Miskin & Kaya, Soal Cara Pandang
Masalah kemiskinan memang sudah banyak diseminarkan oleh berbagai kalangan
mulai akademisi, praktisi, agamawan dsb yang berasal dari beragam lembaga. Namun
anehnya seminar atau diskusi yang membahas kemiskinan justru banyak
diselenggarakan di hotel mewah. Seharusnya persoalan pengentasan kemiskinan
diperdebatkan di gang- gang kumuh, lapak - lapak PKL, kampung - kampung yang
banyak dihuni penderita busung lapar, sehingga lebih mengena dan lebih menyentuh
persoalan.
Akibat salah kaprahnya definisi tentang kemiskinan serta upaya
penanggulangannya. Kemiskinan juga dapat diukur dengan jumlah kalori yang
dikonsumsi setiap orang- setiap hari. BPS menggunakan kalori sebagai tolok ukur
kemiskinan sebesar 2.100/kapita/hari. Sedang Bank Dunia menggunakan kalori
sebagai tolok ukur kemiskinan sebesar 2.200/orang/hari.
Kelemahan kalori
sebagai tolok ukur kemiskinan adalah jumlah kalori yang sama dapat dihasilkan
dari makanan yang berharga mahal dan dapat pula dihasilkan dari bahan yang
sangat murah. Padahal kebutuhan hidup bukan hanya kebutuhan kalori, tetapi juga
termasuk perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi dan lain-lain.
Lalu
apa enaknya jadi orang kaya ? Jadi orang kaya sebenarnya fungsinya ada empat
yakni: sebagai perintis, penyelaras, pemberdaya dan panutan.
Sebagai
perintis, orang kaya harus membuka jalan dengan mengembangkan visi, misi dan
strategi yang sejalan dengan para stakeholder-nya. Sebagai penyelaras, ia harus
piawai menyeimbangkan seluruh sistem dalam organisasi agar mampu bekerja sama
dan saling bersinergi. Sebagai pemberdaya ia selalu menumbuhkan lingkungan agar
setiap orang dalam organisasi mampu dan bersedia memberi yang terbaik. Sebagai
panutan, ia bertanggungjawab atas tutur kata, sikap, perilaku dan keputusan yang
diambilnya.
Perbedaan pandangan mengenai cara mengelola uang seringkali
menjadi pemicu sebuah keributan di dalam rumah tangga. Kadang kala sang suami
pelit dan sang istri yang boros terlihat seperti sebuah jurang perbedaan yang
cukup sulit untuk dijembatani. Padahal masalah tersebut bisa diselesaikan jika
Anda dan pasangan mengerti cara yang tepat untuk membelanjakan uang.
Pertengkaran akibat perbedaan tersebut bisa dihindari sepanjang Anda dan
pasangan bisa mengelola uang dengan baik. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan
masalah keuangan dalam rumah tangga.
Pertama, bagaimana jadinya jika si kikir
dan si boros bersatu dalam sebuah rumah. Hal seperti ini biasanya tidak pernah
sepi dari pertengkaran. Hal tersebut terjadi karena dua orang ini bertahan pada
kebiasaan yang sudah mendarah daging sejak kecil.
Prinsip mereka sangat
berbeda dalam membelanjakan uang. Si boros hidup untuk saat ini, sedangkan si
hemat memfokuskan diri untuk masa depan. Cara mengelola uang juga mengungkapkan
banyak hal tentang siapa diri kita yang sebenarnya. Mereka yang cenderung pelit
biasanya terkesan dingin atau kurang mampu mengekspresikan kasih sayangnya pada
orang yang dicintai.
Kedua, uang sebagai sumber rasa aman. Setiap pasangan
pasti mempunyai masalah dalam rumah tangganya, termasuk soal uang. Banyak orang
yang merasa nyaman jika mempunyai uang berlimpah. Mereka merasa bahwa hidupnya
akan terjamin jika ada harta tak terhitung jumlahnya. Padahal kita ditantang
untuk bisa memahami masalah kemerdekaan secara finansial.
Ketiga, perbedaan
peran dalam rumah tangga. Pada era modern ini banyak wanita yang ikut bekerja.
Akan tetapi prialah yang tetap dominan berperan menanggung kebutuhan keluarga.
Mengenai masalah penghasilan yang tidak sepadan, kerap menjadi bahan
pertengkaran. Proses pengambilan keputusanpun mengalami perubahan, tidak lagi
ada hak istimewa pada pria belaka.
Pernahkah kita bercita-cita menjadi
direktur di perusahaan kita sendiri? Lalu mengapa kita terjebak dalam rutinitas
pegawai kantoran, kuliah atau rumah tangga tanpa sedikitpun terpikir akan
membuka usaha yang menguntungkan. Padahal kesempatan anda untuk memulai bisnis
terbuka lebar setiap saat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar