Pasir itu berarti pantai, ini menunjuk kepada pantai sebagai tempat perdagangan. Kemudian perbukitan berarti pertanian, lalu gemah ripah loh jinawi berarti kaya sumber daya alam dan subur. Sumber alam kita begitu kaya dan subur sekali. Ini adalah sebuah fakta dan ini adalah anugerah bagi bangsa ini. Namun sesugguhnya ada dua hal yang menjadi tugas besar bangsa ini yaitu terciptanya “toto tentrem” dan “kerto raharjo”.
Toto tentrem itu adalah yang berhubungan dengan keamanan (security). Sedangkan kerto raharjo itu adalah kesejahteraan (prosperity). Sehingga kuncinya adalah bagimana kita menjadikan kondisi keamanan yang bagus, sehingga akhirnya kesejahteraan tercapai. Tidak pernah dikatakan kerto raharjo dan toto tentrem. Tapi toto tentrem terlebih dahulu, kemudian kerto raharjo. Seperti, sandang pangan bukan pangan sandang. Ini berarti bahwa yang pertama adalah yang utama bagi kita sebagai manusia berbudaya.
Contohnya, bayi saat dilahirkan. Pertama kali diselimuti dengan kain baru kemudian diberi ASI. Ini tanda manusia itu beradab dan berbudaya. Lebih baik kita tidak makan dulu daripada tampil telanjang. Karena jika kita tidak telanjang, kita dapat mencari makan. Demikian juga kalau kita bicara di dalam dunia ekonomi, bahwa antara stabilitas dengan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang bersifat absolut. Tidak mungkin ada investor jika tidak ada keamanan yang pasti. Setidaknya itulah yang menguat dalam benaknya, ketika dipercayakan memimpin Departemen Pertahanan. “Bagi saya ketika ditempatkan di dalam departemen ini merupakan sebuah amanah yang tidak ringan, bagaimana terciptanya keamanan yang bagus yang berlanjut dengan tumbuhnya kesejahteraan yang diharapkan,” ungkapnya.
Reformasi adalah tugas besar bagi bangsa Indonesia yaitu satu proses yang disengaja demi terciptanya suatu sistem nasional yang demokratik, sebagaimana yang diharapkan oleh pendiri republik ini. Namun, menurut Matori, kita perlu menyadari bahwa kematangan berdemokrasi Bangsa Indonesia itu belum cukup. Padahal jika ingin membangun suatu sistem bukan hanya sturkturnya saja yang dibangun, Tapi juga kulturnya harus dibangun. Lalu apakah sebenarnya demokrasi hanya merupakan kebebasan saja? Sejarah dalam Revolusi Prancis mencatat bahwa domokrasi mencakup tiga hal: kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan.
Sehingga jika ingin membangun kultur demokrasi, tiga nilai tersebut harus dibangun secara bersama. Tiga nilai itu memiliki pengertian: ketika saya merasa bebas, pada saat itu juga saya harus begitu yakin kalau orang-orang di sekitar saya juga merasakan hal yang sama. Namun jika yang bebas hanya saya, itu bukan demokrasi namanya. Ketika kebebasan dirasakan bersama, maka yang muncul adalah kompetisi. Kompetisi yang sehat harus memiliki “rule of the game”.
Contohnya, dalam pertandingan sepak bola, kedua tim diberikan kebebasan untuk menggolkan bola sebanyak mungkin, tetapi tetap dalam aturan permainan. Nah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara itu disebut sebagai “rule of law”. Sehingga persaingan atau kompetisi itu didasari oleh hukum. Jika hukum sudah ada maka harus ada law inforcement (penegakan hukum). Ketika ada yang patut terkena “kartu kuning” diberikan “kartu kuning” dan jika patut terkena “kartu merah” harus diberi “kartu merah” juga.
Jadi siapa pemenangnya, setiap pihak menjadi puas. Seperti di saat akhir pertandingan sepak bola, mereka saling tukar-menukar kostum, bersalaman dan berpelukan. Muncul persaudaraan. Persaudaraan itu ada karena adanya fairplay. Sehingga jika kita berdemokrtasi itu adalah untuk bersatu.
Matori menuturkan kata-kata itu dalam penghayatan yang tulus. Sejak muda ia memang sudah aktif dalam kegiatan dan organisasi Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi Islam terbesar dan moderat (kebangsaan). Keluarganya memang datang dari kalangan NU. Boleh disebut, karier politiknya dibangun dari organisasi massa Islam tradisonal tersebut, sejak ia mulai menjadi anggota Pandu Anshor pada tahun 1955-1957. Ketika di SMA ia menjadi Ketua Ikatan Pelajar Nadhlatul Ulama (IPNU) Cabang Salatiga. Waktu kuliah, Matori menjadi Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Salatiga, 1964-1968. Juga menjabat Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) Komisariat Salatiga, 1966-1968. Tahun 1966-1973, menjadi Wakil Ketua DPC Partai NU Kabupaten Semarang/Kotamadya Salatiga.
Suami dari Ny Sri Indarini ini, pada tahun 1976-1981 menjabat Ketua II Anshor Wilayah Jawa Tengah tahun 1976-1981. Di saat yang hampir bersamaan, ia juga menjadi Wakil Sekretaris PWNU Jawa Tengah dan kemudian naik menjadi Sekretaris PWNU Jawa Tengah, 1979-1982. Tahun 1973 sampai 1981 ia menjabat Ketua DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kabupaten Semarang. Lalu, 1982-1987, menjadi Wakil Ketua DPW PPP Jawa Tengah.
Di jalur legislatif, Matori benar-benar memulai karirnya dari bawah. Wakil Ketua DPRD II Salatiga, 1968-1971. Kemudian sebagai Wakil Ketua DPRD Semarang, 1971-1977. Lalu naik menjadi anggota DPRD I Jawa Tengah, 1977-1987. Dan menembus Senayan sebagai anggota DPR-RI dari Fraksi PPP, 1987-1992 dan 1992-1997. Serta menjadi anggota DPR dan Wakil Ketua MPR (1999-2001).
Namanya sebagai politikus nasional mencuat ketika ayah delapan anak itu menjadi Sekjen DPP PPP, pada 1989-1994. Dia melakoninya sebagai Sekjen yang ‘patuh’ kepada Ketua Umumnya. Namun setelah periode itu selesai, ia pun bertarung dengan Ketua Umumnya sendiri, Ismail Hasan Metareum, untuk memperebutkan Ketua Umum DPP PPP periode berikutnya. Dia kalah. Buya Metareum terpilih kembali melanjutkan kepemimpinan PPP periode 1994-1997. Matori lalu terdepak.
Namanya sempat bagai menghilang dari percaturan politik. Baru terdengar lagi ketika aktif menjadi Sekretaris Umum Yayasan Kerukunan Persaudaraan Kebangsaan (YKPK), mendampingi mantan KSAD, Bambang Triantoro, yang tampil sebagai ketuanya. Lalu reformasi bergulir, orang pun dengan mudah mendirikan partai. NU, sebagai organisasi massa terbesar di Indonesia pun tak ketinggalan, mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di bawah prakarsa Abdurrahman Wahid. Matori pun ditunjuk untuk memimpin partai yang konon mewadahi aspirasi politik kaum Nadhliyin itu.
Setelah Pemilu 1999 usai, Matori menjagokan Megawati Sukarnoputri, selaku Ketua Umum PDIP pemenang Pemilu, sepantasnya jadi Presiden menggantikan BJ Habibie. Pendapatnya masih sejalan dengan Gus Dur – yang dianggapnya sebagai ‘Sang Guru’ – yang sebelum Pemilu sering mengemukakan dukungan pribadinya kepada “saudarinya’ Megawati.
Tapi ketika, Poros Tengah yang merupakan Poros Islam yang dimotori Amie Rais Cs mengumpan Gus Dur paling pantas jadi presiden, Gus Dur dengan cekatan manangkap peluang itu. Tapi Matori masih saja terlihat tetap pada pendirian menjagokan Megawati.
Hingga tiba saatnya pada Sidang Umum MPR Oktober 1999, Matori berada di antara dua pilihan sulit. Tetap mendukung Megawati sebagai calon presiden atau berbalik memihak mendukung Gus Dur, sang pelindungnya di PKB dan NU. Ia mencoba tetap bertahan dengan sikapnya yang menjagokan Megawati.
Dua minggu sebelum SU MPR itu, Matori yang saat kampanye Pemilu muncul sebagai bintang iklan bagi PKB ini masih menegaskan, PKB tetap mendukung Megawati. "Sekecil apa pun bagi Megawati akan saya upayakan untuk menjadi besar," imbuhnya. Lebih jauh, Matori menganggap kalau Megawati kalah, berarti pertarungan dimenangkan oleh status quo. Sebaliknya ia justru mencurigai upaya Poros Tengah itu. "Saya melihat, itu lebih sebagai upaya Amien Rais untuk mendapatkan posisi yang dia harapkan bagi dirinya sendiri. Jadi bukan untuk Gus Dur," kata Matori sebagaimana dikutip sebuah majalah. Ia juga sempat mempunyai penilaian bahwa Poros Tengah itu bukanlah sebuah kekuatan yang solid.
Tetapi sekalipun kekuatan Poros Tengah (yang semula diperkirakan hanya memperalat Gus Dur) tidak solid, terbukti menjadi kekuatan sangat dahsyat dalam Sidang Umum MPR 1999 oleh kepiawian politik Gus Dur memanfaatkan peluang yang dilempar Poros Tengah. Gus Dur dari partai pemenang keempat, berhasil merebut tampuk pemerintahan di Indonesia, menjadi Presiden.
Matori sendiri, yang sebelumnya berhasrat dan dijagokan PDIP dan PKB untuk menjadi Ketua MPR, dikalahkan pula oleh kekuatan yang dibangun Poros Tengah. Pasalnya, Gus Dur tidak mendukung Matori tapi mendukung Amien Rais. Amien Rais pun naik menjadi Ketua MPR, unggul dengan selisih 26 suara dari Matori . Sementara Matori sendiri, harus puas menjadi Wakil Ketua MPR.
Pembangkangan Matori kepada Gus Dur, sempat diperkirakan akan menimbulkan keretakan hubungannya dengan Sang Guru. Namun, dengan cekatan Matori melakukan suatu tindakan politik yang brilian. PKB yang dipimpinnya mencalonkan Megawati untuk jabatan Wakil Presiden. Gus Dur dan Matori akhirnya muncul sebagai pemenang sesungguhnya pada di akhir Sidang Umum MPR 1999 itu. Poros Tengah yang menjagokan Hamzah Haz kalah telak. Akhirnya, bagi Matori, yang datang dari keluarga NU ini, pemilihan presiden yang tadinya seperti buah simalakama berubah menjadi berkah.
Berkat kepiawian Matori itu, tak heran bila pada Muktamar PKB yang berlangsung beberapa bulan kemudian, Gus Dur bersikukuh mempertahankan Matori memimpin kembali Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Tidak banyak perdebatan, apalagi saling bertegang urat leher. Adalah Abdurrahman Wahid, yang terpilih sebagai Ketua Dewan Syuro yang 'menunjuk' Matori untuk memimpin kembali PKB. Sementara Alwi Shihab, yang sebelumnya sempat kepincut untuk duduk di puncak kepengurusan, harus rela mengubur keinginannya.
Calon lainnya, KH Mustopa Bisri, pagi-pagi sudah menyatakan mundur dari pencalonan itu. Meskipun, menurut pengakuan Gus Dur, sejumlah kiai di Jawa dan Luar Jawa menghendaki kiai penyair itu. "Tadinya saya mau mengajak Pak Matori dalam Dewan Syuro. Tetapi Gus Mus tidak mau (jadi Ketua Umum PKB-red). Ya, sudah. Kita kembali ke bentuk asal," kata Gus Dur dalam pengantarnya sebagai Ketua Dewan Syuro di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya (26/7). Terkuburlah keinginan beberapa ulama dan kader PKB yang sebelumnya menghendaki penggantian Matori. Dia pun kembali berjalan seiring dengan Sang Guru.
Sampai pada akhirnya, ketika Gus Dur mengeluarkan dekrit pembubaran DPR dan MPR yang bermuara pada dipercepatnya Sidang Istimewa MPR yang memberhentikan Gus Dur dari kursi presiden, Matori benar-benar mengambil sikap berlawanan dengan kehendak Gus Dur. PKB yang sudah menyepakati melarang setiap anggotanya menghadiri Sidang Istimewa itu, dilanggar oleh Matori. Ia dengan gagah tampil pada prinsip yang diyakininya. Ia tidak menghiraukan larangan itu. Ia pun menghadiri Sidang Istimewa itu. Gus Dur pun berang. Dan selaku Ketua Dewan Syuro PKB, Gus Dur memecat Matori dari jabatan Ketua Umum PKB.
Sekali lagi, Matori mananggapinya dingin. Ia menganggap pemecatan itu tidak sah. Apalagi, ia sedang berada dalam suasana sukacita ketika Megawati mempercayainya menjabat Menteri Pertahanan Kabinet Gotong Royong 2001-2004.
Beberapa bulan berikutnya, Matori pun menyelenggarakan Muktamar PKB yang menetapkannya tetap sebagai Ketua Umum PKB, yang kemudian dikenal sebagai PKB Batutulis. Sehari berikutnya, kubu Gus Dur menyelenggarakan Muktamar PKB yang memilih Alwi Sihab sebagai Ketua Umum. PKB pimpinan Alwi Sihab ini kemudian dikenal sebagai PKB Kuningan. Kedua PKB ini akhirnya harus bertemu di pengadilan untuk menentukan siapa yang berhak menamakan diri PKB yang sah. Matori, yang menghabiskan masa kecil dan remajanya serta mengenyam pendidikan dasar hingga perguruan tingginya di kota kelahirannya, Salatiga, tetap menegakkan kepala sebagai seorang politisi yang tidak bisa disepelekan.
Ia pun kemudian tetap membina hubungan pribadi dengan Gus Dur, sebagai seorang sahabat dan guru yang dihormatinya. Ia seorang yang percaya bahwa hidup dan perjuangan itu tidak dapat dilakukan sendiri. Makin banyak teman makin baik. Karena itu ia selalu berusaha membangun jaringan dengan siapa pun. Baik dengan tidak seagama atau satu daerah, namun dengan siapa saja yang memiliki satu idealisme yang sama, mari bersama-sama! Dengan itu dapat terlihat apakah orang itu mengabdi kepada idelisme atau kepada kepentingan pribadinya ketika sedang mengambil keputusan yang menyangkut bangsa.
Ia selalu berharap dalam setiap sikap dan usaha senantiasa Tuhan memberi kekuatan. Kekuatan itu dimilikinya setiap kali mengambil keputusan sesuai dengan prinsip dan komitmen yang diyakininya benar. “Jadi ketika prinsip berbeda, kita memang tidak boleh lagi bersama-sama, meskipun secara pribadi hubungan tidak putus. Tapi jika dalam satu hal berbeda, apalagi menyangkut bangsa dan negara, saya selalu berusaha apa yang saya lakukan itu konsisten dengan apa yang saya katakan atau ucapkan. Ketika memperjuangkan dermokrasi dengan konstitusi, saya harus turut di dalamnya. Karena di dalam Islam dikatakan bahwa “dosa besar dihadapan Allah itu adalah orang yang bisa bicara, tetapi tidak bisa melaksanakan yang diucapkan,” katanya.
