Minggu, 24 Maret 2013

prolog

Bangsa Cina pernah berada pada titik garis kemiskinan, kemudian dengan diam-diam tanpa basa-basi mempersiapkan SDM berkualitas sekaligus penguasaan teknologi plus kerja keras akhirnya kini menjelma jadi bangsa Boss, bangsa kaum borjuis. Lihat saja di berbagai supermarket & plaza penuh sesak oleh barang made in China. Bahkan negara adidaya sekelas AS sekalipun ketar - ketir menyaksikan ekspansi China dibidang ekonomi dan teknologi.
Ajaran agama manapun mengajarkan untuk kaya dan posisi kaya bisa diraih dengan posisi puncak setidaknya jadi Boss dan musuh terbesar kita adalah kemiskinan dan kebodohan. Maka menjadi miskin memang bukan cita-cita, tidak ada orang yang bercita-cita jadi miskin, semua orang ingin kaya-tapi bagaimana memperolehnya tentu banyak jalan menuju kaya.
Setiap orang bisa mencapai pencerahan, jika ia melakukan kerja keras. Bangsa-bangsa timur pun bisa mencapainya, jika melakukan kerja keras. Karena setiap manusia memiliki potensi yang sama untuk maju. Pada titik inilah, Swami Vivekananda menyemangati bangsa-bangsa Timur dengan mengatakan, bangkit, bangun, bergeraklah sampai tujuanmu tercapai.
Kita sudah diberi segalanya, tergantung kita mampu apa tidak memanfaatkan potensi yang ada. Akankah kita berpangku tangan dengan kendisi yang ada ? Tentu tidak, usaha- usaha untuk tidak miskin adalah kerja keras. Kerja keras belumlah cukup diperlukan kerja cerdas, kerja cerdas tidak cukup diperlukan sifat perjuangan dan kesabaran, jika kita menerapkan falsafah ini maka kemungkinan besar posisi apapun yang lebih baik akan bisa segera diraih.
Menjadi boss memang impian setiap orang, tidak pandang bulu, anak-anak yang masih duduk di TK atau SD pun bila kita tanya sekarang cita-citanya kepingin jadi dokter, insinyur, artis, pengusaha yang berkonotasi pada limpahan materi, ketenaran seperti yang mereka saksikan di tayangan sinetron yang sering menampilkan kemewahan. Memang jadi bos tidak gampang, tapi menjadi bos kecil agaknya bukan hal yang mustahil. Seorang petani di desa sebenarnya bisa jadi bos karena dia memiliki lahan pertanian yang sebenarnya kalau dikelola dengan ‘otak’ akan menghasilkan banyak pendapatan.
Bayangkan kalau di luar negeri punya lahan satu hektar saja sudah bisa jadi sumber penghasilan utama, sementara para petani kita yang punya lahan satu hektar malah jadi kuli di kota besar, sungguh ironis. Belum lagi yang jadi kuli di pabrik-pabrik dan industri besar. Dengan bangga berseragam masuk pagi pulang petang begitu juga seorang mandor bangunan.
Dalam hidup ini ada tipologi orang yang mudah mendapat kekayaan, ada yang sulit sekali. Bagi yang mudah biasanya tentu mudah juga keluar uangnya alias boros. Tapi bagi yang sulit tentu biasanya juga akan sulit keluarnya. Jadi sebenarnya dalam hidup ini besar kecil pendapatan sebenarnya perlu dinikmati sembari terus berusaha, dan berusaha.
Sesungguhnya dalam siklus kehidupan secara umum kebanyakan dari kita terlahir dari keluarga miskin, kalau pun ada yang terlahir dari keluarga kaya itu bisa disebabkan karena keturunan atau karena memang trah dari nenek moyang, tapi sejak manusia dilahirkan ke muka bumi, Tuhan tidak memberikan apa-apa hanya nyawa yang dibalut dengan jasmani. 

prolog-bekerja cerdas


Hidup akan bermakna andai kita isi dengan kerja keras. Tanpa kerja keras tak mungkin kita sukses dan mampu mengemban amanat yang Tuhan bebankan kepada kita. Tidak ada kesuksesan dan kemuliaan bagi pemalas. Jangankan manusia, binatang pun harus bekerja keras untuk bisa eksis. Apa jadinya bila seekor singa malas berlari untuk memburu mangsanya, pasti ia akan mati kelaparan. Apa jadinya pula bila seekor rusa malas berlari, tentu ia akan dimangsa singa. Bahkan seekor nyamuk pun harus bertaruh nyawa untuk mendapatkan setetes darah.
Cukupkah hanya dengan kerja keras? Ternyata tidak. Manusia tidak bisa mengandalkan otot belaka. Ia harus memanfaatkan pula potensi pikirannya. Semakin cerdas dalam bekerja, maka akan maksimal pula hasil yang diraih. Rasulullah mengatakan bahwa orang yang paling cerdas adalah orang yang selalu mengingat mati dan bekerja keras mempersiapkan bekal guna menghadapi saat akhir tersebut.
Seorang yang ikhlas orientasinya tidak hanya sekadar duniawi, tapi juga menyentuh akhirat. Bila kita bekerja keras dengan otak cerdas dan dilandasi niat ikhlas, akan banyak hal bisa kita raih. Tidak hanya materi tapi juga amal kebaikan, ilmu, nama baik dan saudara baru.
Kerja yang hanya berorientasi materi sangat rendah nilainya. Imam Ali mengatakan bahwa siapa yang bekerja karena perutnya belaka, maka derajatnya tidak jauh dari apa yang keluar dari perutnya tersebut. Setiap orang bisa mencapai pencerahan, jika ia melakukan kerja keras. Jadi, tidak hanya bangsa barat yang bisa mencapai puncak peradaban. Bangsa-bangsa timur pun bisa mencapainya, jika mau melakukan kerja cerdas.
Peluang bekerja cerdas itu ada dimana-mana. Cobalah buka mata, telinga dan intuisi anda dengan baik. Anda akan menemukan banyak sekali ide usaha. Bila anda hobi memasak, merancang sepatu, mengumpulkan barang bekas, mengumpulkan komik, bisa jadi ide bisnis untuk anda. Asalkan kita kreatif dan membuat sesuatu yang disukai pasar maka peluang untuk berhasil lebih terbuka. Anda bisa mengikuti jejak Nila Sari yang sukses dalam bisnis membuat kue, atau pendisain sepatu ekslusif seperti Linda Chandra atau bisa juga ide kreatif anak muda yang dituangkan lewat tulisan seperti pada Kaos Dagadu Yogya.
Andapun bisa menciptakan peluang itu. Misalnya saja peluang untuk membuat tempat penitipan anak, atau bisnis barang bekas lewat internet. Menciptakan peluang yang sama sekali baru juga dicetuskan oleh Jeff Bezos yang berinovasi menjual buku lewat internet dengan amazon.com-nya yang akhirnya sukses luar biasa dan menjadikannya milyuner di usia muda.
Tak salah juga jika anda mengekor bisnis yang sudah dibuka oleh orang lain. Misalnya bisnis ayam goreng yang sudah menyebar di kota besar ternyata menimbulkan ide menjual ayam goreng ala Mc Donald yang harganya lebih terjangkau masyarakat. Atau juga bisnis busana muslimah yang mulai menjamur.
Awalnya mimpi
Bermimpilah besar dan terus bermimpi besar, kata pepatah. Karena semua yang kita nikmati sekarang berasal dari mimpi yang dianggap tidak mungkin. Dulu Sosrodjojo ditertawakan orang karena dinilai bermimpi menjual teh dalam kemasan botol. Atau juga Tirto Utomo yang ditertawakan karena idenya menjual air minum kemasan. Ide itu kini terwujud sebab siapa yang tak kenal Teh Botol Sosro dan Aqua. Kini merek itu telah jadi trendsetter dari produk teh dan minuman mineral sejenis.
Di Amerika ada Bill Gates yang meninggalkan bangku kuliah bisnisnya di Harvard, sebuah sekolah elit di Amerika, dan serius menekuni microsoftnya. Dia bermimpi kelak di seluruh dunia akan ada komputer pribadi (PC) di setiap rumah. Impian itu menjadi slogan yang dikenal luas dengan “computer on every desk and in every home”. Mimpinya jadi kenyataan. Jika kita telah berani bermimpi, sebenarnya mimpi itu bisa kita wujudkan dengan kerja keras dan kesungguhan. Jangan takut bermimpi, walaupun anda membuka usaha skala kecil saja di rumah.
Jika anda sudah memiliki mimpi dan ide yang baik, kenapa tidak mulai sekarang? Beranikan diri untuk mencoba. Berani adalah modal seorang enterpreuner. Mencoba ide atau gagasan secara langsung adalah tantangan yang menyenangkan. Banyak ilmu didapat dibanding sekedar membaca teorinya saja.
Andaikan modal adalah alasan terbesar anda maka ketahuilah banyak pengusaha sukses yang memulai usaha dari nol. Ada yang berjualan batik titipan orang, keuntungannya dijadikan modal usaha seperti Dyah Suminar, pengusaha wanita asal Yogya. Ada pula Purdi Chandra, pemilik Bimbingan Belajar Primagama, yang memulai usaha hanya dengan 300 ribu hasil melego sepeda motornya. Lihat pula Abdullah Gymnastiar yang merintis divisi usaha pesantren Daarut Tauhid dengan menggelar dagangan yang modalnya berasal dari seorang janda. Jadi modal bukanlah permasalahan paling besar yang dihadapi oleh pebisnis pemula.
Jika kita sudah berani mencoba maka kita harus berani gagal atau berani sukses. Intinya, seberapa keras kita berusaha itulah harga yang akan kita dapatkan.

prolog-miskin



Miskin & Kaya, Soal Cara Pandang 
Masalah kemiskinan memang sudah banyak diseminarkan oleh berbagai kalangan mulai akademisi, praktisi, agamawan dsb yang berasal dari beragam lembaga. Namun anehnya seminar atau diskusi yang membahas kemiskinan justru banyak diselenggarakan di hotel mewah. Seharusnya persoalan pengentasan kemiskinan diperdebatkan di gang- gang kumuh, lapak - lapak PKL, kampung - kampung yang banyak dihuni penderita busung lapar, sehingga lebih mengena dan lebih menyentuh persoalan.
Akibat salah kaprahnya definisi tentang kemiskinan serta upaya penanggulangannya. Kemiskinan juga dapat diukur dengan jumlah kalori yang dikonsumsi setiap orang- setiap hari. BPS menggunakan kalori sebagai tolok ukur kemiskinan sebesar 2.100/kapita/hari. Sedang Bank Dunia menggunakan kalori sebagai tolok ukur kemiskinan sebesar 2.200/orang/hari. 
Kelemahan kalori sebagai tolok ukur kemiskinan adalah jumlah kalori yang sama dapat dihasilkan dari makanan yang berharga mahal dan dapat pula dihasilkan dari bahan yang sangat murah. Padahal kebutuhan hidup bukan hanya kebutuhan kalori, tetapi juga termasuk perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi dan lain-lain. 
Lalu apa enaknya jadi orang kaya ? Jadi orang kaya sebenarnya fungsinya ada empat yakni: sebagai perintis, penyelaras, pemberdaya dan panutan. 
Sebagai perintis, orang kaya harus membuka jalan dengan mengembangkan visi, misi dan strategi yang sejalan dengan para stakeholder-nya. Sebagai penyelaras, ia harus piawai menyeimbangkan seluruh sistem dalam organisasi agar mampu bekerja sama dan saling bersinergi. Sebagai pemberdaya ia selalu menumbuhkan lingkungan agar setiap orang dalam organisasi mampu dan bersedia memberi yang terbaik. Sebagai panutan, ia bertanggungjawab atas tutur kata, sikap, perilaku dan keputusan yang diambilnya.
Perbedaan pandangan mengenai cara mengelola uang seringkali menjadi pemicu sebuah keributan di dalam rumah tangga. Kadang kala sang suami pelit dan sang istri yang boros terlihat seperti sebuah jurang perbedaan yang cukup sulit untuk dijembatani. Padahal masalah tersebut bisa diselesaikan jika Anda dan pasangan mengerti cara yang tepat untuk membelanjakan uang. Pertengkaran akibat perbedaan tersebut bisa dihindari sepanjang Anda dan pasangan bisa mengelola uang dengan baik. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan masalah keuangan dalam rumah tangga.
Pertama, bagaimana jadinya jika si kikir dan si boros bersatu dalam sebuah rumah. Hal seperti ini biasanya tidak pernah sepi dari pertengkaran. Hal tersebut terjadi karena dua orang ini bertahan pada kebiasaan yang sudah mendarah daging sejak kecil.
Prinsip mereka sangat berbeda dalam membelanjakan uang. Si boros hidup untuk saat ini, sedangkan si hemat memfokuskan diri untuk masa depan. Cara mengelola uang juga mengungkapkan banyak hal tentang siapa diri kita yang sebenarnya. Mereka yang cenderung pelit biasanya terkesan dingin atau kurang mampu mengekspresikan kasih sayangnya pada orang yang dicintai. 
Kedua, uang sebagai sumber rasa aman. Setiap pasangan pasti mempunyai masalah dalam rumah tangganya, termasuk soal uang. Banyak orang yang merasa nyaman jika mempunyai uang berlimpah. Mereka merasa bahwa hidupnya akan terjamin jika ada harta tak terhitung jumlahnya. Padahal kita ditantang untuk bisa memahami masalah kemerdekaan secara finansial. 
Ketiga, perbedaan peran dalam rumah tangga. Pada era modern ini banyak wanita yang ikut bekerja. Akan tetapi prialah yang tetap dominan berperan menanggung kebutuhan keluarga. Mengenai masalah penghasilan yang tidak sepadan, kerap menjadi bahan pertengkaran. Proses pengambilan keputusanpun mengalami perubahan, tidak lagi ada hak istimewa pada pria belaka. 
Pernahkah kita bercita-cita menjadi direktur di perusahaan kita sendiri? Lalu mengapa kita terjebak dalam rutinitas pegawai kantoran, kuliah atau rumah tangga tanpa sedikitpun terpikir akan membuka usaha yang menguntungkan. Padahal kesempatan anda untuk memulai bisnis terbuka lebar setiap saat.

Uang bikin serakah




Tidak ada satu pun orangtua yang ingin anaknya miskin. Semua ingin anaknya jadi orang kaya, tujuh turunan kalau bisa. Kaya raya, banyak uang, sukses secara finansial. Anehnya, tidak banyak orangtua yang secara terang-terangan mendidik dan mengarahkan anaknya untuk menjadi orang kaya.
Kebanyakan orangtua lebih mengarahkan dan mendidik anaknya untuk jadi orang pandai. Pintar dalam pendidikan skolastik (membaca, menulis, berhitung) dan pintar dalam pendidikan profesional (kedokteran, insinyur, kepengacaraan, kemiliteran, dsb). Dan untuk itu, mereka mewajibkan anak-anaknya bersekolah, kalau perlu sampai ke negeri seberang. 
Ada kelompok masyarakat tertentu yang memandang bekerja mencari keuntungan finansial (berdagang, berusaha) tidak semulia bekerja mencari ilmu, membela negara, atau mengabdi sesama. Ada juga faktor prejudice. Sebagian orang berprasangka, orang kaya identik dengan sifat sombong, kikir dan eksklusif. Lalu ada lagi faktor pertimbangan praktis. Menjadi orang kaya itu, menurut sebagian orang, repot. Padahal di sisi lain, menjadi kaya – selain merupakan hak asasi sepanjang caranya tidak merugikan orang lain - sebenarnya membawa banyak manfaat pula. Bisa memenuhi kebutuhan diri sendiri dengan lebih layak tanpa harus tergantung pemberian orang juga bisa memberi nafkah dan mata pencaharian bagi orang lain. Selain tentunya bisa menyantuni kerabat serta menyumbang orang maupun badan sosial lebih banyak. Bahkan bisa menjamin kesejahteraan diri sampai masa tua kelak. 
Terlepas dari itu semua, di masa sekarang – apalagi di masa depan – kita tampaknya memang tidak bisa lagi mengharapkan kemakmuran dan keterjaminan finansial seumur hidup dari siapa pun. Tanda-tandanya cukup banyak. Misalnya, tidak banyak lagi perusahaan atau majikan yang menyediakan tunjangan pensiun. Tanda lainnya? Semakin banyak penerima pensiun yang hidup susah karena uang pensiunnya begitu kecil. Dan semakin banyak sarjana menganggur atau tidak digaji layak. 
Melihat gelagat semacam ini, tak ada jalan lain, orangtua perlu lebih memastikan anaknya akan mampu menjadi orang kaya atau setidaknya mampu menghasilkan dan mengelola uang untuk menjamin kebutuhan finansialnya sepanjang hidup. 
Pemahaman terhadap konsep uang-lah yang mempengaruhi sikap anak terhadap uang. Dan sikap terhadap uang mencakup banyak aspek: penghargaan terhadap nilai nominal uang (arti lima ribu rupiah untuk anak yang berbeda konsep uangnya, tak akan sama); sikap terhadap keabsahan asal-usul uang (didapat secara legal atau ilegal?); sikap terhadap cara memperoleh uang (dengan bekerja dan berusaha sendiri atau sekadar meminta?), hingga cara menggunakan uang (memboroskan atau mengeluarkan secara cerdas dan cermat). 
Bekerja meneteskan keringat, misalnya, adalah cara paling tua untuk memperoleh bayaran (upah/gaji). Bahkan istilah gaji atau salary (berasal dari bahasa Romawi, salarium, yang berarti garam) sebenarnya secara tidak langsung mengabadikan hubungan antara bekerja dan bayaran (tentara Romawi kala itu dibayar dengan bungkahan garam). 
Belakangan, muncul konsep – sebut saja ‘kontemporer’. Robert T. Kiyosaki bisa dibilang orang pertama yang menepis konsep klasik ‘bekerjalah untuk mendapat uang’, dengan menawarkan konsep ‘uanglah yang harus bekerja untuk kita’. Pengertian ‘uang bekerja untuk kita’ kurang lebih adalah menginvestasikan atau memutar sejumlah uang dalam bidang apa saja, sehingga bisa mengalirkan uang ke saku kita tanpa perlu kehadiran kita 7-8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Sederhananya, dalam soal uang, Kiyosaki menganjurkan orang untuk memiliki menjadi – paling tidak memiliki mentalitas – pengusaha atau investor. 
Untuk mendidik anak agar mampu menjadi orang kaya (atau minimal mampu menghasilkan dan mengelola uang), Anda tidak harus memakai konsep uang Kiyosaki atau siapa pun. Yang penting, konsep itu bisa membantu mengembangkan ketrampilan finansial anak. Apakah ketrampilan finansial itu? Menurut Safir Senduk, konsultan perencanaan keuangan, keterampilan finansial setidaknya ada lima: (1) mampu berbelanja secara bijak (2) mampu menyimpan dan mengembangbiakkan uang yang dimiliki (3) mandiri (4) berani mengambil risiko, dan (5) bisa menjual diri. Maka uang pun bikin orang serakah. Keadaan itu melukiskan keadaan yang tidak wajar. Namun apapun yang dilakukan, bila berlebihan, dan menimbulkan ketidakwajaran, kita beri nama khusus, antara lain nama-nama di atas tadi. 
Ada kecenderungan manusia menyediakan waktu dan tempat yang utama bagi hal-hal yang berkaitan tugasnya. Hal ini terlihat jelas dalam hidup sehari-hari. Waktu dan pikiran seorang pendidik lebih dipenuhi hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan begitu juga pemilik bengkel motor, pikirannya dipenuhi hal yang berkaitan dengan reparasi motor. Kuasa yang kita beri pengutamaan akan memberi warna tabiat kita. 
Kedua kuasa itu hadir sebagai perwujudan dari pemenuhan bahan dasar penciptaan manusia, bahan fana dari bumi dan nafas kehidupan (berasal dari Allah). Peringatan dalam ayat acuan di atas, agama maksudkan supaya kita tidak mengutamakan tuntutan pemenuhan keinginan bahan fana karena bukan itu yang utama.

YANGSUKSES


YANG SUKSES …
YANG IRONIS …

RODA kehidupan berputar seakan bertarung dengan waktu. Suatu ketika di bawah, di saat yang lain di atas, untuk kemudian kembali ke arus putaran bawah lagi. Semakin kita menyadari fungsi waktu seakan dunia seisinya sudah bisa kita raih “sepuas-sepuasnya”. Namun ternyata perputaran roda itu tak semulus dan sematang yang diharapkan.
Siklus hidup manusia miskin, yang kemudian dengan kerja kerasnya - entah lewat jalan yang lurus atau berliku sikut kiri sikut kanan - akhirnya mendudukkan posisi seseorang pada kedudukan yang happy atau bad ending.
Tak ada yang kekal dengan kedudukan, pangkat dan jabatan. Tak ada pula yang kekal dengan kesehatan dengan fasilitas duniawi yang mempesona. Yang kekal hanyalah “akibat akhir” perilaku kehidupan itu sendiri,
tentu saja dengan segala resiko perputarannya.
Referensi :
1. tokoh indonesia.com
2. tempo interaktif.com
3. hukum online.com
4. republika.co.id
5. kompas.co.id
6. dephan.go.id
7. metrotvnews.com

YANGSUKSES-ABDUL GANI


Abdulgani :
Komitmen Selamatkan Garuda
 kelahiran Buktittinggi 14 Maret 1943 ini kembali dipercaya masuk Garuda menjadi Komisaris Utama bersama Emirsyah Satar sebagai Dirut, Maret 2005. Bankir senior lulusan FE-UI 1969 yang dikenal bersih dan berintegritas tinggi, ini saat menjabat Dirut Garuda 1998-2002 berhasil menyelamatkan maskapai penerbangan terkemuka Indonesia itu dari ancaman keterpurukan.
Abdulgani mempunyai prinsip hidup berada di atas rata-rata agar sanggup bersaing dengan ratusan juta rakyat Indonesia lainnya. Kehadirannya di Garuda Indonesia tahun 1998 sesungguhnya bak mengulang saja peritiwa awal terjun sebagai bankir di Bank Dharma Ekonomi, yang kemudian berubah nama menjadi Bank Duta Ekonomi dan terakhir Bank Duta.
Abdulgani yang menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di kota kelahiran Bukittinggi tahun 1956, lalu SMP di Jakarta tahun 1959, serta SMEA tahun 1962 juga di Jakarta, memasuki pendidikan tinggi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI) dan lulus tahun 1969. Lalu tahun 1970 pria ini menikah dengan Irama Sofia, adik kelasnya di FE-UI serta dikaruniai sepasang anak.
Abdulgani tercatat sebagai pegawai Bank Ekspor dan Impor antara tahun 1970 hingga 1972. Ia terpaksa harus meninggalkan Bank Eksim di tahun 1972 sebab sejak akhir tahun 1971 berstatus sebagai pegawai pinjaman dari Bank Eksim yang ‘dipinjamkan’ melakukan penelitian pada bank swasta nasional Bank Dharma Ekonomi yang sedang dalam kesulitan kondisinya menurun.
Usai melakukan survey dan penelitian bank yang kemudian berganti nama menjadi Bank Duta Ekonomi (BDE) itu kembali kesulitan menemukan pemimpin yang cocok. Abdulgani yang semasa kuliah pernah melakukan tugas magang di People National Bank of Washington, Seattle, AS (1966) kembali ‘dipinjam’ sebagai pemimpin untuk melakukan konsolidasi awal. Hingga ia selesai melakukan konsolidasi siapa bankir yang tepat didudukkan di Bank Duta Ekonomi masih saja belum ketemu. Maka tak pelak Abdulgani penyuka ukiran dan keramik ini pulalah yang diminta mengisi lowongan dimaksud. Akibatnya ia dibuat bingung memilih antara berkarir di Bank Eksim ataukah BDE yang masa depannya masih tak menentu.
Untuk mengakhiri kebimbangan bungsu dari delapan bersaudara ini menemui sahabat yang sudah dikenal baik Omar Abdalla, yang sedang menjabat Dirut Bank Dagang Negara. Ia dianjurkan menerima tawaran memimpin BDE dengan catatan, bankir muda berusia 28 tahun itu dalam dua tahun pertama sudah harus dapat menyimpulkan berhasil atau gagal bertugas.
Jadilah Abdulgani memimpin BDE sejak tahun 1972, sekaligus meninggalkan Bank Eksim dengan hanya mempertahankan delapan pegawai lama sebab tak punya dana membayar gaji. Sedangkan tenaga-tenaga muda yang pernah direkrut ada yang datang namun hanya bertahan satu dua hari lalu menghilang karena belum menemukan masa depan yang baik di BDE.
Namun keadaan semakin membaik saja. Pada 31 Desember 1984, dengan passiva Rp 392.173.052.000, BDE meraih laba sebelum dipotong pajak Rp 11.527.285.000.
Di Garuda Indonesia kisah sukses menyelamatkan Bank Duta berhasil diulang kembali oleh putra dari Haji Sainan seorang pengusaha kecil asal Bukittinggi. Abdulgani secara bijak menawarkan dua cara penyelamatan dari lilitan utang sebesar 1,8 miliar dolar AS. Yakni pilihan pertama meneruskan kegiatan operasional Garuda Indonesia, atau kedua mempailitkan perusahaan dengan konsekuensi Pemerintah segera mengeluarkan dana segar 800 juta dolar AS untuk membayar utang-utang Garuda.
Berdasarkan business plan yang disusun Pemerintah memilih pilihan pertama yakni melanjutkan operasional Garuda Indonesia. Untuk menyelesaikan utang senilai total 1,8 miliar dolar AS Presiden Habibie memutuskan mengambil alih pembayaran utang PT Garuda Indonesia kepada Bank Exim Amerika Serikat terkait penyewaan 11 pesawat tipe Boeing 737. Untuk pengambil-alihan utang tersebut pemerintahan mengeluarkan dana setiap tahun sebesar 62 juta dolar AS selama delapan tahun. Pengambil-alihan utang oleh Pemerintah bisa dianggap sebagai penyertaan modal pemerintah (PMP) yang baru ke dalam perusahaan.
Nah, karena urusan sewa pesawat diambil alih pemerintah Abdulgani tinggal konsentrasi menggunanakan dana-dana Garuda untuk membayar utang-utang lain yang sudah tertuang dalam Business Plan Garuda Indonesia. Seperti utang senilai 300 juta dollar AS hasil pembelian commercial paper beberapa tahun sebelumnya, yang pernah digunakan untuk menutupi cashflow perusahaan. Juga utang pada sejumlah bank milik pemerintah sebesar 170 juta dollar AS, serta utang lainnya kepada berbagai pemasok berjumlah 280 juta dollar.
Abdulgani berhasil membuktikan komitmennya sesuai business plan perusahaan. Pada satu semester pertama tahun 1999 flag carrier itu berhasil meraih laba kotor 507 miliar. Bahkan Garuda Indonesia pernah mendapatkan penghargaan sebagai maskapai penerbangan asing terbaik dari bandar udara internasional Schipol, Belanda.
Abdulgani mantan Ketua Senat FE-UI 1967-1969 yang turut aktif dalam perjuangan pendirian Orde Baru, bahkan bersama Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada Februari 1966 pernah menyelenggarakan Seminar Ekonomi dengan pembicara tokoh-tokoh ekonomi antara lain Frans Seda, Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Sri Sultan Hamengkubuwono, dan Emil Salim, di tahun 2005 kembali diminta masuk ke Garuda Indonesia.
Kepadanya diserahkan tugas penting baru sebagai Komisaris Utama bersama-sama dengan anggota komisaris lain Gunarni Soeworo (mantan Dirut Bank Niaga dan juga Ketua Perbanas sebagai komisaris independen), M Soeparno (mantan Dirut Garuda Indonesia), Bambang Wahyudi (peneliti LPEM-UI), Slamet Riyanto, dan Aries Mufti (direktur PT Permodalan Nasional Madani).
Kembalinya pria penggemar olah raga golf bertubuh sedang dengan tinggi 165 cm dan berat 59 kg ini bersamaan dengan pergantian sususunan direksi Garuda Indonesia dari Indra Setiawan kepada Emirsyah Sattar (mantan direktur keuangan Garuda Indonesia, terakhir menjabat Wakil Direktur Utama Bank Danamon).
Abdulgani adalah penganut prinsip ‘ahli di satu bidang’ agar bisa berada sedikit di atas manusia rata-rata. Sebab jika tidak demikian pemilik suara bariton ini menyebutkan dirinya akan sama saja dengan ratusan juta rakyat Indonesia lainnya. Prinsip berada di atas rata-rata sudah berkali-kali dibuktikan Abdulgani di berbagai ruang dan waktu pengabdian.
Putus kontrak Keluarga Cendana
Adalah Presiden BJ Habibie yang, begitu menggantikan posisi Pak Harto sejak 21 Mei 1998, sebulan kemudian menempatkan Robby Djohan bersama Abdulgani di posisi puncak PT Garuda Indonesia. Tugas keduanya menyelamatkan flag carrier kebanggaan itu dari ancaman keterpurukan akibat lilitan utang 1,8 miliar dolar AS. Robby bankir berpengalaman dan bereputasi agresif menjadi direktur utama ‘dicabut’ dari Bank Niaga, sedangkan Abdulgani yang selalu hati-hati berbicara sebagai anggota direksi berasal dari Bank Duta.
Tak lama hanya enam bulan Robby Djohan kembali ke habitat asli sebagai bankir memimpin Bank Mandiri. Lalu Abdulgani yang kelahiran Bukittinggi 14 Maret 1943 sejak November 1998 diangkat menempati posisi puncak Direktur Utama.
Misi masih sama menyelamatkan Garuda Indonesia dari ancaman keterpurukan yang, ketika itu kata Sofyan Djalil seorang staf ahli senior Kementerian Pembinaan BUMN, yang kemudian dipercaya menjadi Menteri Komunikasi dan Informasi Kabinet Indonesia Bersatu, menyebutkan Garuda sudah nyaris kolaps. Tahun 1998 saja kerugian Garuda akibat perbedaan kurs mencapai 46,4 jut adolar AS. Kerugian terbesar Garuda terjadi akibat nilai rupiah terhadap dolar AS jatuh sebab pendapatan Garuda dalam mata uang rupiah sedangkan pengeluaran dalam dolar AS.
Penempatan Abdulgani di posisi puncak, kata Ketua Komisi IV DPR RI ketika itu Burhanuddin Napitupulu terkait karena persoalan Garuda Indonesia adalah persoalan keuangan yang sangat kompleks sehingga jabatan dirut perlu diberikan kepada seorang bankir. Dan Abdulgani yang pernah menyelamatkan Bank Duta dari keterpurukan, Napitupulu memastikan integritas Abdulgani sebagai bankir senior dikenal bersih, terpercaya, dan mumpuni.
Salah satu langkah berani Abdulgani menyehatkan Garuda adalah memutus kontrak-kontrak bisnis dengan perusahaan-perusahaan yang terkait dengan keluarga Cendana. Abdulgani segera mereorganisasi secara sempurna rute-rute penerbangan domestik dan internasional. Ia juga memberdayakan sekaligus memberlakukan skema insentif terhadap karyawan. Skema langkah-langkah restrukturisasi sesuai business plan mulai diimplementasikan.
Salah satunya menunjuk Deutchebank sebagai penasehat keuangan untuk merestrukturisasi utang senilai 1 miliar dolar AS ke para kreditor asing, dan menunjuk Lufthansa sebagai penasehat mengembangkan manajemen dan meningkatkan pelayanan penerbangan. “Kita sedang mere-enjineering diri,” kata Abdulgani singkat menjelaskan bentuk langkah-langkah pembenahannya.
Integritas dan bersihnya Abdulgani benar saja terbukti. Pada tanggal 23 Februari 2002 Abdulgani menghadap kuasa pemerintah selaku pemegang pemegang saham Garuda yakni Menteri Pembinaan BUMN Laksamana Sukardi. Jebolan (Master Degree-nya) dari University of Colorado, Boulder, AS (1998) serta Diploma Program dari The Economics Institute, Boulder, tahun yang sama, ini menyampaikan kepada Laksamana tugasnya menyelamatkan Garuda Indonesia sudah selesai. Komitmen awal mengantar Garuda menjadi lebih baik sudah selesai. Karena itu Abdulgani siap untuk mundur dan digantikan.
Abdulgani yang teguh pada komitmen pengunduran dirinya baru tiga bulan kemudian bersamaan pelantikan Dirut baru Indra Setiawan, pada 6 Mei 2002.

Nama :
Abadulgani
Lahir :
Bukittinggi, Sumatera Barat, 14 Maret 1943
Jabatan:
Komisaris Utama PT Garuda Indonesia, 2005
Agama :
Islam
Istri:
Irama Sofia (Menikah 1970)
Anak:
Satu Lelaki satu Perempuan
Ayah:
Haji Sainan
Pendidikan :
-SD Bukittinggi (1956)
-SMP Jakarta (1959)
-SMEA di Jakarta (1962)
-Fakultas Ekonomi UI, Jakarta (lulus, 1969)
-The Stonier Graduate School of Banking, New Jersey, USA
-Job Training pada People National Bank of Washington, Seattle, AS (1966)
Karir :
-Pegawai Bank Ekspor dan Impor (1970-1972)
-Anggota Board of Directors Asean Finance Corporation di Singapura, Komisaris Utama Duta PCI Leasing di Jakarta
-Komisaris Utama Amro Duta Leasing di Jakarta
-Chairman Duta International Finance di Hong Kong
-Direktur Utama Bank Duta Ekonomi, sekarang Bank Duta, (1972- sekarang). Ketua Bidang Luar Negeri Perbanas di Jakarta
-Anggota Committee on Education Asean Banking Council
-Vice Chairman Indonesian Executive Circle
-Sekretaris Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
-Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi UI
-Anggota Ceramic Society
-Wakil pemred majalah Forum Ekonomi
-Pembina majalah Info Bank
-Direktur Utama PT Garuda Indonesia

YANGSUKSES-ABDULLAH PUTEH


Konflik Aceh dan Pengadaan Helikopter MI-2
 yang paling menentukan untuk penyelesaian konflik Acah boleh jadi adalah Abdullah Puteh. Selaku Gubernur Nangroe Aceh Darussalam, ia adalah orang yang paling berkuasa di daerah itu. Termasuk dalam sosialisasi sembilan pasal kesepakatan penghentian permusuhan (The Cessation of Hostilities Agreement), pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang telah didatangani 9 Desember 2002.
Kekerasan dan pembunuhan masih berkecamuk di Aceh. Tidak hanya anggota TNI dan GAM yang sering kali menjadi koban, melainkan juga penduduk sipil. Rasa takut masih saja menyelimuti masyarakat di daerah itu. Kketakutan itu bukannya tanpa alasan. Jangankan rumah penduduk dan gedung sekolah yang dibakar, beberapa waktu lalu, rumah dinas Abdullah Puteh pun pernah dilempari bahan peledak oleh orang tidak dikenal. Praktis, ledakan di pintu pagar rumah itu membuat panik orang-orang.
Kini berkembang wacana, untuk dapat segera mengakhiri konflik di daerah itu, sudah saatnya diberlakukan darurat militer. Namun banyak kalangan yang tidak sependapat dengan pemberlakuan darurat militer tersebut. Namun apapu yang diperbincangkan orang, yang paling menentukan dalam hal ini adalah Abdullah Puteh selaku penguasa di daerah itu. Ia kini ditantang untuk mencari solusi yang paling baik dalam menyelesaikan konflik di daerah kelahirannya itu.
Lahir di Meunasah Arun, Idi, Aceh Timur, 4 Juli 1948, Abdullah menghabiskan masa kecil di Idi. Di sana pula ia menamatkan sekolah rakyat dan sekolah menengah pertamanya. Sementara masa remajanya dilalui di Langsa, Aceh Timur, sambil menamatkan sekolah menengah atas. Walau dimanja, bungsu dari lima bersaudara ini sejak kecil belajar hidup prihatin. Untuk menambah biaya sekolah, ia berjualan telur di pasar atau menjajakan nasi bungkus di stasiun kereta api. Di rumah indekos, ''Saya rajin membantu induk semang,'' katanya. Sehingga ia tidak dikutip bayaran.
Insinyur Teknik Planologi Kota ini adalah putra Tengku Haji Imam Puteh (almarhum), seorang petani yang merangkap menjadi guru agama. Ketika di SMA Langsa, ia aktif dalam Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Sempat pula ia bercita-cita masuk Akabri, sebelum akhirnya memutuskan mencoba mendaftar di ITB. Berbekal beasiswa dari Gubernur Aceh waktu itu, ia berangkat ke Bandung. Sayang, ketika itu ia gagal masuk ke perguruan tinggi yang, menurut Puteh, banyak melahirkan tokoh pergerakan itu. Akhirnya, ia memilih kuliah di Akademi Teknik Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (ATPUT).
Setelah menjadi sarjana muda, ia kembali ke Aceh dan diangkat menjadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum Aceh Timur. Di kabupaten itu, ia sempat menjadi Ketua KNPI. Pada 1979, ia berangkat ke Senayan menjadi anggota DPR Pergantian Antar Waktu. Begitu tinggal di Jakarta, peluangnya untuk melanjutkan ke ITB kembali terbuka lebar. Dan ia tidak mensia-siakan kesempatan tersebut. Tak peduli ia mesti bolak-balik Bandung-Jakarta. Karena, sebagai mahasiwa ITB, ia mesti kuliah di Bandung. Sementara sebagai wakil rakyat, ia mesti berkantor di Senayan. Itu, selain aktivitasnya sebagai pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) yang berkantor pusat di Jakarta.
Dan hal itu tidak sia-sia. Pada Oktober 1984, ia meraih gelar sarjana teknik. Sebulan kemudian, ia terpilih sebagai Ketua Umum DPP KNPI. ''Semua itu merupakan rahmat Allah,'' katanya mensyukuri. Di samping itu, karirnya sebagai anggota Dewan juga berlanjut. Setelah periode pergantian antar waktu dilalui, suami Linda Purnomo -- mantan penyiar TVRI -- ini terpilih kembali sampai dua periode berikutnya, dan sempat menjadi Wakil Ketua Komisi V dan Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan.
Setelah tidak lagi berkantor di Senayan, ia mencurahkan waktunya sebagai pengusaha. Ia juga tercatat sebagai Ketua Umum Apjati (Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia). Selain itu, ia masih aktif sebagai Wakil Sekjen DPP Partai Golkar. Terakhir, pada 4 November lalu, ia terpilih sebagai Gubernur Aceh dengan mengantongi 33 suara dari 54 anggota DPRD Aceh. Ini adalah "perjuangannya" yang kedua kali untuk mencapai tampuk pimpinan di daerah itu. Pada suksesi Gubernur Aceh sebelumnya, ayah dua anak ini sempat dikalahkan oleh kandidat lain, Syamsuddin Mahmud.
Periode kepemimpinannya ini tentu sangat sulit, mengingat suhu konflik di tanah rencong itu makin meninggi. Puteh sendiri mengaku akan berupaya menyelesaikan konflik Aceh secara damai, adil dan bermartabat. Dan penyelesaian konflik itu, menurut pengagum Jenderal Sudirman dan John F. Kennedy ini, harus didahului dengan penyejukan. "Kalau tegang seperti sekarang, semua orang pada mengkristal ke kekerasan. Orang tidak mungkin melakukan perundingan," katanya dalam sebuah wawancara dengan Suara Karya.
"Saya meminta dukungan semua lapisan masyarakat agar berupaya menuju Aceh baru yang lebih sejahtera," harapnya di lain kesempatan. Akankah niat luhur Abdullah itu berhasil? Yang jelas, tantangan makin hebat
Namun perjalanan karier Abdullah Puteh tak semulus yang diperkirakan. Ia tersandung masalah pengadaan helicopter MI-2. Bulan April 2005, majelis hakim Pengadilan ad hoc Korupsi memvonis 10 tahun penjara bagi Puteh dalam perkara korupsi pengadaan helikopter MI-2 untuk Pemerintah Provinsi Aceh. Ketika vonis dibacakan, Puteh tidak hadir ke ruang sidang dengan alasan sakit. Ia disebutkan dirawat di Rumah Sakit Thamrin, Jakarta. Para pengacara Puteh pun meninggalkan ruang sidang ketika majelis hakim memutuskan hal itu.
Juan Felix Tampubolon, pengacara Abdullah Puteh, menyatakan protes atas vonis untuk kliennya. Menurut dia, majelis hakim Pengadilan ad hoc Korupsi dan jaksa penuntut umum tidak bisa membedakan ruang lingkup administrasi negara dan pidana. "Jadi, majelis hakim telah keliru menerapkan hukum," kata Felix Tampubolon.
Menurut Felix, pembelian helikopter dilakukan Puteh untuk menjalankan kebijakan pemerintah. Keputusan itu, kata dia, telah dipertanggungjawabkan kepada DPRD sebagai "atasan". Para bupati yang "menyumbangkan" sejumlah anggaran pun sudah mempertanggungjawabkannya ke parlemen daerah masing-masing. "Semua itu diterima, jadi sebenarnya tidak ada masalah pidana," tuturnya.
Ia pun mempersoalkan pembacaan vonis tanpa kehadiran Puteh. Padahal, menurut dia, baik Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi maupun Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengatur bahwa kehadiran terdakwa adalah mutlak. Kecuali, ia menambahkan, terdakwa tidak hadir dengan sengaja atau melarikan diri.
Ketika ditanyakan bahwa pembacaan vonis untuk Hutomo Mandala Putra, terpidana pembunuhan Hakim Agung Syafiudin Kartasasmita, pun tidak dihadiri oleh putra mantan Presiden Soeharto itu, Felix menjawab, "Itu juga sedang kami persoalkan di Mahkamah Agung."
Tentang kondisi Puteh, Felix mengungkapkan, bahwa mantan Ketua Umum KNPI itu menderita darah rendah. Puteh, ia menambahkan, juga mengalami demam. "Jangankan datang," kata dia, "untuk berkomunikasi dengan kami, pengacara, pun susah." Menurut Felix, Puteh ditemani istri dan anaknya di rumah sakit.

Nama:
Abdullah Puteh
Lahir:
Meunasah Arun, Aceh Timur, 4 Juli 1948
Pendidikan:
• Sekolah Rakyat, Idi, Aceh
• SMP, Idi, Aceh
• SMA, Langsa, Aceh, (1967)
• Akademi Teknik Pekerjaan Umum (ATPUT), Bandung (1974)
• Fakultas Teknik Planologi ITB, Bandung (1984)
Karir:
• Komandan Resimen Mahawarman Batalyon VI Detasemen ATPUT Bandung (1969-1971)
• Ketua Umum HMI Cabang Bandung (1970-1971)
• Ketua Biro Kaderisasi PB HMI (1971-1973)
• Anggota Majelis Pekerja Kongres PB HMI (1973-1975)
• Kepala Dinas PU Aceh Timur (1974-1979)
• Ketua KNPI Aceh Timur (1974-1978)
• Ketua Departemen Wisata Pemuda DPP KAPPI
• Ketua Departemen Koperasi dan Wiraswasta DPP AMPI (1979)
• Ketua Gema MKGR DKI Jaya (1979)
• Anggota MPR/DPR RI (1979 --.. ) Ketua Umum DPP KNPI (1984-1987)
• Ketua Umum Apjati (Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) - 1996-1999
• Wakil Sekjen Golkar
- Gubernur Provinsi Nangroe Aceh Darussalam 2000-2005