Dalam hal ini ia bertekad menjadi orang yang memiliki rasa malu teradap diri sendiri, manakala tidak konsisten dengan apa yang ia katakan. Maka seberat apapun dalam mengambil keputusan, ia percaya kalau dilakukan dengan ihklas, meskipun semua orang memusuhi, Tuhan pasti menolong. Karena Al-quran mengatakan “kalau memang kamu membela Allah, membela kebenaran sesuai dengan kehendak-Nya, maka yang akan meneguhkan dirimu adalah Tuhan sendiri.
Hal inilah yang meneguhkannya menghadiri Sidang Istimewa MPR 2001, berseberangan dengan Gus Dur. Ia sejak semula mempunyai prinsip menegakan konstitusi bagaimana pun keadaanya. “Sebab kelemahan saya dalam politik, saya tidak dapat berkompromi terhadap hal-hal yang prinsipil dan konstitusional,” ungkap Matori. Lagi pula ia yakin segala sesuatu itu datang dari Tuhan. Jadi ia tak perlu takut lalu menjual prinsip.
Kesadaran ini mengental terlebih ketika ia hendak dibunuh, ternyata tidak mati. Dari hal itu ia makin yakin kematian itu bukan manusia yang mengira-ira. “Boleh saja orang mau membunuh saya, tapi kalau Tuhan tidak menakdirkan saya mati pada hari itu, ya saya tidak mungkin mati. Bukan karena saya sakti tapi karena Allah. Saat kita lahir dalam keadaan telanjang, tidak berdaya, tetapi Tuhan menanamkan kasih kepada kita masing-masing, sehingga ibu kita merawat dan membesarkan kita. Kasih yang ada dalam ibu ini adalah datang dari Tuhan,” kata Matori lalu mengungkap sebagian kisah masa kecilnya.
Ketia masih SD, ia harus berjalan jauh untuk sampai ke sekolah melewati pematang sawah dan tidak memakai alas kaki sendal atau sepatu. Sementara saat ini ia diberi amanah sampai menjadi menteri, anak-anaknya bisa bersekolah dengan baik. Itu semuanya dari Tuhan. “Jadi dalam hidup ini tidak perlu takut, bukan berarti kita tidak perlu berikhtiar, beriktiarlah, namun tidak perlu sampai menjual prinsip.”
Itulah yang mendasari keyakinannya ketika mendukung Ibu Mega menjadi presiden. Sebuah prinsip yang dilandaskan pada komitmen untuk membangun demokrasi dan melaksanakan reformasi. Sebab menjadi lucu, kalau sebuah partai yang menang pemilu tetapi malah menjadi pihak oposisi. Semua harus kita kembalikan kepada niat kita. Kita melaksanakan rerformasi untuk mendapatkan posisi atau ingin membangun sistem nasional yang demokratis?
Prinsipnya tidak berubah ketita PKB mencalonkan Gus Dur menjadi presiden. Sikapnya tetap sama dan jelas bahwa ketua partai pemenang pemilu harus menjadi presiden. Walaupun kemudian banyak orang yang menghujatnya, tapi ia yakin apa yang ia lakukan itu benar. Maka kalaupun ia dihujat, ia lebih memilih diam saja. Karena ajaran orang-orang tua mengatakan kalau kita melakukan yang baik suatu ketika juga nanti akan muncul. Nasehat para orang tua ini diamalkannya dalam pengalaman hidupnya. Pengalaman hidup yang mengantarkannya ke jenjang karir politik sebagai Menteri Pertahanan.