YANGSUKSES-ARIFIN PANIGORO


Simbol Kebangkitan Politik Pengusaha
 Orde Baru tumbang tahun 1998, nama Arifin Panigoro hanya dikenal kalangan terbatas sebagai pengusaha di bidang perminyakan. Lingkaran pergaulannya lebih banyak dengan Pertamina dan pengusaha perminyakan internasional. Namun, ketika reformasi tengan “hamil tua” yang ditandai dengan maraknya aksi demonstrasi mahasiswa, kesadaran politik Arifin bangkit. Ia telah menjadi simbol kebangkitan politik pengusaha.
Tidak hanya itu, ia turut serta secara aktif membantu pergerakan mahasiswa, termasuk menyiapkan nasi bungkus untuk dikirim kepada mahasiswa yang tengah menggelar aksi di Gedung DPR Senayan, Jakarta.
Alumni Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1973 ini memulai usahanya tidak langsung menjadi bos di Meta Epsi Drilling Company (Medco). Sebelum tahun 1980-an, awalnya ia cuma sebagai kontraktor instalasi listrik door to door. Selanjutnya memulai proyek pemasangan pipa secara kecil-kecilan. Begitu ada proyek yang berdiameter besar, hal itu bukan porsi pengusaha lokal, melainkan pengusaha asing. Jadi, setiap Pertamina melakukan tender untuk pemasangan pipa besar, maka perusahaan asing yang menang karena untuk pipeline butuh peralatan berat. Peralatan itu umumnya hanya dimiliki oleh perusahaan asing.
Kondisi itu membuatnya berpikir, sebaiknya pengusaha lokal pun diberi kesempatan atau dibantu untuk bisa menangani pemasangan pipa besar dan tidak hanya diberi pekerjaan yang kecil-kecil. Tahun 1981 ia memberanikan diri untuk mulai masuk proyek pipanisasi yang berdiameter besar. Untuk pekerjaan itu, ia bekerja sama dengan perusahaan asing. Deal-nya, bila satu proyek selesai, bagi hasilnya adalah peralatan itu. Mitra setuju, proyek pun selesai. Sejak itu dengan alat tersebut ia mencari proyek ke mana-mana.
Selain menggandeng mitra asing, dukungan dan proteksi dari pemerintah amat diperlukan. Tidak mungkin pengusaha lokal yang baru berdiri dan tidak memiliki pengalaman dapat tiba-tiba bersaing dengan perusahaan asing yang berpengalaman di bidang perminyakan sela puluhan tahun. Menggandeng mitra luar dan dukungan pemerintah itu merupakan cara pengusaha lokal bisa membuka pintu ke bidang bisnis yang lebih luas. Dengan begitu, persaingan dengan perusahaan asing bisa dilakukan.
Semuanya dimulai dari tahapan membiasakan pengusaha lokal mengerjakan proyek besar. Contoh yang dialaminya dengan bendera usaha Medco tejadi pada tahun 1979-1980 ketika terjadi oil boom, Sekretariat Negara mengambil inisiatif untuk membangun kilang minyak karena ada tambahan anggaran. Pada saat itu, pemerintah berkeinginan untuk menyelipkan unsur pembinaan bagi pengusaha lokal, termasuk Medco. Saat itu, dalam pembangunan Kilang Cilacap, Medco dikawinkan dengan satu perusahaan asal Amerika Serikat. Akhirnya, Medco yang tidak tahu apa-apa tentang pemasangan pipa, menjadi mengerti.
Demikian juga saat memulai usaha pengeboran minyak tahun 1981, juga tak lepas dari bantuan pemerintah. Menurut Arifin, tahun itulah titik awal Medco menjadi besar. Pada waktu itu, ia memiliki kedekatan dengan Dirjen Migas Wiharso yang menginginkan ada pengusaha lokal dalam proyek jasa pengeboran. Kebetulan ada penyertaan modal pemerintah ke Pertamina, yang mau melakukan pengeboran gas di Sumatera Selatan.
Pemerintah mendorongnya untuk ikut tender, meskipun tidak punya peralatan ngebor. Pemerintah memanggil perusahaan asing yang berpeluang menang diminta untuk menyewakan alat, atau memakai orang-orang Medco sebagai mitra. Tujuan pemerintah waktu itu adalah untuk membesarkan pengusaha lokal. Namun, tanggapan dari perusahaan asing itu membuat Pak Wiharso tersingung dan batal. Lalu Pak Wiharso memintanya menggarap proyek itu sendirian. Arifin sama sekali tidak percaya dengan keputusan itu karena ia tidak memiliki pengalaman melakukan pengeboran.
Hasilnya, ia kelabakan karena proyek yang ditenderkan tahun 1979 sudah harus mulai dikerjakan pada tahun 1980. Dengan perasaan yakin, ia pun terima tantangan itu. Tahap awal ia instruksikan staf yang memiliki kemampuan bahasa Inggris untuk menjajaki pusat penjualan peralatan pengeboran di AS. Baru setelah ada kepastian dan diketahui harganya, ia terbang dari Jakarta ke Houston, AS. Perjalanan itu merupakan pengalaman pertamanya ke AS. Bermodal "bahasa Inggris Tarzan" dan uang 300.000 dollar AS, ia melakukan deal dengan pemilik barang. Hasilnya, deal berangsung buruk.
Penjual barang meminta dalam waktu dua minggu barang seharga 4 juta dollar AS sudah dibayar, kalau tidak maka uang muka 300.000 dollar AS hangus. Ia terpaksa menerima syarat itu karena posisi tawarnya yang jelek. Setelah itu ia langsung terbang ke Indonesia. Saking panjangnya perjalanan dengan tiket ekonomi, tiba di Indonesia langsung sakit. Namun, dengan kondisi yang berat ia berusaha menemui Gubernur Bank Indonesia Rachmat Saleh, lalu ke Pertamina.
Cara itu merupakan langkah terakhir yang harus dilakukan karena ia masih merupakan pengusaha "bayi". Beruntung, Pak Piet Haryono dan Pak Wiharso memberikan rekomendasi, Medco patut dibantu. Dana pun cair di ambang batas perjanjian. Proyek pun bisa berjalan sesuai waktu yang ditentukan pemerintah.
Terhadap bantuan yang diberikan pemerintah itu, Arifin menilai sangat positif agar pengusaha lokal mampu bersaing. Namun, tetap harus dilakukan secara betul karena kalau tidak bisa, jadi salah arah. Di sinilah sulitnya, kadang proteksi itu memberikan hasil yang sebaliknya. Mumpung dikasih proteksi, pengusaha malah menjadi manja.
Setelah merintis usaha tahun 80-an, Medco memulai kejayaannya pada tahun 1990. Sebelum tahun 1990 Medco selalu bekerja sama dengan pihak ketiga dan untuk masuk ke sana bukan hanya masalah konsistensi ketekunan dan normatif, tetapi juga urusan garis tangan sebagai penentu. Sebab, untuk memburu satu sumur minyak bukan urusan ribuan dollar AS, tetapi jutaan dollar AS dan itu pun belum tentu ketemu minyaknya.
Namun, keinginan untuk bisa mandiri tetap ada, maka tahun 1990 untuk pertama kali Arifin membeli sumur minyak di Tarakan, Kalimantan Timur, seharga 13 juta dollar AS. Ladang itu mampu berproduksi 4.000 barrel per hari (bph). Tahun 1995, beli lagi sumur minyak tertua PT Stanvac Indonesia milik ExxonMobil, yang sampai saat ini total produksi yang dimiliki Medco mencapai 80.000 bph.
Barangkali inilah prestasi paling gemilang dari Arifin dan perusahaannya, Meta Epsi Drilling Company (Medco). Pembelian Stanvac dimenangkan melalui tender yang kemudian namanya diubah menjadi Expan. Dengan pembelian itu, PT Stanvac tidak lagi dikuasai orang asing sebab perusahaan minyak tertua di Indonesia itu sudah dimiliki sepenuhnya oleh Medco.
Keberhasilan itu konon karena ada unsur tekanan dari pemerintah. Atas isu tersebut, Arifin membeberkan bahwa ia membeli perusahaan minyak itu melalui tender intemasional. Untuk bertemu langsung dengan orangnya saja tidak bisa. Baru setelah selesai pembelian, mereka bisa benar-benar bertemu. Ia membelinya secara langsung. Waktu itu cadangannya cuma 20 juta. Kemudian tahun 1996 produksi digenjot. Hasilnya, satu lapangan saja bisa mendapatkan 320 juta barel minyak.
Sukses di bidang perminyakan ternyata membuat Arifin berpikir lain masih dalam sektor tambang. Kenapa orang lokal tidak bisa berjaya di gas, seperti halnya di minyak. Padahal Indonesia kan salah satu produsen gas terbesar di dunia dan banyak industri yang berteriak kekurangan gas? Pernyaan inilah yang kerap membuatnya gundah. Jika kita lihat pada satu sisi, Indonesia menempati posisi nomor satu di dunia dalam ekspor LNG karena cadangan gas jauh lebih banyak dari minyak. Kini, cadangan sudah mencapai 170 triliun kaki kubik (TCF). Jika cadangan itu diproduksi, sampai 50 tahun pun tidak akan habis.
Gas itu ada di luar Pulau Jawa, tetapi tetap harus harus dibawa ke Pulau Jawa karena berapa pun harganya tetap menarik. Misalnya PLN, jika membeli gas harganya hanya 3 dollar per million metric british thermal unit (MMBTU) sudah sangat mewah. Namun, kalau disetarakan dengan BBM sama dengan 18 dollar AS per barrel. Harga itu sangat murah dibandingkan harga BBM yang harus dibayar PLN sebesar 30 dollar AS per barrel.
Namun, kembali lagi, kenapa gas tidak ada di Pulau Jawa, ini masalah kebijakan pemerintah. Jadi, mestinya Bappenas atau Menteri bidang Ekuin sama memikirkan, apakah terus bergantung minyak yang harganya 30 dollar AS per barrel. Medco menjual ke Pusri 1,8 dollar AS ditambah ongkos pipa 0,5 sen dollar, sudah bisa untung.
Inilah yang ia anggap kebijakan itu keliru. Demikian juga proyek yang dibangun oleh PT Perusahaan Gas Negara, yang berhasil menyambung pipa gas ke Singapura, setelah itu membangun pipa ke Pulau Jawa adalah kebijakan yang salah. Gas di Sumsel sebenarnya tak banyak lagi, jadi seharusnya dibawa ke Jawa saja. Tetapi, barangkali pemeritah memiliki pertimbangan harga di Singapura yang barangkali lebih baik.
Sukses di dunia bisnis membuatnya ikut berpetualang ke dunia politik. Awalnya ia melakukan pertemuan di Hotel Radisson Yogyakarta tahun 1997. Sebenarnya itu adalah pertemuan atau diskusi biasa. Namun, efeknya luar biasa, khususnya buat Arifin. Ia dituduh berupaya menggagalkan Sidang Umum MPR yang akan mengesahkan Soeharto menjadi Presiden ketujuh kalinya.
Ketika aksi mahasiswa semakin memanas, Arifin memberi bantuan konsumsi kepada para demonstran yang melakukan aksi di Gedung DPR. Ribuan kotak makanan dikirim. Tak heran jika kemudian muncul opini bahwa Arifin adalah tokoh di belakang aksi atau cukong para mahasiswa. Namun, Arifin tahu bahwa ia tidak sendiri. Gerakan reformasi merupakan suratan untuk memperbaiki keadaan.
Cobaan terhadap langkahnya di dunia politik masih berlanjut. Di era Presiden BJ Habibie, Arifin Panigoro kembali dijerat dengan tuduhan pidana korupsi penyalahgunaan commercial paper senilai lebih dari Rp 1,8 triliun. Pada waktu itu, sejumlah kalangan percaya dijeratnya Arifin karena kedekatannya dengan gerakan mahasiswa. Bahkan pada masa pemerintahan Megawati, Arifin kembali dicoba untuk dijerat lewat perkara di kejaksaan. Sejak awal, dirinya yakin hanya dikerjain karena masih banyak pihak yang tidak senang dengan aktivitas politik yang digeluti.
Pengalamannya sebagai pengusaha membuat dia tidak kaget dengan praktik politik karena di dalamnya ada aktivitas melobi atau menggarap, juga money politics. Baginya, hari-hari uang adalah urusannya. Dari permulaan bekerja sebagai pengusaha, ia tidak pernah buat kesepakatan dengan fasilitas yang diperolehnya.
Demikian juga dengan urusan politik yang juga bagian dari kompromi lintas fraksi, kesepakatan semua kekuatan. Hal-hal begitu tidak selalu pakai uang, cukup pengertian bahwa kita punya sesuatu yang lebih besar, mari kita jalani sama-sama. Namun, perjalanan tidak selalu mulus, godaan banyak. Apalagi kekuatan politik sekarang sesudah zaman Soeharto, relatif pemainnya baru semua.
Meskipun terbiasa bermain dengan uang, namun Arifin mengaku memiliki batasan dalam memainkan uangnya. Sayangnya, proses politik atau proses pengambilan keputusan politik, ternyata uang yang berbicara. Padahal, meskipun ia seorang pebisnis, tetapi ia mau bisnis tanpa uang. Meskipun ia mengaku, cara bisnisnya memang tidak sebersih di AS. Di negara itu, mentraktir makan di atas 100 dollar AS sudah termasuk kategori sogokan. Ia tidak begitu amat, tetapi mendambakan good government and corporate governance, supaya bisa membuat bangsa ini ke depan lebih baik.
Ia berhitung, hari ini, uang dihabiskan untuk apa saja. Ia mau menghitung berapa total uang yang dikeluarkan dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia, yang akan membebani APBD setiap daerah. Jangan lupa, itu uang rakyat dari pajak. Kalau pemimpinnya main, tentu menggelembungkan dana proyek, tentu bawahan juga ikut ambil bagian. Dengan demikian korupsi akibat kedudukan bisa menimbulkan efek berantai, jika dana diselewengkan Rp 1 triliun, uang rakyat yang bakal hilang sekitar Rp 10 triliun untuk pemilihan kepala daerah.
Perkenalannya lebih mendalam dengan dunia politik adalah ketika partai-partai baru bermunculan tahun 1998-1999 setelah lengsernya Soeharto dari kursi presiden. Pada awalnya, Arifin menjalin hubungan dengan berbagai tokoh politik, baik tokoh masyarakat yan sudah lama dikenal maupun tokoh yang baru muncul. Saat deklarasi partai baru dilangsungkan, Arifin kerap menghadirinya. Namun, akhirnya pilihannya jatuh ke PDI Perjuangan yang dipimpin Megawati Soekarnoputri. Bersama PDIP, Arifin pun melenggang menuju Senayan sebagai anggota DPR/MPR.
Untuk kategori pemain baru di dunia politik, sebenarnya karir politik Arifin terbailang bagus. Ia bisa duduk di jajaran DPP partai peraih suara terbanyak dalam pemilu. Ia pernah memimpin lintas fraksi, juga menjadi Ketua Fraksi PDIP MPR. Namun, dunia politik memang seperti cuaca yang cepat berubah. Arifin yang kerap dikenal sebagai anak “indekos” di partai berlambang banteng merah gemuk itu dianggap sudah kurang loyal kepada partainya dan mulai memihak lawan partai politiknya bernaung.
Arifin Panigoro yang dulu dianggap sebagai inspirator pembangunan jalan mulus Presiden Megawati menuju kursi kepresidenan, kini dianggap sebagai anak yang nakal. Isu pun merebak bahwa Arifin bakal dipecat. Namun, hingga saat ini, isu tersebut tidak berbuah menjadi kenyataan.
Terhadap isu tersebut, ia berpendapat kalau dirinya dikeluarkan, sepertinya ia harus membuat acara perpisahan dengan teman-teman. Tetapi, sebetulnya ia sudah memikirkan untuk keluar. Menurutnya, kalau dikeluarkan dirinya akan lebih senang. Seperti orang kerja, kalau berhenti tidak dapat pesangon, kalau diberhentikan malah dapat pesangon.
Meskipun siap untuk keluar, namun mengenai masa depan politiknya masih belum jelas, dan ia sendiri masih belum bisa mengira-ngira ke mana akan berlabuh. Hal itu terjadi karena dari tahun 1998 ia termasuk non-partisan, meskipun belakangan bergabung ke partai. Awalnya, ia datang pada setiap acara peresmian partai baru, sampai akhirnya bergabung dengan PDIP.
Arifin menganggap dirinya sebagai seorang oportunis yang iseng-iseng. Atau ia hanya ingin ada lima tahun periode yang lain, tidak hanya menjadi seorang pengusaha.Tetapi yang pasti, hematnya, konyol jika berhenti lalu serta-merta melawan PDIP, apalagi mau menggulingkan Megawati.
Jika benar-benar mundur dari dunia politik, kemungkinan ia akan relaksasi dan bermain golf di Paris atau mencari sekolah khusus untuk mereka yang sudah berumur di kota yang mempunyai makanan yang enak-enak. Mungkin enam bulan istirahat dulu.
Ia juga termasuk orang yang respek terhadap cendekiawan muslim Noercholish Madjid (Cak Nur). Menurutnya, Cak Nur itu bukan politikus, tetapi berminat jadi presiden. Ketika pertama kali mengemukakan minatnya jadi presiden Arifin termasuk orang yang awal-awal mendatangi dan bertanya, ternyata jawabannya memang mau. Pikirnya, siapa pun ini, dia dari unsur yang berbeda dibandingkan politikus yang lain. Dengan demikian bisa menjadi ukuran moral, sebab moral juga harus terukur. Paling tidak, politikus ada malu-malu sedikit. Jadi, pencalonan Cak Nur, sebenarnya dapat meningkatkan kualitas pertandingan.
Mengenai kehidupan keluarganya, suami dari Raisis A Panigoro cukup bahagia. Anak-anaknya sudah besar, bahkan yang tertua Maera Hanafiah sudah menikah dan sebentar lagi dikarunia anak kedua. Adapun yang bungsu Yaser Mairi sedang menambah pendidikan di Singapura pada bidang IT. Sekarang, meskipun agak telat, ia sadar, kalau dirinya kurang memberikan perhatian kepada anak-anak, karena jam kerja yang ngawur. Sekarang, sejak sekolah di luar negeri, anak-anaknya seakan-akan lupa dengan orang tua.
Meskipun anak-anak itu bersekolah di luar negeri, namun tidak ada yang secara khusus disiapkan menggantikannya. Anak pertamanya seorang ibu rumah tangga, anak kedua tidak dipersiapkan untuk itu. Prinsipnya, Medco bukan perusahaan keluarga, jadi sebaiknya dijalankan oleh profesional. Kebetulan, adiknya orang minyak. Jadi, Hilmi Panigoro duduk Medco.
Ia juga tidak akan memaksakan anak-anak untuk meneruskan usaha orang tuanya. Jika kapasitasnya sudah dipenuhi, silakan saja kalau mau meneruskan. Ia mengaku tidak takut jika perusahaannya dipegang oleh orang lain, toh semua aset, cadangan tidak ke mana-mana.
Meskipun kini sudah menjadi "raja minyak", suami dari Raisis A Panigoro ini mengaku, kaya itu relatif. Dia mengaku tak pernah menghitung, apakah dirinya kaya atau tidak, sebab semua hidup yang dijalani terus menggelinding. Baginya, disebut kaya itu relatif, kalau di Indonesia, seperti dirinya memang sudah menonjol. Sebagai orang yang beberapa kali dicekal untuk bepergian ke luar negeri, ia pun bertanya untuk apa kekayaan itu.
Sebagai orang yang romantis, ia mengaku merasa benar-benar kaya, kalau berada dalam satu konser musik yang benar-benar disukai. Seperti saat ini, setelah bisa menikmati alunan gamelan Jawa, maka setiap mendengar musik Jawa itu sebelum tidur, dia merasa kaya. Jadi, baginya kaya cukup sederhana, bukan harta melimpah atau kekuasaan.
Arifin juga sadar, suatu saat akan pendiun sebagai orang perminyakan. Namun, tidak berarti ia akan berdiam diri. Ia merencanakan untuk memfokuskan ke Medco yang lain yaitu di bidang agrobisnis. Sekarang ini orang sedang banyak bicara tentang pertanian. Masalah minyak goreng yang masih kurang kelapa sawitnya. Mungkin itu adalah salah satu pelabuhan yang akan ditujunya kemudian.
Bersama Nurdin Halid (dalam kasus dugaan korupsi Dana Bulog), Pande Lubis (skandal Bank Bali), Muchtar Pakpahan (korupsi dana Jamsostek), Ricardo Gelael (kasus tukar guling tanah Bulog dengan Goro), Arifin yang sempat didakwa kasus penyimpangan Dana PT Jasindo, adalah termasuk deretan perkara korupsi kelas kakap yang telah divonis bebas, lepas, atau bahkan dihentikan oleh PN Jaksel.
Nama :
Arifin Panigoro
Lahir:
Bandung, 14 Maret 1945
Agama:
Islam
Isteri:
Raisis A Panigoro
Anak:
Maera Hanafiah
Yaser Mairi
Pendidikan:
Lulusan Jurusan Elektro, Institut Teknologi Bandung, 1973
Mengikuti Senior Executive Programme Institute of Business Administration di Fountainebleau, Prancis yang dikoordinir oleh Kadin, 1979
Pengalaman Kerja :
:: PT Meta Epsi Duta Corporation (Komisaris Utama), sejak 1989
:: PT Inti Persada Multi Graha (Presiden Direktur), sejak 1994
:: PT Meta energi Petrasanga (Komisaris), sejak 1994
:: PT Energi Patranagari (Komisaris), sejak 1994
:: PT Apexindo Pratama Duta (Komisaris) sejak 1987
:: PT Citra Panji Manunggal (Komisaris Utama) sejak 1987
:: PT Meta Epsi Engineering (Komisaris Utama) sejak 1983
:: PT Meta Epsi Antareja Drilling Co.(Komisaris Utama) sejak 1983
:: PT Bina Karya Pariwisindo (Komisaris) sejak 1981
:: PT Meta Epsi Sarana Graha (Presiden Komisaris) sejak 1994
:: PT Meta Epsi Agro (Komisaris) sejak 1994
Jabatan Politik:
Ketua Fraksi PDI-P MPR RI 2002-2003
Organisasi :
:: Yayasan Padamu Negeri (Ketua Umum) 1991-sekarang,
:: Ikatan Alumni Elektro ITB (Ketua I ) 1989-sekarang,
:: Persatuan Insinyur Indonesia (Ketua Umum) 1994
:: Ketua DPP PDI-Perjuangan 1999

YANGSUKSES-BAGIR MANAN


Rasa Keadilan Jangan Ternodai
 melalui proses panjang dan ketat, Guru Besar FH Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung kelahiran Lampung, 6 Oktober 1941, ini diangkat menjabat Ketua Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia. Kariernya di bidang hukum tergolong panjang. Ia pernah menjabat sebagai Dirjen Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman.

Sebelumnya, ia menjabat Direktur Perundang-undangan Ditjen Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman (1990-1995), serta dosen luar biasa di UI, UGM dan sejumlah perguruan tinggi lain.

Ayah dari tiga anak dan suami dari Dra Hj Komariah ini juga menjabat sebagai Rektor Universitas Islam (Unisba) Bandung. Ia alumnus FH Unpad (1967), Master of Comparative Law Southern Methodist di University Law School Dallas Texas AS (1981), dan doktor ilmu hukum tata negara lulusan Unpad tahun 1990.
Sebelum dipilih menjabat Ketua MA, ia menjabat Wakil Ketua Komisi Ombudsman Nasional dan mempunyai tujuh lokal tanah yang terletak di Jawa Barat dan Lampung. Tiga lokal yang berada di Jabar masing-masing seluas 400 meter persegi (di Cibeunying Kecamatan Cicadas, Bandung), 690 meter persegi (di Cipadung Kecamatan Cibiru, Bandung), dan 400 meter persegi di kompleks Perumahan Unpad, Jatinangor.
Selain itu ia mempunyai tiga mobil, yaitu sedan merek Toyota Corolla 1.600 cc tahun 1995, sedan merek Mitsubishi Lancer 1.500 cc tahun 1992, dan jeep merek Toyota Land Cruiser Hardtop tahun 1980. Bagir juga pemilik tabungan dan deposito di BNI kantor cabang Unpad senilai Rp 55 juta, serta di Bank HSBC cabang Bandung sebesar Rp 30 juta.

Perkara Korupsi
Bukan berarti apriori menginginkan orang dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Pelakunya harus dibui. Itu tergantung pembuktiannya. Tapi, rasa keadilan masyarakat jangan ternodai.
Bisakah kita berharap hukum akan segera ditegakkan di negeri ini? Sayang, masih banyak yang menyangsikan. Betapa tidak? Mahkamah Agung (MA) saja, sebagai benteng terakhir keadilan yang kini sudah diisi hakim-hakim agung nonkarier, dinilai belum mampu memberikan putusan yang pasti dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Untuk mengetahui kinerja MA itu Barly Haliem Noe mewawancarai Ketua MA Bagir Manan di kantornya belum lama ini. Berikut petikannya:
Beberapa waktu lalu Anda membentuk tim klarifikasi untuk meninjau beberapa putusan majelis hakim agung. Bisa diungkapkan hasilnya?
Ada dua tim. Tim pertama menyangkut klarifikasi perkara Tommy Soeharto dengan anggota Pak Bustanul Arifin, Pak Purwoto, dan Pak Djoko Sugianto. Tim kedua beranggotakan Pak Adnan Buyung, Pak Suhadibroto, dan Pak Johansyah baru kita bentuk untuk perkara Joko Tjandra. Untuk yang Tommy Soeharto, laporannya sekarang sedang disusun tim kecil di sini untuk disatukan dan sedang dibuat kesimpulan-kesimpulan. Untuk perkara Joko Tjandra kan baru timnya yang dibentuk. Yang jelas, saya tidak akan menunda-nunda sanksi untuk hakim-hakim suap.
Anda sekarang menyebut itu tim klarifikasi, tapi kok sebelumnya disebut sebagai tim eksaminasi?
Yang omong tim eksaminasi pasti bukan Ketua MA. Itu yang omong surat kabar, ha, ha, ha…. Kami tidak membentuk tim eksaminasi, dan itu berarti kita tidak sedang melakukan eksaminasi. Ini jelas beda.
Eksaminasi itu sempit, karena hanya untuk menguji apakah putusan itu secara teknis benar atau tidak. Sedangkan klarifikasi itu bukan hanya melihat teknis putusan, melainkan juga melihat aspek lain. Misal, apakah putusan itu diambil berdasarkan kolusi apa enggak. Ada korupsi apa enggak.
Untuk sampai ke situ, tidak bisa hanya dengan eksaminasi, karena eksaminasi hanya memeriksa teknis putusannya. Kemudian, andai hasil eksaminasi itu mengatakan salah, apa tindak lanjutnya? Kan enggak ada apa-apa. Upaya hukum untuk mengoreksi itu sudah tidak ada lagi. Makanya, yang penting kita bisa menemukan latar belakang keputusan itu; membuktikan ada apa-apa tidak dengan kesalahan putusan itu.
Berarti, hasil kerja tim klarifikasi itu mestinya lebih tegas dan keras ketimbang tim eksaminasi, ya?
Ya, mestinya. Kita kan ingin mengungkap bila ada laporan keganjilan atau kejanggalan dalam suatu putusan. Ini juga menyangkut apakah putusan ini diperoleh secara jujur, ada kolusi, ada main mata, atau bagaimana. Saya beri tahukan saja, salah satu bagian klarifikasi untuk perkara Tommy Soeharto dalam ruislag Bulog itu ada hakim agung yang dituduh menerima uang suap Rp 5 miliar. Karena itu, saya bilang, ”Kalau cukup alasan saja ada penyimpangan, enggak perlu indikasi, teruskan saja pada penyidikan.” Saya sudah menelepon Kapolri untuk itu, dan beliau menanggapi positif. Itu salah satu bagian klarifikasi. Kalau sampai terbukti putusan itu dibuat berdasarkan tindak kriminal, baru kita menetapkan sanksi yang sangat tegas.
Kalau sudah melibatkan polisi, paling tidak ada indikasi awal, dong?
Ha, ha, ha…. Jangan terlalu cepat meminta hasilnya. Berilah kami waktu. Sebab, untuk memeriksa berkas setebal ini (seraya mengembangkan tangannya) saja perlu berapa lama untuk membaca satu per satu? Polisi perlu waktu juga, dong. Kalau semua ingin yang cepat-cepat, itu omong kosong. Sebab, targetnya bukan lagi menemukan bahwa putusan itu secara teknis salah. Targetnya kan sampai pada putusan itu dibuat berdasarkan tindakan kriminal atau tidak. Kalau hanya putusan, sudah tidak ada lagi yang bisa dikerjakan atau digali.

Kalau sanksinya lebih tegas, jangan-jangan nanti hakim agung di MA makin habis?
Ha, ha, ha…. Saya punya satu kesimpulan: klarifikasi itu jelas lebih tegas. Yang perlu Anda catat, ini tidak hanya cukup berhenti sampai kesimpulan. Yang ada di otak saya bukan itu. No! Kalau hanya eksaminasi seperti itu, kan hanya pekerjaan ilmiah. Paling-paling nanti hakimnya hanya dinilai secara unprofessional conduct dalam pengambilan putusannya.
Kita harus sudah bicara kenapa ada unsur-unsur itu. Serahkan saja sama tim yang sekarang sedang membuat laporan-laporannya. Kalaupun hasilnya sedemikian buruk seperti yang Anda katakan, enggak masalah. Lebih baik hakim agungnya sedikit dengan integritas moral tinggi daripada banyak tapi merugikan.
Untuk kasus Tommy, Anda kan pernah memberikan pendapat hukum bahwa dia harus menjalani utang penjara 18 bulan sesuai putusan kasasi. Tapi, nyatanya jaksa tidak segera menjalankannya. Bagaimana ini?
Wah, itu saya tidak tahu kenapa. Kalau hakim tidak segera melaksanakan putusan, tentu akan segera saya tegur. Tapi, kalau jaksa, itu bukan wewenang saya. Siapa? Harusnya tahu. Yang jelas, kita sudah memberikan jalan atas kebuntuan proses hukum saat itu.
Jaksa Agung meminta pendapat hukum kepada saya, dan saya sudah memberikan pendapat seperti yang dia minta. Kalau ternyata tidak dilaksanakan, itu hak Jaksa Agung. Kewenangan itu bukan tanggung jawab kami.
Pemeriksaan tim klarifikasi kan terkait dengan orang-orang dalam. Apa tidak menimbulkan gejolak internal MA. Maklum, orang kan tahunya hakim-hakim itu jarang bersih dari suap, sementara pemeriksanya orang dari luar?
Oh, tidak. Sebab, di sini, khususnya antarpimpinan kan sudah ada kesepakatan bahwa tim klarifikasi harus dibentuk; apa pun hasilnya. Kita juga sudah sepakat, sekalipun kita mengambil dari luar, jangan sampai menghambat penegakan wibawa MA.
Memang, sempat ada yang menanyakan komposisi tim ini karena —seperti yang sudah menjadi kelaziman selama ini— tim pemeriksanya orang-orang dalam sendiri. Apa pun timnya, kalau dari dalam, orang akan selalu meragukan integritasnya. Maka, untuk merespon suara dari luar itu kita ambillah orang dari luar.
Apakah hasil klarifikasi ini bakal disandingkan dengan perkara-perkara terkait? Sebab, beberapa kasus tindak korupsi kan dilakukan bersama-sama, tapi vonisnya berlainan. Sebutlah Gubernur BI Sjahril Sabirin diputus bersalah, sementara Joko Tjandra dan Pande Lubis bebas?
Oh, kita enggak pernah berorientasi pada putusan-putusan lain. Kita betul-betul fokus pada materi yang bersangkutan saja. Kecuali satu putusan sudah menjadi doktrin umum, yurisprudensi, itu bisa saja seorang hakim mempertimbangkan putusan-putusan lalu dengan kasus-kasus yang berjalan. Okelah, dikatakan satu perbuatan dilakukan bersama-sama tapi vonisnya beda. Tapi ingat, klarifikasi ini terkait dengan latar belakang putusan; bukan untuk melakukan klarifikasi terhadap perkara yang diputuskan.
Tentunya pembuktian keterkaitan antarterpidana atau antarterdakwa atau antarcalon terdakwa dilakukan jaksa; bukan hakim. Hakim memutus berdasarkan dakwaan.