Namun jenjang karir politik sebagai Menhan itulah yang barangkali harus mengantarkannya ke rumah sakit karena stroke yang dideritanya. Ia sakit justru ketika departemen yang dikomandaninya tersangkut masalah pengadaan Heli Mi-17-IV. Renncana pengadaan heli ini memang punya reputasi membanggakan. Ia tak cuma tangguh sebagai heli penyerbu, dengan 1,5 ton bom, senapan mesin di kabin, dan roket-roket di pinggangnya. Mi-17-1V juga efektif sebagai kendaraan transpor. Sekali terbang, 30 prajurit dan perlengkapannya bisa terangkut. Bodinya memang besar, panjang 18,4 meter, lebarnya 2,5 meter. Suaranya bising, sembari meniupkan angin ribut dari putaran baling-balingnya yang merentang 21,3 meter.
Tak mengherankan bila TNI Angkatan Darat (AD) berhasrat memiliki heli generasi 1980-an itu. Rencana pun disusun sejak tahun 2000 untuk membeli empat unit. Namun, sementara heli tempur itu masih di hanggar negeri asalnya, Rusia, angin ributnya telah menerpa ruang kerja para perwira tinggi TNI di pelbagai instansi, mulai Departemen Pertahanan (Dephan), Markas Besar (Mabes) TNI di Cilangkap, hingga Mabes TNI-AD di Merdeka Utara, Jakarta. Ada bau apek KKN merebak di balik proses transaksinya.
Bau apek itu makin menyengat, setelah Komisi I DPR-RI turun tangan menggoreng isu ini. Maka apa boleh buat, para pejabat militer, juga rekanannya, harus datang silih berganti ke Komisi I untuk menjelaskan duduk masalahnya. Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto ketika mendapat giliran menjelaskan dalam forum itu, ia menuding Dephan sebagai sumber masalah. Menurut dia, para pejabat Dephan sengaja menahan uang muka pembelian skuadron miniheli tempur itu. Nilainya US$ 3,2 juta, yang belakangan diketahui digantung sampai setahun. "Kalau tidak saya obrak-abrik, uang muka itu tak bakal dibayarkan," kata alumnus Akabri Darat 1971 itu. Sinyalemen korupsi pun merebak. Ketiadaan Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil, yang terserang stroke, kata Endri lagi, malah membuatnya leluasa. "Saya bisa langsung maki-maki Sekretaris Jenderal Dephan Marsekal Madya Suprihadi dan Direktur Jenderal Perencanaan Strategi Pertahanan (Dirjen Rensishan) Mas Widjaja, sehingga pengadaan Mi-17-1V dapat terus berjalan," katanya. Ia mengingatkan, ada kemungkinan muncul perkara pidana dari situ.


Nama :
H. Matori Abdul Djalil
Lahir :
Salatiga, Jawa Tengah, 11 Juli 1942
Pendidikan :
• MIN dan SR, 1956
- SMP Negeri Salatiga
- SMA Negeri Salatiga
- Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Organisasi :
• Anggota Pandu Anshor (1955-1957)
- Ketua Ikatan Pelajar Nadhlatul Ulama (IPNU) Cabang Salatiga
- Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Salatiga (1964-1968)
- Wakil Ketua DPC Partai NU Kabupaten Semarang/Kodya Salatiga (1968-1971)
- Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) Komisariat Salatiga (1966-1968)
- Ketua II PW Anshor Jawa Tengah
- Wakil Sekretaris PW NU Jawa Tengah
- Sekretaris PW NU Jawa Tengah (1979-1982)
- Ketua DPC PPP Kabupaten Semarang
- Wakil Ketua DPW PPP Jawa Tengah (1982-1987)
- Sekretaris Jenderal DPP PPP (1989-1994)
- Ketua Umum PKB (1998 hingga sekarang)
Karir:
• Wakil Ketua DPRD II Salatiga (1968-1971)
- Wakil Ketua DPRD II Semarang (1971-1977)
- Anggota DPRD I Jawa Tengah (1977-1987)
- Anggota DPR RI (1987-1992, 1992-1997)
- Anggota DPR dan Wakil Ketua MPR (1999-2001)
- Menteri Pertahanan Kabinet Gotong-Royong (2001-2004