Pembuktiannya bukan wewenang hakim. Dari mana ceritanya untuk memutuskan satu perkara berdasarkan inisiatif hakim?
Berbahaya sekali. Pekerjaan kita itu satu-satu enggak ada pengaruh-pengaruhnya. Dan, putusan itu kan independen. Bahwa hakim memperhatikan ini, ya silakan. Tapi, bukan berarti harus ada satu garis kebijakan memperhatikan perkara lain. Itu sudah mencampuri.
Sekarang ini pengadilan menjadi sorotan karena kasus-kasus besar mulai disidangkan. Bahkan, beberapa majelisnya ada yang merangkap-rangkap segala. Persidangan Akbar Tanjung juga terlambat gara-gara ribut pindah tempat. Apa Anda tidak khawatir kinerja hakim akan makin tidak optimal?
Ya, kalau soal perkaranya, putusannya, sekali lagi saya katakan itu independen masing-masing hakim. Hanya, untuk jadwal sidang, bagaimana ini bisa terlambat? Makanya kemudian melalui Ketua Muda Pengawasan (Mariana Sutadi) kita tegur. Kalau nanti ditemukan unsur kesengajaan, jalurnya kita koordinasi dengan Departemen Kehakiman untuk mengambil tindakan atas kesengajaan itu.
Contohnya perkara praperadilan Ginandjar. Kemarin ada surat kabar yang salah besar menulis bahwa MA sengaja menyimpan perkara itu. Lo, gimana, sih. Wong malah Ketua MA-nya yang marah-marah karena tujuh bulan enggak sampai di sini; kok malah MA yang dimaki-maki dibilang menyimpan perkara Ginandjar. Yang begini ini saya tidak bisa terima.
Artinya, keterlambatan itu pun harusnya juga diperiksa. Mengapa sampai terlambat? Saya tidak bisa terima kalau alasannya komputer rusak. Itu enggak profesional. Itu enggak masuk akal.
Begitu saya menerima laporan ada pemalsuan putusan MA yang terjadi di pengadilan Jakarta Timur, saya langsung lapor sama Kapolri agar itu ditindak.
Pada kasus-kasus BLBI, Anda pernah menyatakan: jangan beleid pemerintah yang diadili, tapi soal penyelewengannya. Untuk itu, mestinya jaksa juga memperbaiki dakwaannya. Tapi, kelihatannya itu tidak juga dilakukan. Apa sebaiknya perlu ada tangan besi agar penegakan hukum tidak kebobolan lagi?
Ya, sekali lagi, saya juga tidak habis pikir. Mestinya, perkara korupsi yang jelas-jelas menyangkut kepentingan umum yang lebih luas harus diperhatikan betul. Kalau misalnya perlu waktu lama, tapi hasilnya optimal, enggak masalah. Daripada terburu-buru tapi hasilnya nol.
Misalnya, yang terbaru untuk perkara korupsi Rp 1,29 triliun dari Bank Servitia yang ada di Jakarta Barat. Itu kan hanya dihukum satu tahun, ya. Saya tadi baru saja ditelepon Jaksa Agung. Beliau bilang, ”Kenapa kok bisa begini?” Saya langsung bilang, ”Jaksa Anda suruh saja segera banding.” Harusnya jaksa itu memperbaiki dakwaannya. Jangan disuruh dulu. Kan kewenangan banding ada di mereka. Kalau tidak puas dengan hukumannya, segera saja banding.
Apalagi, sekarang dalam beberapa pasal KUH Pidana ada pidana maksimal, tidak ada minimal. Kita kan melaksanakan UU. Kalau memang sudah ketahuan korupsi, ya jangan jatuhkan minimalnya. Sudah ketahuan minimalnya lima tahun, jaksanya cuma menuntut lima tahun. Hanya, tentunya dakwaan jaksa juga harus bisa membuktikan itu, dong. Jangan perangkatnya sudah siap, tapi dakwaan penuh bolong. Bukan berarti saya menginginkan orang dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Tapi, rasa keadilan masyarakat kan ternodai. Itu korupsi Rp 1,29 triliun kan sudah terbukti.
Bagaimana dengan ulah terdakwa yang mengembalikan harta yang dikorupsinya untuk meringankan hukuman?
Semua orang juga bisa berjanji mau mengembalikan. Itu omong kosong saja. Semua orang bisa saja berjanji mau membayar, tapi setelah itu dilupakan. Beberapa kali ada kasus begitu, bukan hanya yang terakhir-terakhir ini diputus. Ada yang sudah berjanji di perdamaian, tapi akhirnya digugat lagi karena enggak dibayar juga. Itu di bidang hukum bisnis, ya. Apalagi ini kepada negara. Jadi, pengembalian hasil korupsi itu tidak menutup proses hukumnya.
Nah, dalam kasus dana nonbujeter Bulog, terdakwa Winfried Simatupang kan sudah mengembalikan duit Rp 40 miliar?
Ha, ha, ha… Jangan ngomongin perkara yang masih disidangkan. Makanya, antara polisi, jaksa, dan hakim harus ada komunikasi. Kalau dari sudut saya, selain surat resmi, tak henti-hentinya saya juga omong agar perkara-perkara korupsi itu betul-betul ditangani secara sungguh-sungguh. Dalam petunjuk kami, untuk perkara-perkara yang menjadi perhatian umum hendaklah jangan terlalu terikat pada formalitasnya selama tidak mengancam hak-hak orang. Jadi, masuk saja ke dalam pokok perkara agar kebenarannya ditemukan dalam pokok perkara itu. Kalau memang tidak terbukti, ya bebaskan. Termasuk juga soal BLBI.
Kita enggak bisa apriori, pelakunya harus dibui, tergantung nanti di pembuktiannya. Cuma, mencari bukti juga yang benar-benar, dong. Apalagi dalam perkara korupsi, mencari bukti itu kan sulitnya bukan main. Sebab, enggak mungkin korupsi pakai tanda tangan kwitansi. Itu bodoh bener koruptornya. Justru itu, karena enggak ada kwitansi itu, harus dibuktikan. Kalau sudah ada kwitansi, ada transfer bank, wah, kenapa harus ragu-ragu? Itu, sih, perkara mudah dan sederhana.
Hanya, misalnya dalam kasus Bulog ini, kan ada beberapa bukti yang ditolak jaksa karena wujudnya fotokopian. Padahal, sebagai bukti awal, harusnya bisa ditelusuri lebih lanjut, kan?
Nah, itulah. Harus responsif, dong. Apalagi perkara korupsi itu selalu saja melibatkan orang banyak. Dalam perkara Bulog ini kan terkait juga pembagian uang itu ke parpol. Menurut UU No. 2/1999 tentang Partai Politik, di Pasal 15, setiap tahun, 15 hari sebelum pemilu dan 30 hari setelah pemilu, semua parpol wajib melaporkan keuangannya atau sumbernya. Berdasarkan laporan itu, MA dapat meminta laporan itu diaudit. Kalau laporannya saja tidak diterima, dari mana bisa dilakukan audit?
Kita lihat beberapa kasus sangat cepat diajukan ke pengadilan. Ini kan menimbulkan dugaan adanya unsur politis atau setidaknya ada prioritas?
Dalam UU, istilahnya bukan prioritas. Menurut UU No. 31, perkara korupsi harus didahulukan. Dalam bahasa teknis kita, itu diartikan sebagai prioritas. Misalnya, kami tidak melihat kasus Ginandjar sebagai yang harus dilebih-lebihkan. Itu karena orangnya. Dia sama saja kedudukannya. Hanya, perkaranya kan ada dugaan korupsi. Karena UU mengatakan bahwa mengenai korupsi harus didahulukan, ya secara teknis harus diprioritaskan. Tapi, dalam peradilan, kedudukannya sama saja.
Nah, sekarang ini juga lagi hangat dipersoalkan mengenai putusan kasasi untuk praperadilan perkara Ginandjar. Putusan ini dianggap kontroversial dan menambah ruwetnya sistem hukum kita?
Mari kita baca KUHAP. Lihat di Pasal 77, 78, 79, 80, dan 81. Terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding. Jadi, tidak ada dalam KUHAP yang menyatakan tidak boleh kasasi. Tidak ada satu pun kata soal kasasi. Yang ada hanya soal boleh dan tidak boleh banding.
Ya, memang ini tafsir dan menimbulkan debat. Tafsir pertama, karena tidak boleh banding apalagi kasasi. Tapi, ada yang mengatakan, kalau yang dinyatakan boleh dan tidak boleh itu bandingnya saja, kasasi tidak disebut, berarti dibolehkan. Ini disebutkan dalam hukum acara. Padahal, hukum acara harus diikuti betul sesuai dengan bunyinya, tidak bisa ditafsir-tafsirkan begitu saja. Karena tidak dinyatakan kasasi dilarang, berarti kasasi boleh. Itu kesimpulan kita.
Jadi, tidak benar kalau orang mengatakan ini kekacauan. Sebab, ketentuannya sendiri yang menimbulkan beda pendapat. Pendapat mana pun boleh selama tidak keluar dari substansi KUHAP. Selain itu, kasasi untuk praperadilan bukan hanya terjadi pada Ginandjar. Sudah banyak sebelumnya. Kenapa kok Ginandjar yang diributkan dan diomongkan?
Proses untuk praperadilan ini saja kan sudah menyita banyak waktu. Bagaimana pendapat Anda?
Justru saya katakan, seperti kasusnya Ginandjar, kalau kita bisa segera masuk ke dalam pokok perkara, itu tidak hanya menguntungkan negara sebagai penuntut. Itu juga menguntungkan si terdakwa. Saya bukannya membantu terdakwa-terdakwa itu lolos, ya. Bukan. Kalau tidak masuk proses hukum, pendapat umumlah yang akan mengadili dia sebagai orang yang korup tapi tidak diadili. Tapi, kalau masuk ke pengadilan, dan dapat membuktikan dia tidak bersalah, artinya putusan pengadilanlah yang menyatakan tidak bersalah.
Jadi, saya berpikir, mengapa orang-orang ini takut sekali masuk ke pokok perkara? Kalau tidak bersalah, ya jangan takut masuk ke pokok perkara.
Selama ini yang diributkan soal pengadilannya, apakah peradilan biasa atau peradilan militer, karena Ginandjar itu latar belakangnya militer, sekarang sudah jelas?
ni cukup peradilan biasa. Sebab, sekarang ini ketentuan-ketentuan UU Korupsi dan ketentuan-ketentuan dalam perubahan UUD menyebutkan kalau militer melakukan tindak pidana umum atau korupsi, ya diadili di peradilan umum dan bukan peradilan militer.
Risiko Memimpin Orang Tua
Penumpukan perkara di Mahkamah Agung menjadi masalah klasik yang tidak terselesaikan hingga kini. Pertengahan tahun lalu ada 11.000 perkara kasasi dan peninjauan kembali yang menumpuk. Setengah tahun kemudian jumlahnya malah melesat menjadi 16.000 berkas. Hakim agung malas-malas? Ternyata, banyak hakim agung yang mulai pensiun, sementara DPR tak juga menentukan nama-nama calon pengganti mereka. ”Hari ini saya baru saja meneken 12 surat pensiun hakim agung,” kata Bagir, kelu.
Hingga akhir 2002, menurut Bagir, jumlah hakim agung tinggal 31 orang. Padahal, idealnya harus ada 52 hakim agung di MA. Akibatnya, beban kerja menjadi makin berat. Bila wajarnya seorang hakim agung memeriksa 50 perkara per bulan, sekarang menjadi 70-80 perkara per bulan. Ujung-ujungnya, Bagir pun kena semprot koleganya. ”Inilah risiko memimpin orang-orang tua. Tenaganya sudah melemah,” seloroh ayah tiga anak yang kelahiran Lampung, 6 Oktober 1941. Makanya ia mengusulkan agar persyaratan calon hakim agung itu diubah, sehingga ketika seorang hakim masuk ke MA tidak dekat dengan masa pensiunnya.

Nama:
Prof Dr Bagir Manan SH MCL
Lahir:
Lampung, 6 Oktober 1941
Agama:
Islam
Jabatan:
Ketua Mahkamah Agung RI
Isteri:
Dra Hj Komariah
Anak:
Tiga orang
Pendidikan:
- 1967, Sarjana Hukum Universitas Padjadjaran
- 1981, Master of Comparative Law, Southern Methodist University Law School Dallas, Texas, AS
- 1990, Doktor Hukum Tata Negara, Unpad, Bandung
- 1993, Program Belajar tentang Sistem Pemerintahan, The Academy for Educational Development, Washington, AS
- 1997-1998, Program Belajar Hukum Indonesia, Universitas Leiden, Belanda
Pekerjaan:
- 1968-1971, Anggota DPRD Kodya Bandung
- 1974-1976, Staf Ahli Menteri Kehakiman
- 1990-1995, Direktur Perundang-undangan Departemen Kehakiman
- 1995-1998, Dirjen Hukum dan Perundang-Undangan Departemen Kehakiman
- 2000-kini, Rektor Unisba, Bandung
- 2001-kini, Ketua MA

YANGSUKSES-BOB HASAN


Bob Hasan:
Motivator para Napi untuk Berkarya
 mujur masih berpihak pada Bob ‘Raja Kayu’ Hasan. Masa pengucilannya di penjara yang terkenal seram, LP Batu Nusakambangan, dipersingkat dari enam tahun menjadi tiga tahun. Karena berkelakuan baik, Bob diberi pembebasan bersyarat oleh Dirjen Pemasyarakatan Suyatno. Di balik terali besi pun, Bob menjadi motor penggerak para narapidana berkarya kerajinan batu mulia
Bob divonis enam tahun penjara oleh pengadilan karena tersangkut perkara korupsi. Semestinya Bob bebas bersyarat 11 Desember 2003. Namun keterlambatan proses administratif memperpanjang keberadaan Bob di LP Nusakambangan, penjara buat penjahat kelas kakap yang diwariskan pemerintah kolonial Belanda.
Bob, di era orde baru merajai bisnis perkayuan berkat kedekatannya dengan mantan Presiden Soeharto. Di antara puluhan konglomerat hitam di era Pak Harto, hanya Bob yang terkena jeratan hukum.
Kediaman Bob di Jalan Senjaya I Nomor 9 Kebayoran Baru, Jakarta, tampak lebih ramai di hari kebebasan Bob. Mobil-mobil mewah keluar-masuk dari rumah besar yang di dalamnya ada lapangan tenis dan kolam renang. Hari kebebasan Bob bersamaan dengan pengajian Jum’atan anggota Yayasan Iqra Qurani, dan puluhan anak asuh keluarga Bob.
Selain pengusaha, Bob dikenal sebagai tokoh olahraga. Meskipun baru lepas dari penjara, Bob masih dipercaya memimpin Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) sampai tahun 2008. Bob memegang jabatan itu selama tujuh periode berturut-turut sejak tahun 1976.
Memang jatuh bangunnya dunia atletik tidak bisa dipisahkan dari sosok Bob, anak angkat mendiang Jenderal Gatot Subroto. Gatot Subrotolah yang memperkenalkan Bob pada Pak Harto. Bob, meskipun hanya tiga bulan, pernah duduk di kursi Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Pengrajin Batu Mulia
Di balik terali besi pun, Bob masih mampu menjadi motor yang menggerakkan motivasi para narapidana. Kerajinan batu mulia di LP Batu Nusakambangan maju pesat berkat keteladanan dan kepiawaian Bob. Ia menggunakan uangnya untuk memajukan kerajinan yang memberi ketrampilan dan pekerjaan bagi para Napi. Di dalam penjara pun, Bob masih memimpin puluhan perusahaannya.
Kerajinan batu mulia sebenarnya sudah lama dirintis di penjara tersebut, tetapi dikerjakan sambil lalu. Batu mulia yang diproses para napi diambil dari kerikil sungai di kawasan Pulau Nusakambangan. Dengan peralatan seadanya, para napi memproses kerikil tersebut menjadi batu cincin dengan bentuk ala kadarnya.
Kehadiran Bob selama tiga tahun di Nusakambangan langsung membawa angin segar bagi para Napi dan petugas LP. Sebagai seorang tokoh berpengaruh, naluri positif Bob Hasan langsung bekerja.
Bob membiayai keberangkatan dua staf LP ke Bandung. Mereka membeli seperangkat mesin batu mulia, dari yang tradisional sampai yang menggunakan tenaga listrik. Sesampai di penjara peralatan tersebut ditiru dan diperbanyak. Sebanyak 40 Napi direkrut di antara 160 Napi, dilatih ketrampilan membuat batu mulia. Mereka menjadi pekerja bengkel batu mulia.
Mereka diberi imbalan jasa Rp 4.500 setiap hari, di mana Rp. 500 harus ditabung, Rp 500 untuk beli susu penambah gizi, Rp 500 untuk mencicil sepatu dan sisanya diserahkan ke koperasi LP. Bahan mentah yang diproses adalah obsidian warna-warni.
Dengan desain yang sangat sederhana, produk LP Batu Nusakambangan yang diberi merek dagang Island Jewels dan embel-embel, exotic crystals from the heart of volcano atau eksotik kristal dari jantung gunung api, langsung menembus pasar domestik dan internasional.
Bob menyadari bahwa batu mulia yang diolah bukanlah batu mulia asli, tetapi batu mulia tiruan yang dihasilkan pabrik kaca. Yang jadi masalah, produk Island Jewels sudah terlanjur merebut hati para penggemarnya. Hampir saja Bob menutup bengkelnya. Tetapi tidak ia sampai kehilangan akal. Bob mendatangkan bahan baku batu mulia asli dari India.
Bengkelnya bergairah kembali, para karyawannya tidak kehilangan pekerjaan. Bengkel Bob malah menambah karyawan dari 40 menjadi 60 Napi.
Tetapi bagaimana nasib bengkel itu setelah kebebasan Bob? Mungkin Bob tetap membina mereka dari luar penjara. Cabang-cabang produksi batu mulia merebak di Cilacap dan Pacitan, memberi sumber penghidupan bagi banyak orang. Bob tetap diharapkan oleh para pengrajin tidak melupakan kerajinan batu mulia. Yang disayangkan, Indonesia mengalami kelangkaan bahan baku karena batu mulia mentah mengalir deras ke luar negeri.
Tetap Dihormati
Naluri Bob tidak berubah, baik ketika berada di luar maupun di balik tembok penjara. Ia pandai membuka peluang, kemudian mengembangkannya menjadi bermanfaat bagi banyak orang.
Bob (73) juga pernah menjadi Ketua Umum PB PABBSI (angkat besi), PB Percasi (catur), PB Persani (senam) dan Presiden Asosiasi Atletik Amateur Asia (AAAA). Kini ia masih tercatat sebagai anggota kehormatan IOC dan salah satu Wakil Presiden OCA (Komite Olimpiade Asia). Sementara di KONI Pusat, Bob Hasan empat periode menjadi pengurus teras. Terakhir di era kepengurusan Wismoyo Arismunandar, ia duduk sebagai wakil ketua umum.
Keberhasilan ini menjadikan Bob tokoh yang tetap dicintai, disegani, dan dihormati, di manapun ia berada. Kunjungan 50 atletik, pelatih, dan ofisial, 18 Desember 2003, ke LP Batu Nusakambangan, usai mengukir prestasi di arena SEA Games XXII, Vietnam, menggambarkan kecintaan mereka pada Bob.
Bob dua kali mendapat predikat Pembina Olah Raga Terbaik dari SIWO/PWI Jaya, 1980 & 1984. Juni 1984, Bob menerima penghargaan Goldene Ehren Packeten dari Persatuan Atletik Jerman Barat (DLV) untuk jasa-jasanya meningkatkan hubungan atletik Indonesia-Jerman Barat. Dan, September 1985 Bob bersama Amran Zamzami dan Tahir Djide menerima tanda penghargaan pemerintah RI untuk Pembina Olah Raga Terbaik.
Keterlibatan The Kian Seng, nama asli Bob, dalam atletik bermula dari rasa sakit pada bagian belakang lehernya kalau tangannya digerakkan keluar. Atas anjuran seorang teman, ia melakukan olah raga lari dan senam. Ternyata, manjur, Bob belakangan berlari paling sedikit 5 km sehari. Kalau tidak lari, badannya merasa sakit. Lewat dukungan dana dari belasan perusahaan, Bob menghabiskan milyaran rupiah untuk pembinaan olah raga, khususnya atletik. Ia juga gemar bermain golf, yang dilakukannya dua kali seminggu. Bob turut duduk dalam kepengurusan Persatuan Golf Indonesia (PGI).
Bob sendiri ‘maniak’ olah raga lari. Belasan tahun ia setiap hari berlari mengitari Stadion Utama Senayan, Jakarta, atau naik turun bukit kecil di depan stadion. Ketika berlari, Bob tidak memilih waktu, hari hujan atau di siang bolong. Kalau sedang di luar negeri, dan menginap di hotel bertingkat, ia pantang naik lift, tetapi lebih suka mendaki dari satu anak tangga ke anak tangga berikutnya.

Nama :
Mohammad Bob Hasan
Lahir :
Semarang, 1931
Agama :
Islam
Karir :
-Direktur Utama: PT Kalimanis Plywood
-PT Wasesa Lines
-PT Pasopati Holding Company
-PT Karana Shipping Lines
-PT Hutan Nusantara
-PT Lifetime Assembly of Watch and Electrical Equipment
-Preskom PT McDermott Indonesia, dan lain-lain
Kegiatan Lain :
- Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI)
- Ketua Umum PB PABBSI (angkat besi)
- PB Percasi (catur)
- PB Persani (senam)
- Presiden Asosiasi Atletik Amateur Asia (AAAA)
- Anggota Kehormatan IOC
- Wakil Presiden OCA (Komite Olimpiade Asia).
- Ketua Umum Apkindo (Asosiasi Pengusaha Kayu Lapis Indonesia)

YANGSUKSES-FADEL MUHAMMAD

Fadel Muhammad
Berbekal Haqqul Yakin
Modal Fadel dalam berusaha adalah haqqul yakin, keyakinan kuat. Tantangan itu bukan hambatan, kalau dihadapi dengan ulet dan tekun, serta kerja keras, tidak ada masalah. Selalu ada problem solving. Salah satu yang paling tidak disukai Fadel adalah, bila ada temannya yang tidak mau berusaha mencari jalan keluar dari persoalan yang dihadapinya sendiri atau problem yang dihadapi bersama. “Allah tidak akan mengubah nasib seseorang jika orang itu sendiri tidak berusaha merubahnya,” (Fadel Muhammad).
Fadel selalu berfikir, kalau orang lain bisa kenapa kita tidak. Ia memang punya watak selalu ingin maju. Sebagai contoh, ketika Bukaka membuat mesin asphalt sprayer (aspal semprot). Percobaan-percobaan di bengkel Bukaka itu selalu gagal. Hasil yang keluar dari mesin adalah bubur, bukan aspal. Fadel penasaran. Mesin yang dikerjakan berhari-hari itu dibongkar. Lalu ketahuan bahwa komponen magnet dan motornya nggak jalan. Begitu komponennya diganti, bagus hasilnya. Bagi Fadel dkk, selama masih bisa dicoba nggak ada kata menyerah.
Fadel berprinsip “Man jadda wa jadda” siapa yang berusaha akan berhasil juga akhirnya. Tetapi semua itu ada batasnya. Kalau semua cara sudah dicoba, masih mentok juga, apa boleh buat, tidak perlu kecewa, Tawakal kepada Allah SWT, ujar Fadel yang menunaikan hajinya tahun 1989.
Keberhasilan seseorang menurut Fadel, disamping kerja keras dan terus menerus, sangat tergantung pada, pertama, kemampuan diri sendiri. Kedua, kesempatan untuk mengembangkan diri. Ketika, strategi untuk mencapai keberhasilan.
Menurut Fadel, setiap orang memiliki potensi untuk menjadi pengusaha. Yang penting, asal mau berusaha mengasah potensi itu. Tetapi tidak setiap orang berpotensi, mendapatkan kesempatan mengembangkan potensinya. Untuk mendapatkan kesempatan ini, jelas dibutuhkan strategi yang tepat. Strategi inilah yang akan menentukan, apakah seseorang akan menjadi ‘risk taker’ (pengambil risiko), atau ‘risk orderer’ (pengatur risiko).
Perbedaan yang tajam antara kedua tipe pengusaha ini adalah: Seorang risk – taker cenderung untuk berspekulasi. Tanpa memperhitungkan secara cermat, ia mencoba setiap kemungkingan. Seorang risk-orderer akan memperhitungkan risiko terkecil sekalipun, terhadap rencana-rencananya. Sesuai dengan prinsip dasar ekonomi.
Menurut Fadel kesuksesan seseorang tergantung pada kemauannya yang kuat, rasa percaya diri yang tinggi, dan kemampuannya menghitung risiko. Kemauan akan mendorong kegigihan untuk berusaha. Hal ini mempengaruhi dan dipengaruhi oleh empat hal yaitu, Pertama, Orang tua, terutama ibu sebagai pendidik masa awal. Kedua, pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan agama. Ketiga, lingkungan, dan keberuntungan atas kemampuan membaca kesempatan, Keempat, rasa percaya diri.
Rasa percaya diri menurut Fadel, dipengaruhi oleh diberikannya kesempatan untuk maju, sehingga menyadari potensi diri yang sebenarnya. Sedangkan kemampuan menghitung risiko dipengaruhi oleh:
a. Tingkat kesabaran usaha yang tinggi
b. Perenungan yang mendalam, sehingga ide itu dapat mengkristal dalam pikiran. Jangan cepat bosanlah.
Syarat-syarat di atas merupakan persiapan mental seorang pengusaha pemula untuk mencapai kematangan. Untuk itu harus ada tiga fase yang dilalui yaitu:
1. Fase New Venture (awal) – tingkatan penemuan ide dan pelaksanaan ide itu sendiri.
2. Fase Puberty – Masa pencarian identitas usaha yang mampan
3. Fase Mature (propesional) – Sudah matang dan mampu mendatangkan keuntungan.
Tingkatan-tingkatan tersebut harus dilalui secara berurutan. Tidak boleh melompat-lompat. Falsafah utamanya adalah: “Jangan dulu memperbesar usaha, sebelum dasar usaha – yang menjadi tulang punggung perusahaan – diperkuat. Maka jangan heran kalau pabrik Bukaka sampai sekarang tidak nampak mentereng. Sebab yang dipentingkan adalah kekuatan pabrik itu sendiri, baik peralatannya yang lengkap maupun sumber daya manusianya,” tutur Fadel.
Kini, Fadel telah mencapai sukses. Ia mampu menafkahi ibu dan saudara-saudaranya, setelah ayahnya meninggal tahun 1988. ia pun sudah memiliki keluarga yang sejahtera. Apalagi yang ia cita-citakan? “Saya ingin mempekerjakan lebih banyak orang. Ingin membagi keberhasilan ini kepada orang lain. Disamping itu, saya ingin agar “Today is better than yesterday” hari ini lebih baik dari hari kemarin,” ujarnya.
Fadel memang punya nilai di mata bangsa kita. Dengan modal rasa percaya diri yang kuat plus semangat yanga keras, Fadel menjadi salah seorang Putra Indonesia yang mampu menjadi kebanggaan bangsanya.

YANGSUKSES-KRISTIONO


Kristiono :
Murni Biru Telkom
 Utama PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (PT Telkom) ini meniti karir dari Telkom ke Telkom. Dia Murni Biru Telkom! Pertama kali menjabat Dirut pada Juni 2002. Sempat diisukan akan diganti akibat masalah laporan keuangan tahun 2002 yang ditolak oleh Badan Pengawas Pasar Modal Amerika Serikat (US SEC), serta adanya gejala ketidakkompakan di lingkungan sesama direksi. Namun RUPS-LB PT Telkom di Jakarta, 10 Maret 2004 menetapkan kembali lulusan ITS Surabaya (1978) kelahiran Solo 12 Februari 1954 ini sebagai direktur utama.
Padahal sebelumnya santer terdengar nama orang nomor satu di PT Indosat Tbk Widya Purnama akan diplot ke Telkom. Isu lain berbunyi Menneg BUMN Laksamana Sukardi yang juga Bendahara DPP PDI Perjuangan sebagai wakil pemerintah yang pemegang saham terbesar telah mengantongi lima nama kandidat baru tanpa menyelipkan nama Kristiono. Kesimpulam kelima nama Laksamana peroleh setelah mengadakan uji kepatutan dan kelayakan (fit and propher test) terhadap 30 nama calon baik yang berasal dari dalam maupun luar Telkom. Kelima nama itu adalah Adeng Achmad, Bambang Riadi Umar, Sudiro Usno, Bajoe Narbito, dan Woeryanto Soeradji.
Nama Kristiono Ketua Ikatan Keluarga Alumni Institut Teknologi Sepuluh November (IKA-ITS) Surabaya periode tahun 2004-2007 hanya selintas saja terdengar masih memperoleh kepercayaan dari pemegang saham. Suara kecil sayup-sayup ini pun dianggap berbagai kalangan sebagai formalitas dan penghargaan belaka saja terhadap dirinya sebagai orang lama yang bakal “digusur”. Pasalnya pergantian direksi dan komisaris PT Telkom secara prematur diintroduksi adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban bersama atas masalah laporan keuangan tahun buku 2002 yang ditolak oleh Badan Pengawas Pasar Modal Amerika Serikat (US SEC), serta adanya gejala ketidakkompakan di lingkungan sesama direksi.
Nama Suryatin Setiawan juga tetap dipercaya sebagai direksi hanya saja mengalami rotasi menjadi Direktur Bisnis Jasa menempati posisi yang sebelumnya diisi Garuda Sugardo. Anggota direksi baru adalah Abdul haris sebagai Direktur Bisnis Jaringan menempati posisi yang ditinggalkan Suryatin Setiawan, Rinaldi Firmansyah Direktur Keuangan mengantikan Guntur Siregar, serta Woeryanto Soeradji Direktur SDM dan Bisnis Pendukung menggantikan Agus Utoyo. Di jajaran komisaris “si Manajer Satu Miliar” Tanri Abeng dipilih menjadi Komisaris Utama menggantikan Bacelius Ruru. Anggota komisaris lain adalah P Sartono, Arif Arryman, Anggito Abimanyu, dan Gatot Trihargo.
Masa jabatan direksi baru berlaku sejak 10 Maret 2004 hingga RUPST tahun 2005 sedangkan komisaris berlaku hingga tiga tahun sampai RUPST ketiga mendatang. Padahal masa jabatan komisaris lama yang baru diganti sesungguhnya masih berlaku hingga pelaksanaan RUPST 2004 yang direncanakan Mei 2004, dan direksi lama seharusnya baru akan berakhir pada RUPST tahun 2005. Walau demikian masyarakat sudah banyak mafhum bahwa di lingkungan PT Telkom pergantian direksi selalu dilakukan sebelum masa bakti berakhir lima tahun.
Berkarir dari bawah
Ayah tiga orang anak alumni ITS Surabaya jurusan Teknik Elektro tahun 1978 ini pertamakali memasuki Telkom persis begitu lulus kuliah sebagai maintenance engineer. Kemudian selama enam tahun dia dipercaya sebagai kepala urusan teknik sentral telepon antara tahun 1982-1988. Dari situ dia dikirim selama dua tahun ke Denpasar sebagai Deputi Kawitel VII Denpasar antara tahun 1989-1990. Kemudian dia diangkat selama tiga tahun menjadi kepala subdit bina program perlengkapan, setelah itu sebagai Kepala Proyek Telkom IV antara tahun 1992-1994.
Dia kemudian “dikembalikan” ke Surabaya untuk memangku jabatan Kepala Divisi Regionel V Jawa Timur selama enam tahun, antara tahun 1995-2000. Dari Surabaya itulah dia langsung dipromosikan ke jajaran direksi sebagai direktur perencanaan dan teknologi antara tahun 2000 hingga Juni 2002 di bawah kepemimpinan Mohammad Nazif. Bulan Juni 2002 adalah masa terpenting bagi dia saat terpilih sebagai direktur utama menggantikan bosnya sendiri, Mohamad Nazif.
Kristiono peminat hobi membaca dan olahraga khususnya sepakbola, bulu tangkis dan golf itu adalah Ketua IKA-ITS dengan mengalahkan dua nama besar Ir Muchayat seorang pengusaha dan mantan ketua KADIN Jatim alumni teknik kimia, serta Ir Sutjipto Sekjen DPP PDI Perjuangan yang alumni teknik sipil. Kedua saingan itu pada akhirnya memang mengundurkan diri secara elegan dengan alasan masing-masing sehingga ketiganya tidak sempat berbenturan kepentingan. Sutjipto misalnya, beralasan mempunyai kesibukan sebagai pengurus partai.
Kesediaan Kritiono mengikuti bursa pemilihan IKA-ITS di awal Januari 2004 itu sesungguhnya cukup mengagetkan banyak kalangan. Sebab sebelumnya tidak banyak alumni yang peduli atau ingin merebut kursi itu sebelum mendengar nama besar Kristiono Dirut Telkom ikut meramaikan bursa kandidat. Para alumni tiba-tiba merasa peduli tentang calon ketua sambil mulai menduga-duga sekaligus memunculkan beragam kecurigaan, misalnya keikutsertaan Kristiono dikaitkan dengan pelaksanaan Pemilu 2004. Isu yang lebih ramai terdengar adalah terdapat garansi dari sebuah kekuatan politik besar siapapun ketua IKA-ITS terpilih akan berpeluang besar duduk di kursi kabinet hasil Pemilu 2004.
Kristiono sendiri usai terpilih secara terbuka mengaku di hadapan wartawan bahwa dia diisukan membawa kepentingan politik. “Maklum, saat ini banyak ketua IKA PTN-PTN besar yang berada di bawah Pak Laks,” ujar dia merujuk nama Laksamana Sukardi pemegang kuasa pemerintah di semua BUMN.
Dalam pandangan sesama alumni lain Cahyana Ahmadjayadi yang mantan direktur utama PT Pos Indonesia dan kini menjabat Deputi Menkominfo, menyebutkan, niat Kristiono menjadi ketua bukan karena ambisi melainkan sebagai salah satu bentuk keterpanggilan sebagai seorang putra ITS. Semasa kuliah, menurut Cahyana Kristiono tidak begitu aktif di organisasi mengikuti mahasiswa seusianya yang banyak berorganisasi di luar kampus termasuk turun ke jalan bersamaan dengan peristiwa Malari tahun 1974. Usman, teman lain seangkatan Kristiono menyebutkan mantan Kepala Divre V Jawa Timur itu benar-benar biru murni orang ITS padahal mahasiswa sedang gencar-gencarnya menentang Malari.
Kristiono sendiri menyebutkan kesediaan dirinya memimpin IKA-ITS lebih dikarenakan keprihatinan melihat eksistensi alumni ITS. Disebutkannya, sebagai PTN terbesar berbasis teknologi di wilayah timur Indonesia peran alumni masih jauh dari harapan bahkan belum sehebat alumni ITB, UI, maupun UGM yang dikenal solid dan penuh percaya diri. “Alumni kita itu low profile bahkan cenderung merasa tidak percaya diri di ruang gerak lokal maupun regional,” kritik Kristiono penerima penghargaan Satya Lencana Pembangunan dari Presiden RI di tahun 1999.
Di lingkungan Telkom sendiri Kristiono tercatat pernah menerima “Penghargaan Masa Bakti 15 Tahun” pada 1 September 1993, dan lima tahun kemudian berubah menjadi “Penghargaan Masa Bakti 20 Tahun” pada 1 September 1998. Yang terbaru di tahun 2003 dia menerima penghargaan sebagai “Best CEO in Indonesia for the 2003 in Investor Relation Category” dari Institutional Investor Relation Group (IIRG) di New York, dan Kantor Berita Reuters Agustus 2003.
Selain penerima penghargaan satya lencana dan masa bakti serta posisi Ketua IKA-ITS beberapa pelatihan serta kursus-kursus yang diikuti telah membentuk Kristiono menjadi semakin matang dan siap secara manajerial profesional maupun secara leadership untuk memimpin sebuah perusahaan telekomunikasi berkelas dunia yang sukses mencatatkan penjualan saham di bursa New York Stock Exchange.
Masa pelatihan kaderisasi manajerial Telkom itu sudah dia ikuti semenjak tahun 1979 saat pertamakali mengikuti pelatihan Electronic Data Processing Concepts di NCR Corporation, tahun 1979.
Kemudian dia mengikuti pelatihan Telephone Switching Engineering di Kokusai Dheshin Denwa Co, LTD tahun 1982, Project Planner di Siemens tahun 1983, Pemeriksaan Operational PPA STAN tahun 1985, Cellular Radio di ITU tahun 1988, Kursus Staf dan Pimpinan III Telkom tahun 1990, Kursus Staf dan Pimpinan Gabungan BUMN, Lemhannas tahun 1992, Kursus Manajemen TOP 50 1996, serta Kursus Reguler Lemhannas KRA XXXII 1999.
Berbagai catatan emas itulah yang antara lain turut membuat resistensi dia praktis tidak ada saat diangkat mengantikan Muhammad Nazif sebagai orang tertinggi Telkom. Selain karena merupakan orang dalam dia sudah pernah menduduki berbagai jabatan strategis di lingkungan PT Telkom. Dengan penuh rasa percaya diri berpenampilan tenang sekaligus berwibawa di usia 48 tahun pada Juni 2002 itu dia memulai tugas dengan melakukan sejumlah pembenahan baru di lingkungan perusahaan yang sudah mencatat jumlah pelanggan telepon tetap sebanyak delapan juta pelanggan.
Jabatan sebagai orang tertinggi di sebuah perusahaan berkelas dunia yang ingin mendominasi permainan bisnis jasa telekomunikasi di lingkungan regional Asia Pasifik sesungguhnya adalah sebuah tugas yang berat bagi dia. Terlebih jika mengingat persaingan bisnis telekomunikasi yang sudah semakin ketat. Tetapi dengan latar belakang segudang pengalaman di dunia telekomunikasi dia menerima amanah itu dengan tetap tenang. “Pijakan saya dalam menjalankan tugas hanya satu yakni melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya apa pun bidangnya,” kata Kristiono.
Kehilangan kesempatan
PT Telkom awalnya mempunyai hak eksklusif sebagai penyelenggara jasa telepon lokal hingga tahun 2010 dan monopoli sambungan langsung jarak jauh (SLJJ) hingga tahun 2005. Namun semua hak itu harus berakhir sejak 1 Agustus 2002 hanya dua bulan setelah terpilih sebagai dirut mengikuti arahan dan semangat kebebasan berusaha yang dikandung Undang-undang Telekomunikasi baru. Bersamaan itu kepada Telkom mulai pula dibuka pintu sebagai penyelenggara jasa sambungan langsung internasional (SLI) yang sebelumnya diduopoli oleh PT Indosat Tbk dan PT Satelindo.
Kendati rasanya berimbang tapi dalam pengakuannya, “Telkom mengalami opportunity lost karena hak eksklusif yang semula diberikan hingga tahun 2010 untuk fixed line dan 2005 untuk jasa SLJJ diterminasi menjadi 2002 dan 2003,” terang Kristiono. Kebijakan baru UU Telekomuniasi mengarahkan operator menjadi penyedia jasa dan jaringan secara penuh atau full network and service provider.
Karena itu tanpa mau kehilangan akal atas penghapusan hak eklusifitas dia justru merasa tercambuk untuk segera melakukan perubahan di lingkungan Telkom. Dia mengajak seluruh karyawan siap menghadapi perubahan di bisnis jasa telekomunikasi. Ke depan, sebut dia, masyarakat pada akhirnya akan memilih perusahaan jasa telekomunikasi yang mampu memberikan pelayanan terbaik.
Untuk antisipasi penghapusan hak monopoli dan menjelang era globalisasi Kristiono mulai menggerakkan Telkom yang semula cenderung bergelut di jasa fixed line saja diperluas untuk mulai mendefinisikan bisnis informasi dan komunikasi (infokom). Dia merumuskannya sebagai PMVIS atau phone, mobile, view, internet, and service.
“Ke depan kami ingin menjadi perusahaan Infokom berpengaruh di kawasan Asia Tenggara, Asia, bahkan Asia Pasifik,” ujar dia sambil memulai kampanye visi dan misi baru Telkom yang berhasil ditelurkan oleh RUPS Luar Biasa Juni 2002 dari yang lama “To Become a Leading InfoCom Company in the Region” menjadi baru “To Become a dominant InfoCom player in the Region”. Istilah Infokom berarti layanan telekomunikasi yang mencakup jasa-jasa yang terkait dengan teknologi tinggi mulai dari telepon tetap, telepon seluler, TV Kabel, komunikasi data, sampai jasa-jasa berbasis internet protokol.
Jasa TelkomFlexi yang dibidani oleh Garuda Sugardo seorang “dewa” selular Indonesia saat menjabat direktur jasa bisnis adalah cikal bakal yang diproyeksikan akan menjadi sebuah megaproyek baru menuju era generasi ketiga telepon seluler. Menurut Kristiono TelkomFlexi sudah akan mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pendapatan Telkom mulai tahun buku 2004.
Dia mentargetkan TelkomFlexi akan memperoleh satu juta pelanggan baru di tahun 2004. Hingga Januari 2004 saja TelkomFlexi sudah berhasil mengantongi 550 ribu nomor pelanggan dan di akhir tahun 2005 diprediksi sudah mencapai 1,6 juta pelanggan. ‘’Telkom Flexi akan menjadi sumber pendapatan Telkom. Selain karena pertumbuhannya pesat Telkom Flexi sudah menjadi telepon pertama dan bukan lagi menjadi telepon kedua,’’ ujar Kristiono.
Ke pundak Kristiono sejak Juni 2002 telah mulai dibebankan tekad agar Telkom mampu menjadi penyelenggara jasa Informasi dan Komunikasi atau Infokom baru. Dengan menyederhanakan bahasa Kristino menyebutkan bahwa setiap sambungan yang sampai ke pelanggan akan memberikan multi bundling service yang mampu menyalurkan jasa multimedia dengan kecepatan tinggi. Caranya adalah melakukan konsolidasi sinergi dengan perusahaan afiliasi Telkom yang tergabung dalam TELKOM-Group untuk mengemas paketisasi layanan.
Untuk itu Kristiono giat melakukan perubahan antara lain dengan menawarkan pelayanan bersifat one stop infocom berkualitas prima dengan harga kompetitif, mengelola usaha dengan cara yang terbaik dengan mengoptimalkan sumberdaya manusia (SDM) yang unggul dengan teknologi yang kompetitif, serta membangun business partner yang sinergis.
RUPSLB Juni 2002 menetapkan visi dan misi baru Telkom berdasar konsep value creation yang mencakup aspek pertumbuhan, profitability (aspek keuntungan) dan sustainability (kesinambungan).
Kristiono sadar untuk merealisasikan visi dan mendukung pelaksanaan misi korporasi tersebut dibutuhkan budaya korporasi yang kuat mencakup tiga hal. Pertama adalah asumsi dasar yakni anggapan atau pandangan dasar yang menentukan bagaimana insan Telkom mempersepsi, berpikir, dan merasakan sesuatu harus bisa diterima tanpa perlu mempertanyakan lagi kebenarannya sebab esensi budaya Telkom terletak pada asumsi dasar.
Kedua adalah nilai-nilai yakni apa yang dianggap penting, apa yang sebaiknya dilakukan, atau apa yang dianggap berharga. Ketiga adalah aspek perilaku yakni mencakup simbol, upacara, seremoni, dan tingkah laku. Kristiono melanjutkan asumsi dasar adalah komponen yang terdalam dari budaya, sedangkan nilai dan perilaku merupakan menifestasi yang lebih konkret dari asumsi dasar tersebut.
Menurut Kristiono keikhlasan dan kejujuran adalah inti dari pelayanan yang paling dinantikan oleh setiap pelanggan dan pengguna jasa infokom di setiap perusahaan jasa telekomunikasi. Karena itulah Telkom memunculkan motto baru “Telkom, committed to you”.
“Kini kami berada dalam paradigma baru di mana persahabatan yang erat dengan para konsumen dan masyarakat pada umumnya adalah suatu keharusan. Perusahaan ini menjadi lebih berarti karena adanya konsumen. Oleh sebab itu sudah menjadi kewajiban kami untuk memberikan layanan yang lebih baik ,” kata Kristiono.
Perubahan komposisi jaringan
Walau Telkom mulai meninggalkan paradigma lama unggul berdasarkan teknologi namun Kristiono justru melakukan banyak lompatan baru secara teknologis. Misalnya melakukan perubahan komposisi jaringan telekomunikasi. Telkom telah meningkatkan jumlah jaringan serat optik, jaringan berbasis internet protocol (IP), dan jaringan fixed wireless. Dia berharap dalam waktu singkat jaringan serat optik sudah dapat menjangkau 20 persen pelanggan korporasi bisnis sedangkan jaringan fixed wireless mampu mewakili 40 persen saluran last mile.
Peran teknologi wireless akan ditingkatkan. Jaringan last mile yang sebelumnya 10 persen berupa kabel (wireline) ke depan akan diubah menjadi hanya 60 persen wireline. Perubahan komposisi jaringan itu dimaksudkan untuk mengikuti perkembangan teknologi dan kebutuhan pelanggan.
“Sebanyak 40 persen last mile nantinya akan berupa jaringan wireless dengan memakai teknologi CDMA (code division multiple access) 2000-1X yang bisa dikatakan sebagai generasi dua setengah atau 2,5G,” terang Kristiono siap menyongsong teknologi terbaru. Sepanjang tahun 2004 Kristiono menyebutkan Telkom akan menganggarkan dana belanja investasi (capital expenditure/Capex) sebesar Rp 8 triliun separuhnya adalah untuk restrukturisasi anak perusahaan.

Nama:
Kristiono
Lahir:
Solo, 12 Februari 1954
Status Perkawinan:
Menikah dengan 3 (tiga) orang anak
Hobby:
Membaca - Olahraga ( Sepak Bola, Bulu Tangkis, dan Golf )
Pengalaman Kerja:
1. Direktur Utama, PT Telkom sejak 10 Maret 2004– Sekarang
2. Direktur Perencanaan dan Teknologi, PT Telkom April 2000 – Juni 2002
3. Kepala Divisi Regional V Jawa Timur , PT Telkom 1995 – April 2000
4. Kepala Proyek Telekomuniksi IV, PT Telkom 1993 – 1994
5. Kepala Subdit Bina Program Perlengkapan, PERUMTEL 1990 – 1992
6. Wakil Kepala Wilayah Usaha Tekomunikasai VIII Denpasar, PERUMTEL 1989
7. Kepala Urusan Teknik Sentral Telepon, PERUMTEL 1982 - 1988
Pendidikan:
Sarjana Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya lulus tahun 1978
Pelatihan:
1. Electronic Data Processing Concepts, NCR Corporation, tahun 1979
2. Telephone Switching Engineering, Kokusai Dheshin Denwa Co, LTD, tahun 1982
3. Project Planner, SIEMENS, tahun 1983
4. Pemeriksaan Operational, PPA STAN, tahun 1985
5. Cellular Radio, ITU, tahun 1988
6. Kursus Staf dan Pimpinan III, PT Telkom, tahun 1990
7. Kursus Staf dan Pimpinan Gabungan BUMN, Lemhannas, tahun 1992
8. Kursus Manajemen TOP 50, tahun 1996
9. Kursus Reguler, Lemhannas KRA XXXII, tahun 1999
Penghargaan dan Tanda Jasa:
1. Satya Lencana Pembangunan dari Presiden RI, 13 September 1999
2. Best CEO in Indonesia for the 2003 in Investor Relation Category dari IIRG (institutional Investor Relation Group) di New York & Kantor Berita Reuters, Agustus 2003
3. Penghargaan masa Bakti 20 tahun, dari PT Telkom, pada 1 September 1998
4. Penghargaan Masa bakti 15 Tahun, dari PT Telkom, pada 1 September 1993